Oleh: Feri Latief
Nationalgeographic.co.id—Ada keramaian di Lembah Colol, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, pada pertengahan Juni silam. Warga menggelar Festival Kopi Colol sebagai upaya memperkuat posisi mereka sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Indonesia.
Pagi hari, hawa dingin masih mengigit. Namun warga Desa Ngkiong Dora, Manggarai Timur, sudah sibuk memetik kopi di kebun masing-masing.
Ngkiong Dora adalah satu dari lima desa penghasil kopi di Lembah Colol. Lainnya yaitu Desa Colol, Ulu Wae, Wejang Mali, dan Rende Nao. Kelima desa ini masuk dalam kesatuan adat Colol.
Pohon kopi sudah lama tumbuh di Colol. Jika ditanya sejak kapan, tidak ada yang mengetahui secara pasti. Menurut ketua adat atau tua teno—dalam bahasa Manggarai—Dominikus Taluk (66 tahun), kopi tumbuh di Lembah Colol yang berada di ketinggian 1.400-1.600 mdpl.
Lalu, Dominikus mengajak untuk mendatangi lokasi pertama ditemukannya tanaman kopi, yang berjarak seratusan meter di belakang Rumah Adat atau Rumah Gendang atau Mbaru Gendang Kampung Biting di Desa Ulu Wae.
Sang Tua Teno berjalan menuju mata air yang bersisian dengan pohon besar berdiameter sekitar tiga meter. Konon nama Desa Ulu Wae berasal dari mata air itu. Ulu berarti kepala, sedang Wae bermakna air, kepala air atau mata air. Dan ini bukan satu-satunya, masih banyak mata air lain di wilayah Colol nan subur.
Di bawah pohon besar—pohon uwu—dan di samping mata air itulah pohon-pohon kopi tumbuh rimbun. Dominikus menunjuk pohon kopi yang tepat berada di tepi mata air.
“Jadi di sini pertama ada satu pohon enau, tapi sekarang tidak ada lagi. Kopi ada di sini satu, di sini satu, di sini satu, dan dua di sebelah sana. Hanya lima pohon, tapi bukan ditanam. Artinya alam yang kasih,” ia menerangkan.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR