Baca Juga: Naskah Yahudi Kuno Pecahkan Teka-teki Fungsi Situs Qumran di Palestina
Baca Juga: Gerakan Partai Komunis Palestina, Perlawanan Zionis dan Lika-Likunya
Kemudian, setelah perang Timur Tengah tahun 1967, yang disebut oleh rakyat Palestina sebagai Naksa, atau "kemunduran", Israel menganeksasi Yerusalem Timur dan daerah sekitar masjid al-Aqsa.
Yordania dan Israel mencapai kesepakatan bahwa Amman akan terus mempertahankan bagian dalam situs tersebut, sementara Israel akan mengontrol bagian luarnya. Sejak itu, pemukim Israel terus berkembang dalam serangan mereka ke masjid, sering kali diapit oleh pasukan Israel yang bersenjata lengkap.
Setelah pendudukan tahun 1967, Israel memperketat kendalinya atas penduduk Palestina, dengan al-Aqsa muncul sebagai simbol perlawanan rakyat Palestina atas Israel.
Masjid memainkan peran sentral dalam Intifadah Palestina pertama, pada tahun 1988, ketika pasukan Israel menyerang jemaah Muslim yang berada di halaman luar Dome of the Rock, menggunakan gas air mata dan peluru baja berlapis karet, menyebabkan banyak luka.
Kemudian pada bulan September 2000, pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon mengunjungi al-Aqsa, dikelilingi oleh ratusan pasukan Israel bersenjata lengkap. Kunjungannya memicu ketegangan dan secara luas dilihat sebagai salah satu faktor kunci yang memicu Intifadah Kedua.
Intifadah Kedua berlangsung selama lima tahun dan menewaskan sekitar 3.000 orang Palestina dan 1.000 orang Israel.
Setelahnya, suasana sering menjadi sangat tegang selama bulan suci Ramadan ketika otoritas Israel terkadang melarang jemaah Palestina yang ingin beribadah di tempat tersebut, atau ketika anggota Knesset Israel melakukan tur ke daerah tersebut.
Sampai pada Mei 2021, selama Ramadan, pasukan keamanan Israel menggerebek masjid dan menyerang jemaah. Serangan ini menyebabkan ratusan orang terluka dan memicu perang antara Israel dan Palestina di Gaza.
Sampai hari ini, melindungi Masjid al-Aqsa dipandang oleh warga Palestina sebagai tugas nasional, sementara kehadiran Israel yang meningkat di sana dipandang sebagai ancaman bagi mereka.
Source | : | Middle East Eye |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR