Nationalgeographic.co.id—Seperti di kerajaan lain, dinasti di Korea juga memiliki dayang. Gungnyeo, secara harfiah "wanita istana," ialah wanita yang tinggal di istana namun bukan anggota dinasti.
Mereka melakukan beragam tugas di istana, seperti menunggu raja dan ratu, bekerja di ruang menjahit, hingga dapur istana. Karena dekat dengan kekuasaan, gungnyeo kerap terseret dalam intrik yang mengelilingi mereka. Bagaimana gungnyeo dipilih serta apa saja tugasnya di dalam istana dinasti Korea?
Perekrutan dan promosi Gungnyeo
Lowongan untuk posisi gungnyeo tidak dibuka secara teratur. “Sebaliknya, mereka direkrut setiap kali ada lowongan atau ketika ada raja baru di istana” tulis Jung Byung-Sul di Korean Literature Now.
Iklan perekrutan pun biasanya tidak disebarkan secara luas. Istana menerima rekomendasi dan dengan hati-hati memilih dari daftar kandidat yang diperiksa. Dalam beberapa kasus, ratu atau putri mahkota diizinkan membawa pelayan wanita mereka dari rumah keluarga ke istana.
Dalam Hanjungnok (Memoar Lady Hyegyeong), ada beberapa bagian yang menyinggung proses pemilihan gungnyeo. Setelah kelahiran Putra Mahkota Sado, sebuah balai kerajaan baru segera dibangun untuk sang pangeran muda. Dalam prosesnya, Raja Yeongjo membawa gungnyeo yang sebelumnya bertugas di bawah Ratu Seonhui untuk menunggu putra mahkota. Ia adalah ratu mantan Raja Gyeongjong.
Ini memberi informasi bahwa gungnyeo biasanya diminta meninggalkan istana jika keluarga kerajaan yang mereka layani sudah meninggal. Di sisi lain, raja pun bisa memilih gungnyeo-nya sendiri.
Sudah menjadi praktik umum di dinasti Korea untuk merekrut gungnyeo dari antara putri pejabat istana berpangkat rendah. Namun tidak semua keluarga suka putrinya bekerja di posisi itu. “Sebagian bahkan dikisahkan menentang dan berjuang untuk mencegah putri direkrut menjadi gungnyeo,” kata Jung.
Umumnya, gungnyeo memasuki istana antara usia 4 dan 13 tahun. Keperawanan, garis keluarga, penampilan, dan karakter dipertimbangkan dalam memilih gungnyeo. Mereka menerima pendidikan yang ketat selama 15 tahun dan kemudian memulai tugasnya sendiri.
Kehidupan seorang gungnyeo
Kehidupan gungnyeo diilustrasikan dengan baik di Gungnyeosa yang dianggap ditulis oleh seorang gungnyeo.
Dalam tulisan tersebut, pakaian khas gungnyeo digambarkan sebagai berikut: “Setiap sebelum pertemuan pagi dan salam sore di Balai Jangchungak di Istana Mianggung, kami diharuskan mengenakan rok panjang yang menjuntai ke bawah. Wig besar yang dihias dengan baik di kepala dilengkapi pita yang cantik.”
Penulis buku yang tidak dikenal itu menggambarkan kegembiraan kehidupan istana. Beberapa gungnyeo menjalin persahabatan dan bersenang-senang sambil bernyanyi dan menari. Meski memiliki banyak teman, gungnyeo hidup terpisah dari keluarganya. Untuk keluar dari istana dan bertemu keluarga, mereka harus mendapatkan izin. Itu pun hanya bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Wanita yang sudah menikah tidak bisa bekerja di istana. Seorang gungnyeo biasanya dibawa masuk ke istana sejak ia berusia pra-remaja dan tinggal di istana selama sisa hidupnya. Gungnyeo melakukan semua pekerjaan rumah tangga di istana seperti memasak, bersih-bersih, dan melayani raja atau ratu. Gaya rambut dan kebiasaan Gungnyeo berbeda sesuai dengan posisi mereka.
Namun mereka diizinkan untuk menikmati sedikit kekayaan dan kemewahan istana. Para wanita juga mahir menghibur diri mereka sendiri, jadi hidup mereka pasti tidak semuanya buruk. Kadang-kadang, gungnyeo mengadakan pesta untuk mereka untuk menghibur satu sama lain.
Dalam kasus ekstrim, gungnyeo terlihat memasuki paviliun tepi sungai dan rumah peristirahatan para pedagang. Gungnyeo diketahui suka menghibur diri dan menikmati akses ke rumah musim panas milik saudagar kaya. Selain mengetahui bagaimana cara bersenang-senang, mereka memiliki otoritas tingkat tinggi.
Beberapa sarjana menyimpulkan bahwa gungnyeo tidak diperbolehkan istirahat. Namun catatan di Gungnyeosa menunjukkan bahwa mereka diberikan setidaknya satu kali kunjungan dalam setahun ke luar tembok istana. Kita dapat berasumsi bahwa tergantung pada tahun atau raja, gungnyeo diizinkan cuti dalam beberapa kasus, tapi tidak semua.
Gungnyeo terkurung di istana sampai kematian mereka, tidak pernah diizinkan untuk menikah atau bersatu dengan orang yang mereka cintai. Tetapi gungnyeo berhasil menciptakan kehidupan yang relatif makmur dan stabil dalam komunitas mereka.
Semua gungnyeo adalah milik raja. Mereka tidak bisa jatuh cinta dengan pria lain. Gungnyeo tidak bisa membayangkan jatuh cinta dengan orang lain kecuali raja. Ketika raja menemukan skandal cinta gungnyeo, dayang itu langsung dipenggal. Jika gungnyeo hamil, dia akan dipenggal segera setelah dia melahirkan bayinya dan bayinya akan dijadikan budak.
Gungnyeo diyakini tinggal di istana sampai mereka meninggal. Para gungnyeo dapat meninggalkan istana dalam tiga keadaan. Itu adalah ketika mereka terlalu tua atau terlalu sakit untuk melakukan pekerjaan mereka, ada masalah besar seperti perang, dan melakukan kejahatan. Bahkan jika gungnyeo tinggal di luar istana, mereka tidak dapat menikah karena dianggap sebagai milik raja.
Gungnyeo, pengamat kunci yang dekat dengan kekuasaan istana
Hanjungnok menawarkan gambaran sekilas tentang otoritas dan pengaruh yang dinikmati oleh gungnyeo secara umum. Contohnya sanggung, gungnyeo berpangkat lebih tinggi. Choi adalah seorang sanggung yang tidak bisa dianggap enteng. Pasalnya dia memiliki pemahaman yang kuat dan menyeluruh tentang sejarah keluarga kerajaan dan etiket istana.
Baca Juga: Alasan Wanita di Dinasti Joseon Menutupi Wajah saat Berada di Luar
Baca Juga: 500 Tahun Berkuasa, Ini Peran Dinasti Joseon dalam Sejarah Korea
Baca Juga: Kisah Raja Agung Sejong dari Kekaisaran Korea, si Pencipta Hangul
Baca Juga: Kisah Hidup nan Memilukan Deokhye, Putri Terakhir Kekaisaran Korea
Suatu hari Raja Yeongjo memarahi Putra Mahkota Sado atas kesalahan yang tidak dilakukannya. Sanggung Choi dikisahkan maju untuk membela Sado di hadapan raja. Padahal saat itu, tidak ada yang berani maju, bahkan menteri sekalipun. Dalam kasus yang sama, Sanggung Lee dikatakan telah menghukum ratu karena telah mengkritik putra mahkota.
Insiden ini merupakan bukti nyata otoritas kuat dari sanggung istana, yang bangga menjadi pembawa adat istana.
Dalam angin puyuh perebutan kekuasaan politik yang berkembang pesat di istana, gungnyeo sering mendapati diri mereka terseret dalam intrik yang mengelilingi mereka. Di waktu lain, mereka hanya mengamati apa yang terjadi. Bagaimanapun juga, gungnyeo selalu menjadi agen penting di dalam tembok istana.
Tampaknya mereka tidak selalu memiliki pandangan positif tentang kekuasaan dan otoritas istana. Kim Myeong-gil, sanggung terakhir dari Dinasti Joseon, berkata, “Menghabiskan seluruh hidup—60 tahun—di dalam tembok istana, saya percaya bahwa sebagian besar orang yang menyebut diri mereka bangsawan adalah cangkang kosong. Banyak dari mereka menghabiskan hidup mereka dalam kenyamanan yang memalukan, merendahkan diri mereka bahkan lebih dari rakyat jelata.”
Seseorang tidak dapat menyalahkan Kim karena menjadi pesimis karena dia telah menyaksikan langsung jatuhnya Dinasti Joseon di Korea. Faktanya, gungnyeo adalah pengamat kunci dari orang-orang yang paling dekat dengan kekuasaan di istana.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR