Nationalgeographic.co.id—Pada Rabu, 11 September 2024, Belantara Foundation bersama Universitas Pakuan dan sejumlah mitra internasional sukses menyelenggarakan webinar internasional bertajuk "Ekowisata Satwa Liar Berkelanjutan: Pembelajaran dari Asia".
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Belantara Learning Series Episode 11 (BLS Eps.11) dan diselenggarakan secara hybrid, baik luring di Bogor maupun daring melalui Zoom dan YouTube.
Webinar ini digelar dalam rangka memperingati sejumlah hari penting terkait konservasi alam dan pariwisata, seperti Hari Konservasi Alam Nasional, Global Tiger Day, World Elephant Day, International Orangutan Day, dan Hari Pariwisata Sedunia.
Tujuan utama webinar adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya para pemangku kepentingan, tentang konsep ekowisata satwa liar yang berkelanjutan.
Harapannya, kegiatan ini dapat menginspirasi para peserta untuk turut serta aktif dalam mengembangkan ekowisata yang ramah lingkungan dan berdampak positif bagi masyarakat lokal.
Saat memberikan sambutan, Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan bahwa tujuan utama webinar internasional ini adalah untuk meningkatkan pemahaman stakeholders tentang makna sesungguhnya dari ekowisata satwa liar berkelanjutan.
Tujuannya adalah agar dapat memotivasi dan menumbuhkan inspirasi peserta akan pentingnya berpartisipasi aktif dalam mengembangkan ekowisata satwa liar berkelanjutan di kawasan Asia khususnya di Indonesia.
“Ekowisata satwa liar seharusnya bisa menjadi wahana untuk melibatkan dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, serta sekaligus memberikan perlindungan ekologis terhadap satwa liar dan keanekaragaman hayati lainnya,” ujar Dolly, yang menjadi salah satu narasumber pada webinar internasional ini.
“Secara tidak langsung, kegiatan ekowisata atau wisata berkelanjutan dapat memberikan edukasi lingkungan hidup, baik kepada pengunjung maupun masyarakat sekitar, yang sekaligus juga dapat membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan perekonomian dan kehidupan sosialnya. Kini, ekowisata satwa liar telah menjadi bagian dalam mendukung dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan, di tengah semakin rusak dan kritisnya sumber daya hayati,” imbuh Dolly, yang juga Pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.
Rektor Universitas Pakuan, Prof. Dr. rer.pol. Ir. Didik Notosudjono, M.Sc., IPU, Asean Eng., APEC Eng., pada saat memberikan keynote speech menjelaskan bahwa praktik ekowisata berkelanjutan di Indonesia telah menunjukkan perkembangan positif di beberapa wilayah. Namun tantangan besar masih harus diatasi, terutama dalam hal pengawasan, infrastruktur, dan kesadaran.
Untuk memastikan bahwa ekowisata benar-benar berkelanjutan, Indonesia perlu memperkuat regulasi, meningkatkan pendidikan lingkungan, dan memastikan bahwa pariwisata memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal dan lingkungan secara jangka panjang.
Baca Juga: Bersinergi untuk Bahari, Upaya PIS Merawat Ekowisata Hiu Paus di Teluk Cendrawasih
“Dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada, Perguruan Tinggi dapat berkontribusi dalam mengembangkan ekowisata berkelanjutan melalui berbagai cara, antara lain melakukan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, kolaborasi dengan masyarakat lokal, inovasi teknologi, monitoring dan evaluasi, penyadaran publik dan kampanye,” ujar Prof. Didik.
"Dengan demikian, melalui peran-peran tersebut, perguruan tinggi tidak hanya dapat mendukung pengembangan ekowisata berkelanjutan, tetapi juga dapat berkontribusi dalam melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal."
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof. Dr. Ir. Hadi Sukadi Alikodra, MS. mengatakan bahwa pentingnya kolaborasi antarpihak dalam mencapai tujuan dengan konsep triple helix pada program ekowisata dan bioprospeksi hidupan liar untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Konsep tersebut menggabungkan peran akademisi, sektor bisnis, dan pemerintah.
“Dengan melibatkan berbagai pihak, konsep triple helix dapat digunakan untuk mencari pendekatan inovatif guna meningkatkan pengembangan dan implementasi ekowisata dan bioprospeksi hidupan liar berkelanjutan di Indonesia. Tentu saja butuh koordinasi yang baik, juga komitmen tinggi, dari berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,” ujar Prof. Hadi.
Pada kesempatan yang sama, Pendiri dan Direktur Eksekutif Indecon, Drs. Ary S. Suhandi, M.Par., mengatakan bahwa wisata satwa liar telah menjadi tren signifikan di tingkat global yang didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap alam, konservasi, dan wisata berkelanjutan.
“Ekowisata juga dapat dimanfaatkan untuk berkontribusi pada upaya pelestarian alam maupun budaya. Namun hal itu jika pariwisata dikelola dengan baik dan benar. Jika tidak, maka pariwisata juga memiliki resiko menimbulkan dampak negatif baik pada lingkungan maupun sosial budaya. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat menjadi krusial didahulukan,” ujar Ary.
Turut hadir memberikan sambutan pada Webinar Internasional – BLS Eps.11 yaitu Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A., Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh narasumber yang memiliki keahlian dan segudang pengalaman di bidang ekowisata satwa liar berkelanjutan, yaitu Albert Chin Kion Teo dari Borneo Eco Tours, Malaysia; Prof. M. Monirul H. Khan, Ph.D., dari Department of Zoology Jahangirnagar University, Bangladesh; dan Chittaranjan Baruah, Ph.D., dari Darrang College, Assam, India. Kegiatan ini dimoderatori oleh Sunarto, Ph.D., Co-Chair IUCN IdSSG.
Setelah webinar internasional - Belantara Learning Series Eps.11, dilakukan penandatanganan kerja sama antara Universitas Pakuan dengan Darrang College, Assam, India.
Kerja sama yang ditandatangani meliputi aspek-aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
KOMENTAR