Senjata suara di era modern
Musik digunakan selama Perang Dunia II untuk menimbulkan stres dan kecemasan. Tentara Soviet memainkan tango Argentina melalui pengeras suara sepanjang malam untuk membuat tentara Jerman tetap terjaga. Tim pengeras suara AS memutar musik rock yang memekakkan telinga. Musik itu diputar siang dan malam selama pengepungan AS terhadap Jenderal Panama Manuel Noriega pada tahun 1989.
Pada tahun 2000-an, Amerika kembali menggunakan musik yang menjengkelkan dan tak henti-hentinya di Irak dan Afghanistan.
Perkembangan energi suara yang dijadikan senjata baru-baru ini lebih tidak menyenangkan. “Sering kali ditujukan untuk pengendalian massa sipil,” ujar Mayor.
Ilmuwan militer di Amerika Serikat, Israel, Tiongkok, dan Rusia mengungkap persenjataan frekuensi tinggi dan rendah. Suara itu “tidak mematikan” dengan desibel tinggi dan berdenyut yang dirancang untuk menyerang indera.
Contohnya termasuk perangkat akustik magnetik genggam atau yang dipasang di tank, meriam getaran sonik, dan perangkat akustik jarak jauh. Perangkat ini pertama kali digunakan oleh pasukan AS di Irak pada tahun 2004. Kemudian oleh polisi terhadap protes warga di New York dan Missouri.
Pemancar gelombang suara tidak hanya berbahaya secara psikologis. Senjata ini dapat menyebabkan rasa sakit dan pusing, luka bakar, dan kerusakan permanen pada telinga bagian dalam. Serta kemungkinan cedera neurologis dan internal.
Sejak jaman dahulu, kreativitas manusia dalam menggunakan suara yang dahsyat untuk membingungkan dan mengalahkan musuh berkembang. Awalnya digunakan untuk mengintimidasi sampai akhirnya digunakan untuk menimbulkan cedera fisik.
Source | : | Big Think |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR