Pericles mendengar sindiran vulgar dalam pentas terhadap Aspasia yang dicintainya. Dia bertahan mendengar karakternya sendiri difitnah dan dirinya sendiri disebut sebagai "tiran".
Semua ini harus dia tanggung sambil duduk di hadapan 17.000 rekannya di Athena. Hal ini merupakan ujian pengendalian diri yang sangat melelahkan.
Aspasia tidak hadir di Teater Dionysos bersama Pericles. Kekhawatiran yang terus-menerus terhadap Aspasia adalah ketakutan bahwa ejekan publik dan fitnah yang dilontarkan atas hubungannya dengan Pericles.
Namun cinta Pericles tidak goyah. Terlepas dari skandal tersebut, hubungan antara Aspasia dan Pericles tetap bertahan.
Pericles meninggal pada tahun 429 SM, mungkin karena wabah yang melanda Athena pada awal Perang Peloponnesia.
Sekitar setahun setelah kematian Pericles, jenderal Athena Lysicles menjadi pelindung Aspasia. Akan tetapi Lysicles meninggal segera setelah itu dalam pertempuran.
Aspasia dan putra mereka yang bernama Pericles the Younger tinggal di Athena di tengah fitnah hingga hampir akhir abad ini.
Aspasia dalam Pandangan Filosofis
Berbeda sekali dengan pandangan negatif terhadap Aspasia dalam Komedi Lama, ada memori sejarah alternatif dan sangat kontras yang melihatnya sebagai seorang wanita dengan kualitas pribadi yang mengagumkan. Tadisi inilah yang membentuk pandangan Aspasia di zaman modern
Aspasia, menurut banyak catatan dalam literatur klasik, berbincang dengan seniman dan filsuf terhebat serta tokoh terkemuka lainnya di Zaman Keemasan Athena.
Tradisi sejarah yang kuat yang memandang Aspasia sebagai perempuan yang sangat cerdas, bijaksana dan patut dicontoh diperkuat oleh filsuf Plato—penulis pemikiran barat paling berpengaruh.
Plato memuji Aspasia sebagai orang yang cerdas, terpelajar, cerdik, dan ahli retorika. Dalam dialog filosofisnya Menexenus, yang ditulis setelah kematian Pericles dan Aspasia, Plato mendramatisasi percakapan antara filsuf Socrates dan temannya bernama Menexenus.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR