Nationalgeographic.co.id—Ratusan jenazah yang digali di Cekungan Tarim (Tarim Basin) di Asia Timur terlihat sangat sempurna. Padahal, jenazah itu diperkirakan berusia ribuan tahun. Penemuan mumi Tarim Basin ini mendorong peneliti untuk mengungkap peran mereka bagi sejarah manusia modern.
Gaya rambut, pakaian, dan perlengkapan yang ditemukan pada mumi berasal dari budaya masa lalu. Semua itu memberi kesan bahwa mereka adalah pendatang Indo-Eropa yang menetap di Tiongkok kuno ribuan tahun lalu.
Namun kondisi mumi yang tampaknya sempurna dalam pengawetan bukanlah satu-satunya kejutan bagi peneliti. Penelitian DNA modern mengungkapkan bahwa jenazah yang diawetkan adalah penduduk asli Tarim Basin. Namun secara genetik, mereka berbeda dari populasi lain di sekitarnya. “Maka, mumi Tarim Basim pun menjadi semakin misterius,” tulis Erin Blakemore di laman National Geographic.
Saat ini, para peneliti masih mengajukan pertanyaan tentang praktik budaya dan kehidupan sehari-hari mereka. Juga, peneliti juga mencari tahu apakah mereka berperan dalam penyebaran umat manusia modern ke seluruh dunia.
Bagaimana mumi Tarim Basim ditemukan?
Ratusan jenazah dimakamkan di berbagai kuburan di sekitar cekungan tersebut sejak 4.000 tahun yang lalu. Jenazah tersebut kemudian menjadi mumi secara alami. Kuburan pertama kali digali oleh penjelajah Eropa pada awal abad ke-20.
Seiring waktu, semakin banyak jenazah Tarim Basin yang digali, beserta peninggalan budayanya yang spektakuler.
Hingga saat ini, ratusan telah ditemukan. Mumi yang paling awal berumur sekitar 2.100 tahun, sedangkan mumi yang lebih baru berumur sekitar 500 Sebelum Masehi.
Siapa sebenarnya mumi di Tarim Basin?
Pada mulanya, pakaian mumi yang mirip dengan gaya Barat dan penampilan yang mirip Eropa. Penampilan tersebut pun menimbulkan hipotesis bahwa mereka adalah sisa-sisa kelompok migran Indo-Eropa yang berakat di Eropa. Mungkin ada hubungannya penggembala Zaman Perunggu dari Siberia atau petani di suatu tempat yang sekarang menjadi Iran modern.
Mumi memiliki rambut pirang, coklat, dan merah, dan berhidung besar. Saat ditemukan, mumi mengenakan pakaian cerah, terkadang rumit yang terbuat dari wol, bulu, atau kulit sapi. Ada yang mengenakan topi runcing mirip penyihir. Ada pula yang mengenakan kain tenun. Hal ini menunjukkan adanya ikatan dengan budaya Eropa Barat.
Salah satu mumi yang paling terkenal adalah mumi yang disebut Putri atau Kecantikan Xiaohe. Ia adalah seorang wanita berusia 3.800 tahun dengan rambut tipis, tulang pipi tinggi, dan bulu mata panjang yang masih terpelihara. Mumi Xiaohe seakan sedang tersenyum dalam kematian.
Mumi Xiaohe mengenakan topi besar dan pakaian bagus dan bahkan perhiasan saat meninggal. Tapi tidak jelas posisi apa yang mungkin dia miliki dalam masyarakatnya.
Studi pada tahun 2021 terhadap 13 DNA kuno mumi menghasilkan konsensus bahwa mereka termasuk dalam kelompok terisolasi. Kelompok tersebut hidup di wilayah yang sekarang mirip gurun selama Zaman Perunggu. Mereka mengadopsi praktik pertanian tetangga mereka tetapi tetap berbeda dalam budaya dan genetika.
Para ilmuwan menyimpulkan bahwa mumi-mumi tersebut adalah keturunan orang Eurasia Utara Kuno. Mereka adalah sekelompok kecil pemburu-pengumpul kuno yang bermigrasi ke Asia Tengah dari Asia Barat. “Diperkirakan memiliki hubungan genetik dengan orang Eropa modern dan penduduk asli Amerika,” tambah Blakemore.
Apa yang mereka makan?
Topeng, ranting, barangkali benda-benda falus, dan tulang binatang yang ditemukan di kuburan mumi. Semua itu gambaran menarik tentang kehidupan dan ritual sehari-hari mereka.
Meskipun sebagian besar pertanyaan tentang budayanya masih belum terjawab, penguburan tersebut menunjukkan pola makan mereka. Juga fakta bahwa mereka adalah petani. Mumi-mumi tersebut dikuburkan bersama jelai, millet, dan gandum.
Bahkan kalung bergambar keju tertua yang pernah ditemukan. Hal ini menandakan bahwa mereka tidak hanya beternak, namun beternak hewan ruminansia.
Seperti apa kehidupan sehari-hari mereka?
Mulai dari penguburan hingga pembuatan keju, dan pakaian, semuanya mencerminkan teknik dan seni yang dipraktikkan di tempat-tempat yang jauh. Semua itu menunjukkan bahwa mereka bercampur dan belajar dari budaya lain. Penghuni Tarim Basin mengadopsi praktik budaya lain sehingga menjadi sebuah peradaban tersendiri dalam sejarah manusia.
Menurut peneliti, kehidupan sehari-hari mereka melibatkan segala hal mulai dari beternak hewan ruminansia hingga pengerjaan logam dan pembuatan keranjang. Semua itu didukung oleh fakta bahwa gurun di Tarim Basin dulunya lebih hijau dan memiliki banyak air.
Para peneliti juga percaya bahwa penduduk Lembah Tarim berdagang dan berinteraksi dengan orang lain. Perdagangan ini menjadi cikal bakal jalur sutra, jalur perdagangan penting dalam sejarah manusia.
Namun para arkeolog masih harus banyak belajar tentang kehidupan sehari-hari manusia purba ini. Termasuk dengan siapa mereka berdagang, keyakinan yang mereka anut, dan apakah masyarakat mereka memiliki stratifikasi sosial.
Bagaimana mereka menjadi mumi?
“Mayat-mayat ini tidak dimumikan dengan sengaja sebagai bagian dari ritual penguburan apa pun,” Blakemore menambahkan lagi. Sebaliknya, lingkungan yang kering dan asin di Tarim Basin memungkinkan jenazah membusuk secara perlahan dan terkadang minimal. Dinginnya musim dingin yang ekstrim di daerah tersebut juga dianggap membantu pelestariannya.
Bagaimana mereka dikuburkan?
Banyak jenazah dikuburkan di peti mati kayu berbentuk perahu yang ditutupi kulit sapi dan ditandai dengan tiang kayu atau dayung.
Penemuan ramuan ephedra di lokasi permakaman menunjukkan bahwa tanaman tersebut memiliki makna medis atau keagamaan. Tapi agama apa yang dimaksud atau mengapa beberapa penguburan melibatkan cincin tiang kayu yang konsentris, masih belum jelas.
Mengapa mumi Tarim Basin kontroversial dalam sejarah manusia?
Mumi yang terawetkan dengan luar biasa telah lama membuat para arkeolog terpesona. Namun mumi di Tarim Basin juga menjadi titik konflik politik dalam sejarah manusia. Tarim Basin terletak di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, wilayah yang diklaim oleh minoritas Uighur di Tiongkok.
Kaum nasionalis Uighur mengeklaim bahwa mumi-mumi tersebut adalah nenek moyang mereka. Namun pemerintah Tiongkok membantah hal ini dan enggan mengizinkan para ilmuwan mempelajari mumi-mumi tersebut atau melihat DNA kuno mereka.
Pada tahun 2011, pemerintah Tiongkok menarik sekelompok mumi dari pameran keliling. Alasannya adalah mumi tersebut terlalu rapuh untuk diangkut.
Beberapa penelitian tentang DNA mumi dikritik karena meremehkan kekhasan wilayah tersebut dan mendukung upaya Tiongkok untuk mengasimilasi orang-orang Uighur. Masih banyak yang harus dipelajari tentang mumi misterius ini. Namun masa depan mumi sebagai simbol politik dan nasional juga masih diperdebatkan.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR