Tangki menampung air hujan atau rembesan tanah alami. Terkadang sebuah kastil mungkin memiliki sistem pipa timah, kayu atau keramik yang mengalirkan air dari tangki ke bagian bawah kastil lainnya seperti gudang atau dapur, seperti di Kastil Chester di Inggris.
Sistem pengumpulan air tambahan lainnya adalah memasang pipa di atap untuk mengalirkan air hujan ke dalam tangki.
Terakhir, tangki pengendapan terkadang digunakan untuk meningkatkan kualitas air dengan membiarkan sedimen mengendap sebelum air yang lebih bersih dialirkan. Banyak biara juga memiliki beberapa atau semua fitur ini.
Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya jumlah dan ukuran kota-kota di seluruh Eropa sejak abad ke-11 M, kebersihan menjadi semakin menjadi tantangan sehari-hari.
Untungnya, banyak kota-kota besar cenderung terletak di dekat sungai atau garis pantai untuk memfasilitasi perdagangan. Sehingga pasokan air dan pembuangan limbah tidak terlalu menjadi masalah di tempat-tempat tersebut.
Kanal, saluran air, sumur dan air mancur menyediakan air yang (relatif) segar bagi penduduk perkotaan. Hal ini dipertahankan oleh dewan kota yang juga menjadikannya ladang bisnis.
Misalnya, seringkali ada kewajiban untuk membersihkan bagian jalan yang berada tepat di depan rumah atau toko. Kota-kota besar mungkin memiliki pemandian umum.
Nuremberg, yang tampaknya menjadi salah satu kota terbersih di Eropa berkat dewannya yang tercerahkan, memiliki 14 kota. Pemerintah setempat juga mengambil tindakan darurat seperti mengevakuasi orang mati selama masa wabah.
Jarang mandi dan banyak kutu
Namun demikian, semakin berkembangkan kota-kota di Eropa membuat air yang mengalir sangat langka. Dibutuhkan upaya fisik yang besar untuk mendapatkan satu ember air dari sumur atau sumber air terdekat.
Maka tidak mengherankan jika mandi setiap hari bukanlah pilihan yang layak bagi kebanyakan orang. Orang-orang Eropa dalam sejarah Abad Pertengahan lebih memiliki untuk jarang mandi.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR