"Para militeris fanatik yang mengambil alih Jepang menanamkan pada tentara mereka penghinaan terhadap yang kalah dan kebencian terhadap ras lain, termasuk ras kulit putih," tulis Norman. Ini menjelaskan cemoohan dan perlakuan buruk yang dilakukan Kekaisaran Jepang terhadap tawanan perang Sekutu.
Pada tanggal 7 April, U.S.A.F.F.E. yang tersisa dikumpulkan di kaki gunung berapi aktif Semenanjung Bataan yang lama ditumbuhi hutan belantara. Orang Jepang bergerak bebas saat mereka mengumpulkan yang menyerah.
Secara keseluruhan, penghitungan resmi tahanan perang pasca-perang di Luzon pada tahun 1942 diperkirakan sekitar 10.000 hingga 12.000 orang Amerika dan antara 60.000 hingga 70.000 orang Filipina.
Total korban dari Bataan Death March diperkirakan mencapai 11.000, menurut sejarah resmi Angkatan Darat AS, dengan mayoritas adalah orang Filipina. Korban tewas di antara orang Amerika bervariasi dari sekitar 1.000 hingga 5.000.
Pada tahun 1942 hampir seratus ribu orang Amerika—tentara, warga sipil, wanita, dan anak-anak—ditahan sebagai tawanan perang oleh Kekaisaran Jepang dalam berbagai keadaan.
Perpindahan tawanan perang dari semenanjung Bataan ke dataran Luzon Tengah, di mana Kamp O'Donnell berada bersama dengan area pengasingan sekunder Kamp Cabanatuan, dimulai pada 9 April. banyak yang terluka berjalan, yang sakit dan tambah sakit, akan menandakan kesulitan yang akan datang.
Tentara Kekaisaran Jepang tidak menyisakan truk yang dibutuhkan untuk memindahkan tawanan perang. Bagian yang mengerikan adalah stasiun kereta api terdekat di San Fernando setidaknya berjarak 50 kilometer dari Mariveles, yang merupakan ujung semenanjung Bataan.
Pada bulan April 1942, panas di wilayah itu diperparah oleh lumpur dan debu saat barisan tahanan mulai berbaris menuju rel kereta api.
Para tahanan yang berhasil mencapai Camp O'Donnell ditahan di bekas barak mereka, yang sekarang penuh sesak dengan tawanan perang yang kelelahan.
"Disentri menyebar ... karena jamban terbuka dan jutaan lalat di sekitarnya," tulis Bollich.
“Orang sakit juga dihinggapi (lalat), terutama yang dekat jamban, karena jamban itu sendiri memiliki jumlah terbanyak. Tidak heran, dalam kondisi seperti ini, banyak tahanan yang meninggal.”
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR