Nationalgeographic.co.id—Masalah lingkungan penting untuk terus dikomunikasikan secara publik. Tujuannya adalah agar kesadaran untuk menuntaskan masalah lingkungan seperti perubahan iklim dan sampah.
Masalahnya, masalah lingkungan sering kali sulit diuraikan di Indonesia. Sampah, misalnya, yang sumbernya dari rumah tangga dan industri. Selama ini kita mengurai permasalahan dengan upaya pencegahan, bersih-bersih baik dari skala regional maupun nasional, dan pengelolaan sampah.
Sampah menghasilkan emisi. Dalam laporan sebelumnya, sampah plastik menyumbang sekitar empat hingga lima persen emisi gas rumah kaca. Jumlah ini setara dengan emisi yang dihasilkan Rusia, sehingga sangat berdampak pada perubahan iklim.
Bagaimanapun, semua sisa dari aktivitas manusia adalah sampah yang merusak lingkungan Bumi. Perlu ada kampanye besar untuk meningkatkan kesadaran untuk mengurangi sampah yang merusak planet kita.
"Asap-asap itu sebenarnya polusi, adalah sampah atau buangan dari industri dan kehidupan kita," kata Maureen Simatupang co-founder NAvakara.
"Kita memuntahkan 162 juta ton polusi pemanasan global buatan manusia ke dalam lapisan tipis atmosfer kita setiap 24 jam," lanjutnya dalam lokakarya Waste Less Film Festival (WLFF) 2023 yang diselenggarakan di Gedung Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Sabtu 18 Maret 2023.
Acara WLFF 2023 diinisiasikan oleh NAvakara, berkolaborasi dengan Perum Produksi Film Negara dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, serta bekerja sama dengan Saya Pilih Bumi.
Dalam rilisnya, acara ini bertujuan meneruskan misi penyebaran dan peningkatan kesadaran akan masalah lingkungan, khususnya pengurangan sampah dan menghadapi krisis iklim. Lewat WLFF 2023, masyarakat diajak untuk menerapkan gaya hidup nirsampah (zero waste).
"Festival film Waste Less Films Festival ini ditujukan untuk semakin membangun kesadaran serta kepedulian masyarakat terhadap lingkunganya melalui visual yang dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat," tutur Tjandra Wibowo, Direktur Produksi Perum Produksi Film Negara.
Tjandra juga melanjutkan, pembahasan isu lingkungan dengan visual akan menarik masyarakat. "Otak itu selalu mengabsorb sesuatu dari audio, visual, dan kinestetik (ide dan perasaan). Di video, tiga unsur itu bisa dilakukan," jelasnya.
Pemaparan masalah dan solusi lewat audio-visual tentunya punya target komunikasi kepada generasi muda, lanjut Tjandra. "Saya kalau misalnya menggunakan video lebih banyak itu pada saat berbicara dengan generasi muda. Karena generasi muda itu lebih suka pakai audio-visual dibandingkan ngoceh seperti saya sekarang ini di sini."
Maka, ketika hendak membicarakan isu lingkungan dalam film, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh para peserta. Pembahasan di lokakarya bertemakan pembuatan film dengan isu lingkungan, tips dalam public speaking dan engagement dengan tujuan membuat peserta lebih peracaya diri memperkenalkan karyanya.
Lokakarya ini berlangsung pada 18-19 Maret 2023 dengan diisi beberapa pakar perfilman nasional, komposer musik, dan materi lingkungan.
Beberapa di antaranya seperti Eugene Panji yang pernah menjadi sutradara Cita-citaku Setinggi Tanah dan 22 Menit, Ursula Tumiwa dari Dewan Penasihat Minikino Short Film Festival, dan komposer musik trilogi Merah Putih, Thoersi Argeswara.
Selain itu, sebagai bagian rangkaian kegiatan acara WLFF 2023, lokakarya ini adalah prasyarat bagi peserta untuk mengikuti kompetisi film pendek bertema lingkungan. Kabar terbarunya, Mei ini para peserta sedang dalam tahap produksi.
Baca Juga: Seberapa Rumit Mendaftarkan Film di Lembaga Sensor Film Indonesia?
Baca Juga: Pemanasan Global Membuat Jamur Menjadi Lebih Berbahaya bagi Manusia
Baca Juga: Teknologi Penambangan Baru Ramah Lingkungan dengan Menggunakan CO2
Baca Juga: Ilmuwan PBB Peringatkan Dunia Harus Segera Hentikan
Setidaknya masih ada waktu bagi mereka berkreasi sebelum akhirnya masuk proses penjurian. 10 film terbaik akan diputar, dan tiga di antaranya akan mendapatkan hadiah kejuaraan.
Juni nanti, selain penayangan film, WLFF akan menayangkan beberapa film bertema lingkungan lainnya yang diproduksi nasional maupun internasional. Acaranya juga mengadakan Waste Less Market, sebagai ajang UMKM yang menerapkan prinsip ramah lingkungan.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR