Nationalgeographic.co.id—Ivar the Boneless dikenal sebagai pejuang dengan keganasan dan kelicikan yang tak tertandingi dalam sejarah Viking. Namun kematiannya hingga kini masih menjadi misteri.
Warisannya sebagai salah satu pejuang Viking yang paling ditakuti masih hidup hingga sekarang. Namanya terus menginspirasi kekaguman dan rasa hormat berabad-abad setelah kematiannya, sebuah bukti semangat gigih para Viking.
Ivar the Boneless adalah putra dari Ragnar Lothbrok seorang raja Denmark abad ke-9. Kisahnya muncul dengan versi berbeda dalam Kronik Anglo-Saxon, Annals of Ulster, Sagas Islandia dan banyak lagi.
Sejak usia muda, dia ditakdirkan untuk menjadi panglima perang Viking yang penting. Namun, Ivar saat ini dikenal tidak hanya karena penaklukannya tetapi juga karena nama unik yang diterimanya.
Ivar the Boneless berasal dari kisah kelahiran Ivar. Dalam catatan sejarah Viking, ibunya, Aslaug, menyadari kutukan atas hubungan dengan Ragnar. Dia mengatakan bahwa mereka perlu menunda tiga malam untuk mewujudkan pernikahan mereka.
Raja gagal mengindahkan peringatannya. Pada gilirannya, kutukan tersebut menyebabkan putra mereka, Ivar, terlahir 'tanpa tulang'.
Beberapa orang mengklaim Ivar dilahirkan dengan tulang lemah. Sementara yang lain mengatakan bahwa ia tidak memiliki tulang atau bahkan kaki sama sekali.
Sejarawan Saxo Grammaticus, tidak menyebutkan adanya disabilitas sama sekali. Jika benar, kondisi Ivar kemungkinan besar merupakan kondisi tulang yang diturunkan.
Salah satu kemungkinannya adalah osteogenesis imperfekta atau penyakit tulang rapuh, yang merupakan kecacatan serius.
Apa pun yang terjadi, meskipun memiliki cacat Ivar the Boneless adalah seorang pejuang yang licik dan buas.
Setelah Ragnar meninggal di lubang ular di Northumbria, Ivar mencari penaklukan dan balas dendam berdarah. Kematian ayah mereka yang kejam dengan cepat menyatukan putra-putra Ragnar untuk membalaskan dendamnya.
Semua catatan menunjukkan bahwa Ragnarsson adalah Viking yang hebat dan menakutkan dengan kekuatan dan keganasan yang luar biasa.
Source | : | History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR