Upacara-upacara tersebut mempertemukan anggota masyarakat yang tersebar untuk merayakan kelahiran, pubertas, pernikahan, dan kematian.
Upacara-upacara tersebut memiliki dampak meminimalkan bahaya sosial dan juga menyesuaikan orang-orang satu sama lain dalam kondisi emosional yang terkendali.
Laki-laki yang memiliki hubungan patrilineal dan keluarga mereka dianggap sebagai kelompok pemilik hak atas wilayah tertentu dan dibedakan dari tetangga berdasarkan wilayah.
Pernikahan sering diatur di antara kelompok teritorial sehingga kelompok tetangga bisa terhubung, tetapi ini adalah satu-satunya prinsip pengorganisasian yang memperluas kesatuan teritorial.
Setiap komunitas Turki Oghuz dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang lebih besar yang terdiri dari kerabat jauh maupun dekat. Hal tersebut menandakan "kesetiaan kesukuan".
Mereka tidak terlalu mengejar kekayaan dan sebagian besar menjadi penggembala atau bertani.
Status dalam keluarga didasarkan pada usia, jenis kelamin, hubungan darah, atau kemampuan menikah.
Laki-laki, seperti halnya perempuan, aktif dalam masyarakat, namun laki-laki adalah tulang punggung kepemimpinan dan organisasi.
Dede Korkut menggambarkan budaya para perempuan Turki Oghuzsebagai para ahli berkuda, pemanah, dan atlet.
Para tetuanya dihormati sebagai guru spiritual sumber kebijaksanaan.
Melalui perjalanan bangsa yang begitu panjang, tidak mengherankan jika suku Oghuz kemudian menjadi leluhur orang-orang Turki Utsmani yang menakjubkan. ***
Baca Juga: Mengapa Sultan Selim I Dijuluki Si Bengis di Kekaisaran Ottoman?
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR