Andri tidak hanya memberi pujian untuk kopi Colol, ia juga menyumbang saran untuk perkembangan kopi Colol agar menjadi lebih baik.
“Hanya saja untuk mencapai level terbaik international, kopi Colol perlu perbaikan produktivitas, peremajaan pohon dan konsistensi pasca panen. Perlu sebuah gerakan besar yang dapat mempersatukan petani-petani kopi Colol untuk visi yang fokus pada kualitas tapi tetap berpegang pada prinsip keberlanjutan,” Adri menyarankan.
Soal perbaikan kualitas ini diamini oleh Ronal Igu (28 tahun), pemuda asal Desa Colol yang sekarang terjun ke dunia usaha perkopian. Semula, ia kurang menaruh perhatian pada kopi, sekalipun orang tuanya petani kopi.
Setelah lulus kuliah dan kembali ke kampung halaman, barulah ia berinteraksi dengan para petani kopi, termasuk menampung keluh kesah mereka soal betapa sulitnya memasarkan kopi.
“Saya mencoba menjawab persoalan itu dengan mempromosikan kopi yang ada di Colol melalui media sosial. Dari situlah awal mula saya bergerak di bidang kopi,” kata Ronal, mengenang.
Ia pun mulai memasarkan kopi bukan hanya di Manggarai tetapi juga provinsi lain, bahkan mengekspor kopi. Diakui, kendala yang ia hadapi ada di tingkat petani.
“Produktivitas tanaman kopi mereka semakin tahun semakin menurun. Lalu, yang berikutnya teknik budidaya yang dilakukan oleh petani di Colol masih melakukan metode konvensional. Sehingga ketika permintaan dari pasar lebih banyak tapi persedian kopinya sedikit,” ia menerangkan.
Petani Colol menanam kopi tanpa jarak dan teknik budidayanya pun tidak sesuai standar. Ronal berupaya mengedukasi petani. Agar lebih efektif, ia mulai dari kebun milik orang tuanya yang belum tertata rapi. Ia melakukan rehabilitasi kebun.
Saat ia mendapat lahan baru, ia menanam kopi sesuai standar tata kelola kopi. “Dengan contoh yang saya buat di lahan baru itu nanti bisa mengedukasi petani. Mereka melihat itu dan mulai melakukan yang lebih baik,” ia menjelaskan.
Perubahan iklim juga ikut menyumbang turunnya kualitas dan kuantitas kopi seperti tahun-tahun belakang ini di Colol. Curah hujan yang berlebihan sangat berpengaruh pada hasil panen kopi.
Ronal pun mulai memikirkan mitigasi untuk perubahan iklim. Ia berkoloborasi dengan berbagai pihak untuk menemukan solusinya.
“Yang saya lakukan di Colol sendiri adalah mengajak petani untuk mulai menanam kembali pohon penaung dan juga menggantikan [pohon] kopi-kopi yang sudah tua itu dengan kopi yang baru,” Ronal menegaskan.
Ia yakin jika upaya ini berlanjut terus maka perlahan akan mengembalikan produktivitas kopi di Colol.
Dengan adanya Festival Kopi Lembah Colol yang diselengarakan oleh Pemerintah Daerah Manggarai Timur ini, ia melihat sebagai hal positif untuk promosi kopi Colol ke berbagai pihak.
“Akan semakin banyak orang yang melirik potensi di Colol. Harapannya petani kopi mendapat manfaat dari festival yang dibuat, “Ronal menegaskan.
Ia juga mengharapkan Pemerintah Daerah terus melakukan dukungan seperti ini agar petani-petani kopi Colol lebih semangat untuk menata kebun dan perbaikan kualitas kopi.
Hal senada juga disampaikan Tua Teno Dominikus Taluk, “Semoga setelah festival ada peningkatan pemasaran kopi!”
Di festival kopi itu warga merayakan Kopi Rakyat Manggarai. Kopi yang mereka tanam oleh tangan mereka sendiri bukan dari sisa-sisa perkebunan kopi Pemerintah Kolonial Belanda. Kopi khas Lembah Colol yang organik dan orisinal.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR