Tentara Arab, yang dikenal karena kecepatan dan kegigihannya, memberikan pukulan telak terhadap pasukan Sassanid pada Pertempuran Qadisiyyah pada tahun 636/37.
Pertempuran itu secara efektif menghapuskan kekuatan tetangga Kekaisaran Bizantium yang sudah lama ada. Selanjutnya, dalam Pertempuran Yarmuk pada tahun 636, bangsa Arab juga menimbulkan kekalahan telak terhadap tentara Kekaisaran Bizantium.
Setelah pertempuran ini, Kekhalifahan Islam memperluas penyebaran Islam dan masuk hingga wilayah Kekaisaran Bizantium, sampai Pegunungan Taurus di Kilikia.
Kekaisaran Bizantium, menyadari gawatnya situasi dari penyebaran Islam. Mereka mundur ke belakang Pegunungan Taurus untuk mengkonsolidasikan sisa wilayah kekuasaan mereka dan memperkuat pertahanan.
Akibatnya, muncul wilayah yang signifikan dan berpenduduk jarang di antara Kekaisaran Bizantium dan Arab.
Wilayah tersebut dikenal dalam bahasa Arab sebagai “al-Ḍawāḥī” (اَلـدَّوَاحِي, “dari Negeri Luar”) dan dalam bahasa Yunani sebagai “ta akra” (τὰ ἄκρα, “bagian ekstrem”).
Zona ini mencakup wilayah Kilikia, membentang di sepanjang selatan pegunungan Taurus dan Anti-Taurus, sedangkan dataran tinggi Anatolia tetap berada di bawah kendali Kekaisaran Bizantium.
Baik Kaisar Heraclius (memerintah 610–641) maupun Khalifah Umar bin Khattab (memerintah 634–644) mengadopsi strategi militer di zona ini, dengan tujuan untuk menciptakan penyangga yang efektif di antara wilayah masing-masing.
Namun, tujuan akhir para khalifah Islam tetaplah penyebaran Islam di wilayah Kekaisaran Bizantium. Pencapaian tersebut diharapkan seperti yang telah dicapai sebelumnya dengan provinsi-provinsinya di Suriah, Mesir, dan Afrika Utara.
Baru setelah kegagalan Pengepungan Arab Kedua di Konstantinopel pada tahun 717–718 terjadi pergeseran tujuan strategis.
Meskipun pengepungan ke Anatolia terus berlanjut, konfrontasi langsung dengan Kekaisaran Bizantium ditinggalkan. Sehingga menyebabkan munculnya wilayah yang lebih permanen di sepanjang perbatasan antara kedua kekuatan tersebut.
Selama dua abad berikutnya, kendali atas benteng-benteng perbatasan mungkin telah berpindah tangan antara Kekaisaran Bizantium dan Kekhalifahan Islam. Namun garis besar fundamental perbatasan Bizantium-Arab sebagian besar tetap tidak berubah.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR