Sejarah Baphomet sebagai Sosok Berkepala Kambing
Baru pada tahun 1854 Baphomet menjadi sosok berkepala kambing yang kita kenal sekarang. Adalah Eliphas Levi, seorang pesulap seremonial Prancis, yang membayangkan kembali Baphomet sebagai sosok yang disebutnya 'Sabbatic Goat'.
Ini masuk akal jika kita menganalisis sejarah agama pagan dan politeistik. Orang Mesir memiliki dewa kambing yang dikenal sebagai Mendes. Orang Yunani menghormati sosok nakal yang dikenal sebagai Pan. Celtic memiliki Cernunnos. Mungkin ini menjelaskan lebih lanjut mengapa Kitab Suci sering tidak mengatakan hal-hal baik tentang kambing.
Juga, sebagian besar penggambaran Baphomet berisi pentagram di dahinya dan merupakan bagian dari hewan, bagian dari manusia serta bagian dari perempuan, bagian dari laki-laki, sebuah konglomerasi yang berlawanan.
Banyak penggambaran Baphomet yang lebih modern menyertakan simbol lingga dan seksual serta elemen yang lebih kontras seperti bulan putih dan gelap. Penggambaran paling modern sering menampilkan Baphomet melakukan penghormatan dua jari, gerakan okultis yang umum.
Pada tahun 1966 Setanisme menjadi gerakan keagamaan yang serius ketika Gereja Setan didirikan oleh Anton LaVey. Logo yang diadopsi oleh Gereja Setan dikenal sebagai Sigil of Baphomet, yang menggambarkan kepala kambing di dalam pentagram terbalik. Tanda ini juga biasa digunakan oleh pemuja setan di seluruh dunia.
Patung Baphomet Modern Bikin Kontroversi
Pada tahun 2012, Monumen Sepuluh Perintah didirikan di halaman Oklahoma State Capitol di Oklahoma City. Kuil Setan berencana untuk mendirikan patung Baphomet di samping monumen, meskipun terhenti ketika monumen itu dirusak.
Baca Juga: Rekam Jejak Hingga Rencana Pertemuan Terbesar Para Pemuja Setan
Baca Juga: Gereja di Inggris dari Abad ke-13 Jadi Tempat Ritual Pemuja Setan
Baca Juga: Ragam Penggambaran Iblis oleh Pelukis dan Penyair dari Masa ke Masa
Baca Juga: 666 Sebagai Angka Setan? Bagaimana Hal Tersebut Muncul dan Berkembang?
Source | : | History,Ancient Origins |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR