Tindakannya itu secara efektif memecah kekaisarannya, namun Esarhaddon membuat perjanjian untuk mengamankan rencana suksesinya. Perjanjian ini, sering disebut sebagai Perjanjian Suksesi, memaksa pengikut Asiria untuk bersumpah setia kepada kedua putranya. Juga mendukung klaim mereka atas takhta masing-masing.
Mengikuti keputusan Esarhaddon, Asyurbanipal menjalani pelatihan intensif untuk menjadi Raja Asiria di masa depan. Seperti Raja Asiria lainnya, ia mendapatkan pendidikan militer. Untuk membuktikan kehebatan militernya, ia diharapkan untuk berburu singa. Sang pangeran tampil sangat baik sehingga ia disebut sebagai “pemburu singa” dalam teks-teks Mesopotamia.
Tidak seperti kebanyakan Raja Asiria, ia juga diberi pendidikan akademis oleh para sarjana istana. “Para sarjana itu mengajari sang pangeran membaca dan menulis,” Morris menambahkan.
Asyurbanipal juga menerima pelatihan politik ekstensif dan bahkan membantu mengelola jaringan mata-mata ayahnya. Ketika Esarhaddon pergi untuk melakukan serangan militer, Asyurbanipal menjalankan pemerintahan tanpa kehadiran ayahnya.
Raja prajurit yang kejam pada musuh-musuhnya
Esarhaddon meninggal pada tahun 669 Sebelum Masehi dan suksesi berjalan sesuai instruksinya. Segera setelah menjadi raja, Asyurbanipal mengakhiri perang Asiria dengan Mesir kuno. Ia juga menambahkan wilayah lain ke dalam kekaisarannya yang sudah sangat besar.
Pada awal masa pemerintahannya, ia memadamkan sejumlah pemberontakan di daerah-daerah yang baru saja ditaklukkan oleh ayahnya.
Karier militer Asyurbanipal ditentukan oleh kekejaman yang ia tunjukkan kepada musuh-musuhnya. Setelah menaklukkan suatu wilayah, raja menjarah dan mengenakan pajak secara besar-besaran.
Penduduk yang kalah seringkali terpaksa meninggalkan tanah airnya dan pindah ke wilayah lain di Kekaisaran Asiria. Mereka dimasukkan ke dalam angkatan kerja yang sangat besar yang membuat kekaisaran tetap berjalan.
Laki-laki yang sehat juga wajib bertugas di tentara Asiria. Tawanan perang menjadi sasaran metode eksekusi yang brutal, seperti lidah mereka dicabut dan dikuliti hidup-hidup. Bahkan ada yang mengalami penyiksaan psikologis seperti dipaksa menggiling tulang manusia.
Raja juga sama brutalnya terhadap para pemimpin musuh. Ia mengeksekusi mereka di depan umum atau menjatuhkan hukuman yang memalukan seperti dirantai di luar gerbang Niniwe, ibu kota Asiria.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR