Setelah potongan bersih dibuat, kaishakunin atau asistennya akan mengambil kepala tersebut dan menunjukkannya kepada para saksi sebelum memasukkannya ke dalam keranjang.
Pada tahun 1868, seorang pria Jepang bernama Taki Zenaburo diinstruksikan untuk melakukan seppuku sebagai hukuman karena memerintahkan pasukannya untuk menembaki diplomat asing.
Seppuku adalah upacara khidmat yang mengubah kematian menjadi tontonan. Setiap orang yang hadir memiliki peran masing-masing, dan orang yang melakukan seppuku selalu menjadi protagonis.
Asal Usul Seppuku
Di Kekaisaran Jepang, prajurit yang melakukan bunuh diri di medan perang sudah ada sejak lama dibandingkan seppuku itu sendiri.
Sebelum pemotongan perut menjadi ritual, para pejuang menggunakan berbagai cara untuk bunuh diri, termasuk membenamkan diri ke dalam air dengan mengenakan baju besi atau melemparkan diri dari kuda dengan pisau di mulut.
Seppuku mulai muncul dalam kisah fiksi pertempuran yang dimulai pada abad ke-12. Dalam bentuknya yang paling awal, seppuku biasanya terjadi ketika seorang pejuang dikepung oleh musuhnya dan tidak mempunyai harapan untuk memenangkan pertempuran.
Seppuku memberi sang pejuang kesempatan terakhir untuk menunjukkan kejantanan dan keberaniannya dalam situasi tersebut. Daripada ditangkap hidup-hidup, dia akan menyayat perutnya hingga terbuka, sering kali di hadapan musuh-musuhnya.
Ada banyak sekali kisah tentang samurai terkutuk yang melakukan bunuh diri dengan cara yang mengerikan. Dalam The Tale of Yoshitsune , yang menggambarkan sebuah kejadian pada tanggal 3 November 1186, pejuang bernama Sato Tadanobu mengelilingi dirinya dan memutuskan untuk bunuh diri.
Sebelum membelah perutnya, dia berkata, “Sekarang kamu akan melihat seorang pria tangguh memotong perutnya! Aku akan bunuh diri sebelum ada di antara kalian yang bisa mengambil kepalaku, dan kematianku akan menjadi teladan bagi semua orang yang datang setelah aku.”
Setelah melafalkan beberapa syair Budha, dia memotong perutnya, melemparkan ususnya ke tanah, dan melemparkan dirinya ke atas pedangnya. Musuh-musuhnya terpesona dengan keberaniannya, dan mereka memperlakukannya seperti pahlawan. Dalam satu tindakan menyakitkan, Tadanobu menjadi abadi.
Bunuh diri di medan perang ini adalah bagian penting dari budaya samurai awal. Ini adalah cara bagi para pejuang untuk menghindari penangkapan, yang sering kali berarti disiksa atau menjalani metode eksekusi yang kejam, seperti penyaliban.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR