"Kisah-kisah yang dibuang oleh filsuf abad ke-4 SM Plato dari Republik idealnya, bagaimanapun, disebut logoi, dan dia sering beralih ke muthoi, yakni argumen yang kita ketahui lebih rasional dari dialog filosofisnya untuk membuat poin penting," paparnya.
Mitos adalah istilah yang bermasalah bagi kita semua. Beberapa cendekiawan berpendapat bahwa istilah muthos tidak menunjuk pada jenis narasi atau cara berpikir tertentu di Yunani kuno.
Bagaimanapun, mitos bukanlah sesuatu yang hanya dimiliki oleh orang Yunani kuno – semua budaya, kuno dan modern, Barat dan non-Barat, punya mitosnya tersendiri.
Alih-alih mendefinisikan mitos berdasar etimologi atau sastra Yunani, kita harus memahaminya secara lebih luas sebagai jenis cerita yang dianggap menarik oleh sekelompok orang dalam suatu budaya.
Mengapa Mitos Sangat Penting?
Mitos membentuk imajinasi masyarakat. Meminjam konsep dari antropolog budaya Clifford Geertz, mitos menyediakan materi umum yang tidak hanya penting untuk dipikirkan tetapi juga 'baik untuk dipikirkan'.
Bagian mitos dari Perang Troya, misalnya, menawarkan kepada orang-orang Athena abad ke-5 konteks yang kaya tentang kengerian perang dan menyempurnakan gagasan mereka tentang kepahlawanan pada saat mereka terlibat permusuhan hampir setengah abad dengan Sparta.
"Sebaiknya, kita memandang mitos bukan sebagai objek atau ide, melainkan sebagai sistem komunikasi berdasarkan kumpulan kisah yang sudah ada sebelumnya, sebuah sistem yang membawa sejumlah asosiasi, konotasi, dan segudang interpretasi," jelas Dougherty.
Para dewa-dewi Olympian memegang komponen kunci kekayaan budaya dalam mitos Yunani. Peran mereka dalam mitos dan sastra terkenal sulit untuk dipahami oleh pembaca kontemporer yang jauh lebih akrab dengan tradisi agama monoteistik.
Di satu sisi, para dewa mitologi Yunani juga menjadi tulang punggung agama Yunani. Misalnya Zeus, Aphrodite, Ares, dan Prometheus, mereka semua disembah dan dihormati dengan festival perayaan sebagai bagian dari sistem agama panteistik.
Namun di sisi lain, dewa-dewi ini juga muncul dalam narasi sastra, seni, dan sejarah yang melampaui konteks agama, yang biasa dimaknai secara sempit. Artemis dan Aphrodite, misalnya, muncul dalam tragedi Hippolytus karya Euripides untuk membantu penikmatnya berpikir mengenai serangkaian pengalaman erotis, dari menahan nafsu secara total hingga pengalaman yang paling liar.
Baca Juga: Harapan Hidup Manusia Bermula dari Kisah Prometheus dan Pandora
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR