Nationalgeographic.co.id—Jika Anda pernah melihat bintang jatuh, Anda mungkin pernah melihat meteor dalam perjalanan ke Bumi.
Benda-benda yang mendarat di sini disebut meteorit dan dapat digunakan untuk mengintip ke masa lalu, ke sudut terjauh angkasa luar atau blok bangunan kehidupan paling awal.
Saat ini, para ilmuwan melaporkan beberapa analisis paling rinci tentang bahan organik dari dua meteorit. Mereka telah mengidentifikasi puluhan ribu "potongan teka-teki" molekuler, termasuk jumlah atom oksigen yang lebih besar dari yang mereka perkirakan.
Para peneliti akan mempresentasikan hasil mereka tersebut pada pertemuan musim semi American Chemical Society (ACS).
Sebelumnya, tim yang dipimpin Alan Marshall menyelidiki campuran kompleks bahan organik yang ditemukan di Bumi, termasuk minyak bumi.
Akan tetapi, sekarang mereka mengalihkan perhatian mereka ke langit—atau benda-benda yang jatuh dari mereka.
Mereka menggunakan teknik spektrometri massa (MS) yang beresolusi sangat tinggi. Berkat teknik tersebut mereka mengungkap informasi baru tentang alam semesta. Pada akhirnya, informasi itu dapat memberikan jendela ke asal usul kehidupan itu sendiri.
"Analisis ini memberi kita gambaran tentang apa yang ada di luar sana, apa yang akan kita temui saat kita bergerak maju sebagai spesies 'penjelajah luar angkasa'," kata Joseph Frye-Jones.
Joseph merupakan seorang mahasiswa pascasarjana yang mempresentasikan karya itu. Marshall dan Frye-Jones merupakan peneliti di Florida State University dan National High Magnetic Field Laboratory.
Ribuan meteorit jatuh ke Bumi setiap tahun, tetapi hanya sedikit yang merupakan "chondrites karbon", kategori batuan luar angkasa yang mengandung bahan paling organik atau mengandung karbon.
Salah satu yang paling terkenal adalah meteorit "Murchison", yang jatuh di Australia pada tahun 1969 dan telah dipelajari secara ekstensif sejak saat itu.
Namun, perkara yang lebih baru adalah "Aguas Zarcas" yang relatif belum disingkap. Meteorit ini jatuh di Kosta Rika pada 2019, menerobos beranda belakang dan bahkan rumah anjing saat potongannya jatuh ke Bumi.
Dengan memahami susunan organik dari meteorit ini, para peneliti dapat memperoleh informasi tentang di mana dan kapan bebatuan terbentuk, dan apa yang mereka temui dalam perjalanan mereka melalui ruang angkasa.
Untuk memahami campur aduk molekul yang rumit pada meteorit, para ilmuwan beralih ke MS. Teknik ini meledakkan sampel menjadi partikel-partikel kecil, lalu pada dasarnya melaporkan massa masing-masing partikel, yang direpresentasikan sebagai puncak.
Dengan menganalisis kumpulan puncak, atau spektrum, para ilmuwan dapat mempelajari apa yang ada dalam sampel aslinya. Namun dalam banyak kasus, resolusi spektrum hanya cukup baik untuk mengonfirmasi keberadaan senyawa yang diduga ada di sana, daripada memberikan informasi tentang komponen yang tidak diketahui.
Di sinilah peran MS Fourier-transform ion cyclotron resonance (FT-ICR), yang juga dikenal sebagai MS "resolusi sangat tinggi". Itu dapat menganalisis campuran yang sangat kompleks dengan tingkat resolusi dan akurasi yang sangat tinggi.
Ini sangat cocok untuk menganalisis campuran, seperti minyak bumi, atau bahan organik kompleks yang diekstraksi dari meteorit. "Dengan instrumen ini, kami benar-benar memiliki resolusi untuk melihat segala sesuatu dalam berbagai jenis sampel," kata Frye-Jones.
Para peneliti mengekstrak bahan organik dari sampel meteorit Murchison dan Aguas Zarcas, kemudian menganalisisnya dengan MS resolusi sangat tinggi.
Daripada menganalisis hanya satu kelas molekul tertentu pada satu waktu, seperti asam amino, mereka memilih untuk melihat semua bahan organik yang dapat larut sekaligus.
Ini memberi tim lebih dari 30.000 puncak untuk setiap meteorit untuk dianalisis, dan lebih dari 60 persen di antaranya dapat diberikan formula molekuler yang unik.
Frye-Jones mengatakan hasil ini mewakili analisis pertama jenis ini pada meteorit Aguas Zarcas, dan analisis dengan resolusi tertinggi pada meteorit Murchison.
Faktanya, tim ini mengidentifikasi hampir dua kali lebih banyak rumus molekul daripada yang dilaporkan sebelumnya untuk meteorit yang lebih tua.
Setelah ditentukan, data disortir ke dalam kelompok unik berdasarkan berbagai karakteristik, seperti apakah termasuk oksigen atau belerang, atau apakah berpotensi mengandung struktur cincin atau ikatan rangkap.
Mereka terkejut menemukan sejumlah besar kandungan oksigen di antara senyawa tersebut. "Anda tidak menganggap bahan organik yang mengandung oksigen sebagai bagian besar dari meteorit," jelas Marshall.
Baca Juga: Bukan Meteorit yang Meleleh, Dari Manakah Sebenarnya Air Bumi Berasal?
Baca Juga: Tak Disadari, Kebun Anggur di Prancis Ini Adalah Kawah Meteorit
Baca Juga: Peneliti Menemukan Meteorit Seberat 7 Kilogram Lebih di Antarktika
Baca Juga: Bukti Terkuat Dampak Meteorit Raksasa Ciptakan Benua-benua di Bumi
Para peneliti selanjutnya akan mengalihkan perhatian mereka ke dua sampel yang jauh lebih berharga: beberapa gram debu bulan dari misi Apollo 12 dan 14 masing-masing pada tahun 1969 dan 1971. Sampel ini mendahului penemuan Marshall FT-ICR MS pada awal 1970-an.
Instrumentasi telah berjalan jauh dalam beberapa dekade sejak itu dan sekarang siap untuk menganalisis bubuk ini. Tim akan segera membandingkan hasil mereka dari analisis meteorit dengan data yang mereka peroleh dari sampel bulan.
Mereka berharap untuk mempelajari lebih banyak informasi tentang dari mana permukaan bulan berasal. "Apakah itu dari meteorit? Radiasi matahari? Kita seharusnya bisa segera menjelaskannya," kata Marshall.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR