"Tetapi karena ternak seperti domba dan sapi diperkenalkan ke Amerika Selatan (oleh orang Eropa), pola makan mereka berubah seiring dengan itu. Kami melihat perubahan total dari sebelumnya ke apa yang saat ini paling melimpah untuk mereka makan."
Sayangnya, pergeseran ini juga berarti burung kondor menelan lebih banyak timah, yang oleh Duda dikaitkan dengan "tembakan timah yang digunakan untuk membunuh hama, yang kemudian akan dimakan burung kondor."
Logam beracun ini kemudian dikeluarkan oleh burung dari kotoran
Saat ini, Condor Andean memiliki konsentrasi timbal yang lebih tinggi dalam guano mereka dibandingkan dengan masa lalu, yang terkait dengan penganiayaan manusia terkait dengan perubahan pola makan.
"Kami melihat bahwa konsentrasi timbal (pada burung kondor) sekarang jauh lebih tinggi daripada di masa lalu," kata Duda.
Hal ini sangat memprihatinkan karena burung kondor Andean masuk dalam Daftar Merah Spesies Terancam Punah yang dipantau oleh Union for Conservation of Nature (IUCN) atau Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam, dan jumlahnya terus berkurang dengan hanya sekitar 6.700 orang dewasa yang masih hidup di alam liar.
Para peneliti juga memperhatikan bahwa selama rentang waktu 1.000 tahun, kira-kira antara 650 dan 1.650 tahun yang lalu, burung kondor sedikit banyak telah meninggalkan situs tersebut.
Baca Juga: Unik, Burung Kondor California Bisa Berkembang Biak Tanpa Kawin
Baca Juga: Daspletosaurus horneri, Spesies Baru Tyrannosaurus Nenek Moyang T. Rex
Baca Juga: Seperti Emas, Dahulu Kotoran Dinosaurus Diburu oleh Para Penambang
Baca Juga: Unik, Laba-laba Ini Menyerupai Kotoran Burung Saat Jadi Predator
Sehingga hal itu mengakibatkan akumulasi guano turun drastis dari sekitar 3 kaki kubik atau sekitar 0,08 meter kubik per tahun, menjadi 0,11 kaki kubik atau sekitar 0,003 meter kubik per tahun.
Sains Buktikan Bahwa Hewan Punya Cara Terbaik Jaga dan Pulihkan Hutan dari Kebakaran
Source | : | Live Science,Royal Society B: Biological Sciences |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR