Nationalgeographic.co.id—Kota kuno Aleksandria terletak di pantai Mediterania Mesir. Kota ini memiliki status unik dan abadi sebagai ibu kota kaum intelektual dalam sejarah dunia kuno. Warisannya yang luar biasa sebagai pusat pengetahuan dan beasiswa terus memikat para sejarawan dan cendekiawan.
Bagaimana Aleksandria mendapatkan reputasi yang mengesankan? Ada banyak faktor yang berperan. “Mulai dari dukungan finansial dari penguasa hingga lokasinya yang strategis,” tulis Robbie Mitchell di laman Ancient Origins. Selama berabad-abad, kota ini merupakan pusat pembelajaran, penelitian, dan inovasi.
Aleksandria dan pengaruh Aristoteles dalam sejarah dunia kuno
Aleksandria didirikan oleh Aleksander Agung pada tahun 331 SM, hanya delapan tahun sebelum kematiannya pada tahun 323 SM. Kota ini dengan cepat menjadi kota yang monumental karena lokasi dan visinya yang strategis.
Aleksander, yang berusaha mengonsolidasikan kerajaannya, memilih situs ini di sepanjang pantai Mediterania Mesir. Ia ingin membangun pelabuhan penting yang memfasilitasi perdagangan antara Mesir dan seluruh kerajaannya yang luas.
Lokasi kota ini di muara Sungai Nil menjadikannya pusat maritim yang ideal. Di bawah jenderal Aleksander, Ptolemy, Aleksandria berkembang pesat dan akhirnya menjadi ibu kota Kerajaan Ptolemy.
Mercusuar ikoniknya, Pharos, dan Perpustakaan Aleksandria yang terkenal, memperkuat nilai penting Aleksandria dalam sejarah dunia kuno. Perpaduan antara perdagangan dan budaya mengubah Aleksandria menjadi kota metropolitan yang dinamis.
Sejak awal berdirinya, Aleksandria dipenuhi dengan rasa ingin tahu. Baik Aleksander maupun penerusnya, Ptolemy I, menghabiskan waktu bersama dengan filsuf Yunani kuno, Aristoteles.
Misi hidup yang diproklamirkan Aristoteles adalah mengumpulkan semua pengetahuan manusia dan mewariskannya kepada generasi mendatang. Misi ini membawanya untuk mendirikan Lyceum di Athena, salah satu universitas sejati pertama.
Di sinilah Aristoteles membangun perpustakaan dan museum pribadi yang besar, yang didanai oleh Aleksander. Aleksander juga menyediakan banyak barang antik untuk mengisi museum selama perjalanannya. Namun, Athena adalah kota yang mengalami kemunduran dan penerus Aleksander memilih lokasi baru untuk menjalankan misi Aristoteles.
Ptolemy memutuskan untuk memulai koleksi benda dan buku sendiri di Aleksandria. Cita-cita intelektual Aristoteles dan Ptolemeus menjadi etos dinasti Ptolemeus. Penggantinya, Ptolemy II bahkan diajar oleh penerus Aristoteles, Strato dari Lampsacus.
Tentu saja ada pusat-pusat pembelajaran lain di dunia kuno, beberapa di antaranya menyaingi Aleksandria. Namun, pengaruh pendiri Aristoteleslah yang membedakan kota besar ini. Filosofinya didasarkan pada observasi dan pengumpulan data yang dipadukan dengan penalaran logis.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR