Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Nordik, Sol dan Mani adalah dewa matahari dan bulan. Mereka adalah kakak beradik, anak dewa bernama Mundilfari. Sól mempersonifikasikan matahari sedangkan saudara laki-lakinya Máni adalah dewa bulan.
Dikejar melintasi langit oleh sepasang serigala, dewa matahari dan bulan Nordik ini ditugasi memikul beban yang berat. Sol dan Mani bertanggung jawab untuk menarik kereta melintasi langit setiap siang dan malam sekaligus menghindari kematian yang mengerikan di tangan serigala.
Sol dan Mani masing-masing dikejar oleh serigala raksasa. Anak-anak Fenrir, putra Loki yang mengerikan, serigala-serigala ini mencoba siang dan malam untuk melahap Sol dan Mani. Tugasnya dibagi antara keduanya yaitu Sol beroperasi pada siang hari, sementara Mani pada malam hari.
Kisah serupa telah diceritakan sepanjang sejarah oleh banyak peradaban. Oleh sebab itu, kisah dewa matahari dan bulan Nordik, Sol dan Mani, sangat berpengaruh di banyak kebudayaan.
Banyak mitologi kuno menghubungkan penciptaan matahari dan bulan dengan sepasang saudara kandung, satu laki-laki dan satu perempuan, yang melakukan perjalanan melintasi langit dengan beberapa jenis kendaraan.
Menurut beberapa versi cerita lain, kisah Sol dan Mani memang dilahirkan khusus untuk memberikan cahaya kepada dunia dan memungkinkan manusia menandai perjalanan waktu.
Ketika dunia dimulai, mereka tidak tahu ke mana harus pergi sehingga Odin harus menunjukkan kepada mereka jalan yang tepat untuk melintasi langit. Namun dalam cerita lain, Sol dan Mani dilahirkan sebagai manusia fana.
Ayah mereka, Mundilfari, sangat senang dengan kecantikan anak-anaknya sehingga dia menamai mereka dengan nama matahari dan bulan. Para dewa marah, tersinggungg karena pemberian nama-nama indah mereka hingga akhirnya menghukum keluarga tersebut.
Para dewa menghukum Sol dan Mani dengan menempatkan keduanya di langit untuk memandu matahari dan bulan. Mundilfari kehilangan anak-anaknya dan Sol serta Mani berada dalam posisi kerja keras dan bahaya yang tak ada habisnya.
Setiap hari mereka berlomba dengan para serigala yakni Hati dan Sköll melintasi langit. Namun, seperti dewa lainnya, mereka tahu bahwa mereka pada akhirnya ditakdirkan untuk kalah.
Di Ragnarök, para serigala akhirnya menangkap mangsanya. Sebelum pertempuran terakhir dimulai, Sköll dan Hati mengejar Sol dan Mani untuk menelan mereka utuh.
Dunia terjerumus ke dalam kegelapan total. Serigala, menurut beberapa sumber, akhirnya meninggalkan langit dan datang ke Midgard untuk memakan orang mati yang berserakan.
Tepat sebelum penangkapannya tapi Hati, Sol melahirkan seorang putri. Dia secantik ibunya dan selamat dari pertempuran Ragnarök.
Para dewa yang masih hidup akan kembali ke Asgard untuk membangun kembali, daratan baru akan muncul, dan sepasang manusia yang masih hidup akan memanjat keluar dari cabang Yggdrasil. Ketika mereka melakukannya, putri Sól menggantikan ibunya di langit untuk memberikan cahaya bagi dunia baru.
Sebagian besar kebudayaan kuno menugaskan sepasang dewa untuk mewakili matahari dan bulan. Sol dan Mani ditampilkan dengan cara yang tersebar luas di seluruh Eropa.
Mereka sangat dekat hubungannya dengan dewa dan dewi Eropa lainnya, sehingga kisah mereka terkadang disalahartikan sebagai edisi selanjutnya yang terinspirasi oleh budaya lain.
Pada bagian pertama arketipe, Sol dan Mani diberi nama sesuai dengan representasinya. Nama mereka secara harfiah diterjemahkan sebagai “matahari” dan “bulan.”
Hal ini terkadang menimbulkan kebingungan antara mitologi Nordik dan Romawi. Kata Latin untuk matahari adalah “sol” dan dewa mereka juga dinamai demikian.
Meskipun beberapa mitos di kemudian hari kemungkinan besar dipengaruhi oleh sumber-sumber Romawi, kesamaan antara Sóo Nordik dan Sol Romawi disebabkan oleh hubungan linguistik yang jauh.
Bahkan, di luar Skandinavia, nama Sól diubah untuk mencerminkan bahasa lokal. Di Jerman dia dikenal sebagai Sunni, sebuah nama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai kata “sun.” Namun kemiripannya tidak hanya terlihat pada cara pemberian nama saja.
Pada mitologi Mesir kuno, di mana dewa matahari Ra sering ditampilkan di atas perahu. Sól dan Máni mengendarai kereta seperti yang dilakukan Helios dan Selene dari Yunani.
Fakta bahwa arketipe ini berkembang pada awal agama Jerman dapat dilihat dalam catatan arkeologi. Patung perunggu berlapis emas yang ditemukan di Selandia berasal dari sekitar tahun 1400 SM dan menunjukkan gambar cakram matahari pada kereta yang ditarik kuda.
Penokohan Sol dan Mani sesuai dengan gender mereka dalam bahasa Jermanik. Meskipun kata Latin sol adalah kata benda maskulin, dalam bahasa Nordik Sol adalah kata benda feminin.
Oleh karena itu, jenis kelamin dewa yang terbalik mungkin dibayangkan untuk membuat personifikasinya cocok dengan bahasanya.
Source | : | Mythology Source |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR