Nationalgeographic.co.id—Perdagangan gading gajah adalah kisah yang dimulai sejak peradaban manusia, penuh petualangan, keserakahan, dan eksploitasi. Selama ribuan tahun, gading dihargai karena keindahan, kelangkaan, dan manfaatnya. Semua itu menjadikannya salah satu komoditas paling berharga di dunia.
Dari era Tiongkok kuno hingga zaman modern, perdagangan gading gajah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah manusia. Namun dengan segala kemewahan dan daya pikatnya, perdagangan gading memiliki sisi yang lebih gelap.
Perburuan gading telah menyebabkan pembantaian gajah secara luas. Ini mendorong beberapa spesies ke ambang kepunahan dan menghancurkan ekosistem di seluruh dunia.
Perdagangan gading terus berkembang pesat. Kondisi ini dipicu oleh permintaan dari pasar gelap dan dipermudah oleh korupsi dan kejahatan terorganisir.
Bagaimana sejarah perdagangan gading yang kaya dan kompleks, asal-usul, dampak, dan warisannya bagi zaman modern?
Perdagangan gading gajah di zaman kuno
“Ada banyak bukti bahwa obsesi tragis manusia untuk berburu gading gajah sudah ada sejak zaman kuno,” tulis Robbie Mitchell di laman Ancient Origins.
Pertama-tama, dinasti Mesir akhir berburu gading gajah sejak abad ke-15 dan ke-16 Sebelum Masehi.
Firaun berburu gajah Asia di sepanjang Sungai Efrat dan mengambil gading dari tanah yang berbatasan dengan Sungai Nil Atas. Catatan yang ditemukan menunjukkan bahwa pada 700 Sebelum Masehi, Mesir mengimpor 700 gading dari Somalia.
Orang Yunani Kuno dan Romawi juga menggunakan gading dalam karya seni mereka. Gading Romawi terutama berasal dari Afrika dan bersumber dari gajah Afrika Utara.
Permintaan gading Romawi benar-benar menghabiskan persediaan dan memusnahkan populasi gajah di Afrika.
Di India, terdapat bukti bahwa gading digunakan oleh peradaban Harappa (terletak di Lembah Sungai Indus) sejak milenium ketiga Sebelum Masehi.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR