Nationalgeographic.co.id—Sebuah tim peneliti baru-baru ini menyelesaikan penelitian tentang asal-usul dua kerangka kuno dari Tiongkok kuno.
Apa yang menarik dari kerangka tersebut? Keduanya kehilangan bagian kaki bagian bawahnya pada saat dikuburkan. Peneliti kemudian menemukan bahwa bagian kaki yang hilang itu ada kaitannya dengan jenis hukuman di Tiongkok kuno.
Berdasarkan analisis ekstensif, peneliti menyimpulkan bahwa kedua individu tersebut adalah pria bangsawan dari Dinasti Zhou Timur (771—256 SM). “Mereka hidup sekitar 2.500 tahun yang lalu,” tulis Nathan Falde di laman Ancient Origins.
Hal yang paling mengherankan, penulis penelitian ini yakin bahwa bagian kaki para pria tersebut diamputasi sebagai hukuman atas tindakan ilegal atau tidak etis. Setelah menjalani hukuman, mereka diizinkan untuk menjalani hidupnya dengan bebas.
Hal ini mungkin terdengar seperti teori yang aneh. Tapi faktanya pemerintah Tiongkok kuno pada masa Zhou Timur memang menetapkan amputasi sebagai bentuk hukuman.
Praktik mutilasi yang dilegalkan ini, yue, berasal dari Tiongkok kuno pada masa Dinasti Xia (2.100—1.600 SM). Dalam sejarah Tiongkok kuno, praktik ini bertahan selama dua milenium sebelum akhirnya dilarang oleh Dinasti Han pada abad kedua SM.
“Penemuan tersebut, bersama dengan beberapa temuan sebelumnya, mencerminkan kekejaman sistem hukuman di Tiongkok awal,” kata penulis utama studi Qian Wang. Wang adalah profesor ilmu biomedis di Texas A&M University School of Dentistry.
Hukuman amputasi: keadilan yang keras di saat-saat Sulit
Kerangka kedua pria tersebut digali dari situs pemakaman kuno di Provinsi Henan, Tiongkok tengah timur. Masing-masing ditemukan di dalam peti mati mewah yang dibangun dalam dua lapisan. Peti itu sehingga menghadap utara dan selatan, sebuah praktik yang diperuntukkan bagi individu yang memiliki status sosial tinggi.
Mereka dikuburkan bersama berbagai macam barang kuburan, beberapa di antaranya berharga, termasuk tembikar, loh batu, dan kait sabuk tembaga.
Peneliti kemudian mempelajari siapa orang-orang ini dan apa sebenarnya yang mereka alami. Peneliti menggunakan berbagai metodologi analisis berteknologi tinggi, termasuk pemindaian tomografi komputer (CT) dan prosedur penanggalan radiokarbon, untuk menganalisis tulang.
Dengan menggunakan pendekatan ini, para ilmuwan menemukan bahwa kerangka tersebut milik dua pria paruh baya. Masing-masing berusia sekitar 40 dan 50 tahun. Keduanya hidup di masa pemerintahan Zhou Timur sekitar tahun 550 SM.
Analisis kimia terhadap unsur-unsur yang ditemukan di tulang mengungkapkan bahwa keduanya mengonsumsi makanan tinggi protein dan nutrisi nabati yang bermanfaat. Hal ini penting karena berarti pola makan para pria tersebut sesuai dengan pola makan normal di kalangan bangsawan Zhou Timur.
Masing-masing kerangka kehilangan bagian bawah salah satu kakinya. “Satu mengalami amputasi pada kaki kiri dan satu lagi di kaki kanan,” tambah Falde. Ujung tulang tungkai bawah (tibia dan fibula) telah sembuh secara merata dan sempurna.
Tampaknya, amputasi tidak dilakukan secara cepat atau sembarangan. Kualitas amputasi menunjukkan keterampilan bedah. Juga perawatan yang diterima para pria setelah prosedur selesai cukup baik untuk mencegah infeksi atau komplikasi lainnya.
Analisis membuktikan bahwa keduanya memiliki status sosial tinggi yang tidak mengalami penurunan status setelah kaki bagian bawah diamputasi.
Dalam artikel di jurnal Archaeological and Anthropological Sciences, ilmuwan menjelaskan bahwa keduanya dijatuhi hukuman amputasi karena kejahatan berat. Para peneliti mencatat bahwa bukti bioarkeologi didukung dengan catatan tertulis sejarah tentang hukum dan hukuman dari sistem pidana Dinasti Zhou.
Mereka juga menyoroti fakta bahwa individu-individu tersebut diizinkan untuk pulih dan mereka terus hidup selama bertahun-tahun.
Para peneliti dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa amputasi tersebut terkait dengan beberapa jenis cedera atau penyakit traumatis yang parah. Atau bahwa pria tersebut dilahirkan dengan kehilangan bagian anggota tubuh mereka.
Mereka juga menolak kemungkinan amputasi kurban, karena praktik ini tidak pernah disebutkan dalam catatan sejarah dari zaman Dinasti Zhou.
Sifat aneh dari hak istimewa kaum elite di Zhou Timur dalam sejarah Tiongkok kuno
Filsuf Tiongkok kuno, Zhuangzi, mengomentari sistem hukuman Zhou dalam beberapa tulisannya. Menurutnya, perwira militer berpangkat tertinggi dan bangsawan yang dekat dengan kerajaan dibebaskan dari hukuman yang lebih ekstrem. Misalnya amputasi. Ia juga menulis bahwa orang-orang ini mempunyai hak untuk dikuburkan di peti mati terbaik, yang dibuat dalam tiga lapisan.
Berdasarkan fakta-fakta penting ini, peneliti menyimpulkan bahwa kedua pria tersebut adalah perwira atau administrator berpangkat rendah. Hal ini akan menyebabkan mereka diamputasi jika perbuatan buruk mereka dinilai cukup serius, meskipun mereka memiliki identitas elite.
Menurut Qian Wang, hukum Zhou menetapkan amputasi sebagai hukuman yang pantas untuk berbagai jenis kejahatan. Kesalahan tersebut termasuk mencuri, mengabaikan tugas, dan berbohong kepada raja, dan masih banyak lagi.
Tampaknya amputasi kadang-kadang dapat dianggap sebagai hukuman yang lebih berbelas kasihan. Terutama bagi orang-orang berpengaruh yang dituduh melakukan kejahatan yang mungkin dapat mengakibatkan hukuman mati atau penjara jangka panjang.
Meski terdengar luar biasa, tampaknya hukuman amputasi Dinasti Zhou Timur dapat dilihat sebagai contoh tindakan hak istimewa elite. Setidaknya dalam beberapa keadaan.
Kebiadaban di suatu budaya adalah hukuman yang adil bagi budaya lain
Hukuman amputasi dianggap biadab menurut standar modern. Tapi tampaknya hukuman tersebut dianggap adil dalam budaya Zhou yang mendominasi sebagian besar Tiongkok pada milenium pertama SM. Dalam sejarah Tiongkok kuno, amputasi digunakan sebagai pengganti penjara, bukan sebagai penyiksaan atau penghinaan tambahan.
Apa pun kejahatan sebenarnya yang dilakukan individu tersebut, jelas bahwa mereka menerima perawatan medis berkualitas tinggi setelah amputasi. Mereka juga tidak menghadapi sanksi tambahan selain prosedur radikal ini.
Menurut para peneliti, kasus-kasus ini memperkaya pemahaman kita tentang konsekuensi fisik dari amputasi anggota tubuh bagian bawah. Juga menjelaskan konteks sosial dari amputasi pada zaman kuno.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR