Nationalgeographic.co.id—Indra Leonardi, seorang fotografer komersial ternama, telah menyelesaikan perjalanan khusus memotretnya selama setahun penuh, tepatnya sejak 19 Agustus 2023 hingga 19 Agustus 2024. Setiap hari ia memaksa dirinya untuk tetap disiplin membawa kamera. Tujuannya satu: memotret sesuatu yang blur.
“Sebagai sesama fotografer, pasti Mas tahu bahwa kadang membawa kamera itu lumayan membebani, pun terkadang malas, tapi saya menetapkan target bahwa itu harus terlaksana, 365 hari saya harus memotret, sehingga target ini menjadi disiplin saya,” cerita Indra Leonardi kepada saya yang sedang menikmati beberapa hasil karyanya.
Pameran karya-karya foto Indra Leonardi ini dibuka pada 13 Oktober hingga 2 November 2024, bertempat di Spac8, Ashta, Jakarta Selatan.
Setiap foto yang dipamerkan ini tidak berjudul, tidak berlokasi, tidak bercerita apa pun dalam teks. Ini adalah ingatan dari perjalanan Indra selama melalang buana setahun silam.
Fotonya hitam putih, bahkan terlihat samar-samar. Mengapa demikian?
“Inspirasi blur ini sebenarnya untuk mengenang saat saya bekerja, terkadang ada foto-foto yang memang secara tidak sengaja blur, kadang memang ada yang saya sengaja untuk blur sebagai sebuah filosofi bahwa foto blur yang tidak sempurna ini juga memiliki sisi kesempurnaannya sendiri,” jawab Indra.
“Apakah pameran ini semacam sebuah eskapisme Mas Indra dari segala peraturan, serta tren komposisi memotret di era kini?” tanya saya pada Indra.
“Wah, betul juga, ya, Mas Donny, saya rasa pameran ini menjadi eskapisme personal saya di tengah sibuknya memotret,” jawab Indra dengan tersenyum.
Subjek yang dipotret Indra beragam. Mulai dari bias lampu, bunga di toko bunga yang ia kunjungi di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, perjalanannya menuju Tangkuban Parahu, Jawa Barat, hingga aktivitas rutin anaknya bermain tenis di hari senin.
Perjalanan ini menghasilkan lebih dari 15.000 total foto, dengan kurang lebih 500 diantaranya berhasil terkurasi untuk berada di pameran ini. Proyek ini terasa personal bagi Indra sebagai salah satu caranya untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-60.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Apa yang Terjadi pada Anak dalam Foto Kevin Carter?
Ada beberapa teknik cetak karya foto yang dipamerkan dalam pameran ini. Salah satunya adalah teknik cetak foto lentikular yang menghasilkan ilusi sedikit hologram.
Dalam pameran ini, Indra tidak sendirian. Seorang seniman asal Bandung, Eldwin Pradipta, turut berpartisipasi melalui karya digitalnya.
Eldwin menggunakan sebuah kamera kecil (seperti webcam) yang merekam pengunjung dengan teknik kecepatan rendah, sehingga pergerakan pengunjung terlihat blur di layar proyektor. Eldwin menuturkan bahwa Indra cukup memberi inspirasi dalam hidup berkeseniannya, sehingga karyan Eldwin cukup senada dengan karya-karya foto Indra dalam pameran bertajuk "365" ini.
Pameran "365" adalah proyek 1 tahun yang dibuat Indra Leonardi dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-60. Menggunakan teknik tradisional dan lensa dari kamera Sony, Leonardi sengaja menciptakan gambar buram yang abstrak, unutk mencerminkan kehidupan dan perjalanannya sehari-hari.
Pameran di Spac8 ini menyoroti keindahan ketidaksempurnaan dan keaslian artistik dengan pemahaman lintas budaya. Dalam seri foto ini Indra justru merangkul kekaburan sebagai metafora untuk memori dan refleksi, beralih dari ketajaman kejelasan dan kualitas gambar yang sering diasosiasikan dengan kemampuan fotografer profesional.
Enin Supriyanto, seorang kurator seni, mengapresiasi pameran ini. Dia juga mengatakan bahwa ini adalah karya-karya yang tampaknya merefleksikan pengalaman dan perjalanan hidup Indra.
“Saya menduga bahwa seri foto ini justru dibuat dengan keindahan untuk melakukan refleksi atas pengalaman dan perjalanan hidup, baik sebagai pribadi maupun sebagai seorang fotografer profesional. Ia ingin merayakan hubungan dirinya dengan kamera dan fotografi secara keseluruhan dengan cara membebaskan diri sekaligus membebaskan kamera dari tuntutan ketajaman dan kejelasan gambar," ujar Enin.
Enin juga mengatakan bahwa Indra tampaknya ingin menghidupkan kembali watak intuitif dan spontan, dengan menjadikan lensa kameranya sebagai penangkap rutinitas kegiatannya sehari-hari, "tetapi hanya sebagai tanda-tanda yang samar, sebagai kelebat ingatan."
"Semua ini adalah jeda dari kebiasaan atau habitus yang selama ini melingkupi praktik Indra Leonardi sebagai fotografer profesional," ujar Enin. "Seperti dalam puisi, jeda, atau caesura, adalah batas yang mengapung samar, blur sejenak menjadi ruang refleksi, penentu makna atau tanda bagi alur kisah yang baru."
Penulis | : | Donny Fernando |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR