Nationalgeographic.co.id—Sepanjang sejarah dunia, prajurit direkrut untuk berjuang demi wilayah, negara atau kerajaan, dan pemimpin mereka. Prajurit dilatih dan disiapkan dengan baik untuk menghadapi tantangan dan teknologi militer khusus di zamannya.
Dari Romawi hingga Mongol, ini daftar prajurit elite yang terkenal dalam sejarah.
Hoplite di Yunani kuno
Sebagai prajurit infanteri bersenjata berat di Yunani kuno, hoplite mengisi barisan tentara Yunani dalam sejarah dunia. Namanya diambil dari hoplon, perisai kayu bundar berlapis perunggu yang mereka gunakan. Prajurit ini berasal dari kelas menengah ke atas. Mereka adalah warga negara yang mampu membeli perlengkapan perang yang mahal.
Hoplite Athena adalah tentara “paruh waktu” yang ditarik ke dalam dinas bila diperlukan. Hoplite Sparta, di sisi lain, adalah pejuang ahli yang telah dilatih dengan ketat sejak usia 7 tahun.
Dengan perlengkapan lengkap, setiap prajurit membawa hoplon di lengan kirinya. “Di tangan kanannya, mereka memegang tombak berujung perunggu dengan panjang sekitar 2 meter,” tulis Patricia S. Daniels di laman National Geographic. Pedang besi pendek berfungsi sebagai cadangan.
Pelindung kepala, penutup dada, dan pelindung tulang kering, semuanya terbuat dari perunggu. Ketiganya melengkapi baju besi yang digunakan hoplite. Beratnya bisa mencapai 27 kg.
Hoplite bertarung bahu-membahu dalam phalanx, barisan yang padat, biasanya sedalam delapan baris.
Mereka memainkan peran penting dalam pertempuran krusial termasuk Pertempuran Marathon, Pertempuran Thermopylae, dan Perang Peloponnesia. Namun peperangan makin berkembang dan lebih banyak pasukan profesional muncul.
Sejak itu, taktik hoplite tradisional secara bertahap menjadi kurang dominan di medan perang. Meski sudah menghilang, hoplite adalah prajurit elite yang kekuatannya harus diperhitungkan dalam sejarah dunia.
Pemanah berkuda Mongolia
Pemanah berkuda Mongolia adalah kelompok pejuang yang tangguh dan terkenal yang memainkan peran penting dalam keberhasilan militer Kekaisaran Mongol. Mongol adalah kekaisaran besar di abad ke-13 dan ke-14. Seiring waktu, Mongol menaklukkan Tiongkok, Asia Tengah, Timur Tengah, dan sebagian Eropa Timur.
Pada dasarnya bangsa Mongol pandai berkuda dan memanah. Oleh karena itu, mereka menguasai dunia melalui keunggulan busur dan kuda ini.
Menurut kepercayaan, prajurit Mongol diasuh pelana. Dan kuda mereka, kecil tapi kuat, dipelihara di stepa. Setiap prajurit biasanya memiliki beberapa ekor kuda. Hal ini memungkinkan prajurit bisa dengan mudah pindah ke tunggangan baru ketika kudanya lelah. Cara ini membuat prajurit Mongol mampu bertahan dalam pertempuran dan menaklukkan dunia.
Sejak masa kanak-kanak, baik laki-laki maupun perempuan menunggang kuda. Segera setelah mereka mencapai sanggurdi, mereka belajar menggunakan busur Mongolia. Busur itu terbuat dari tanduk, kayu, dan otot.
Berdiri di sanggurdi, pemanah berkuda Mongol bisa maju dan menembak ke belakang. Panah terbang sejauh 300 meter. “Bila ditembakkan dari jarak dekat, panas tersebut bisa menembus armor,” tambah Daniels.
Namun, seiring waktu, memanah menjadi usang di dunia yang terus berubah. Kekaisaran Mongol yang dulu perkasa pun terpecah menjadi berbagai negara penerus. Mongol akhirnya memudar dari posisinya yang dominan dalam sejarah dunia.
Legiun Romawi
Legiun Romawi adalah tulang punggung militer Romawi selama puncak Republik Romawi dan Kekaisaran. Legiun adalah prajurit elite yang terkenal dalam sejarah dunia.
Sebagai bagian dari unit profesional, mereka dibayar secara teratur, terlatih dengan baik, dan dipasok dengan baik.
Mereka dilengkapi dengan lembing sepanjang 2 meter dan pedang berat. Legiun dilindungi oleh helm, perisai, dan pelindung dada.
Legiun merupakan prajurit legendaris dalam sejarah dunia karena keganasannya saat melawan musuh.
Para prajurit juga pekerja keras dan praktis. Para ahli menemani pasukan, bekerja bersama mereka untuk membangun jalan, benteng, dan jembatan. Semuanya adalah warisan yang masih ada sampai sekarang.
Militia di Amerika
Karena kekurangan pasukan tetap, koloni Amerika mengorganisir resimen lokal paruh waktu untuk pertahanan. Setiap orang berusia 16 dan 60 diminta untuk menjadi sukarelawan. Setiap hari, orang yang mampu harus mengikuti pelatihan sesekali dilengkapi dengan senapan, peluru, dan mesiu sendiri.
Prajurit yang menghadapi Inggris di Lexington dan Concord pada 19 April 1775 adalah militia bayaran. Militia tersebut telah berlatih secara konsisten di bulan-bulan setelah Pesta Teh Boston.
Tetapi sebagian besar anggota militia tidak memiliki tingkat keterampilan atau komitmen yang sama. Pada umumnya mereka tidak disiplin, sulit diatur, dan tidak antusias.
George Washington menulis bahwa militia menganggap perwira mereka sebagai "tidak lebih dari sapu". Dia melanjutkan, “Jika diminta untuk menyatakan apakah militia berguna atau paling menyakitkan, saya harus menyetujui yang terakhir.”
Namun demikian, tentara sipil ini menjadi prajurit yang efektif untuk Angkatan Darat Kontinental. Mereka juga menjadi pembantu yang berguna di medan perang Perang Revolusi.
Conquistador dari Spanyol
Istilah conquistador berasal dari kata Spanyol conquistar, yang berarti menaklukkan. Dan itulah yang mereka lakukan.
Berusaha untuk memperluas wilayah dan pengaruh Spanyol dan Portugis, para pemimpin militer memimpin tentaranya untuk mendominasi Dunia Baru. Pada abad ke-16, dominasi dilakukan dengan tujuan mencari kekayaan dan menyebarkan agama Kristen. Pada saat yang sama, penjajah Spanyol membinasakan budaya pribumi dengan senjata dan penyakit.
Conquistador dilengkapi dengan kombinasi persenjataan dan baju besi tradisional Eropa. Meriam dan senjata portabel sangat penting.
Tentara juga membawa harquebus, senjata laras panjang yang ditemukan pada tahun 1400-an. Namun, seiring berjalannya waktu, jenis senjata api baru menggantikan senjata para conquistador ini.
Perlengkapan pelindung mereka termasuk pelindung dada, helm, dan perisai. Saat kerajaan besar yang mereka layani menurun kekuatannya, era penjajah pun berakhir.
Sepanjang sejarah dunia, ada beberapa prajurit elite yang memukau, baik karena kekuatan atau ketangguhannya.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR