Nationalgeographic.grid.id—Di tengah sorotan global terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan, industri minyak sawit—yang selama ini kerap dikaitkan dengan deforestasi dan kerusakan lingkungan—mengalami transformasi signifikan.
Malaysia, sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar dunia, mengklaim telah mengambil peran sentral dalam mendorong perubahan positif ini. Mereka mengaku telah berkomitmen semakin kuat terhadap pelestarian lingkungan.
Negara ini telah menetapkan target ambisius untuk menjaga setidaknya 50% wilayahnya tetap berupa hutan.
Data terbaru dari Laporan Komunikasi Nasional Keempat menunjukkan bahwa pada Desember 2023, Malaysia telah berhasil mempertahankan 54,9% tutupan hutannya.
"Angka ini merupakan bukti nyata dari upaya serius pemerintah dan industri dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan alam," papar The Edge Malaysia dalam artikelnya.
Komitmen Malaysia ini sejalan dengan perjanjian internasional seperti Perjanjian Paris, yang bertujuan membatasi kenaikan suhu global. Di tingkat nasional, Malaysia telah menerapkan skema sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Malaysia (MSPO) yang mewajibkan perusahaan-perusahaan untuk menerapkan praktik-praktik berkelanjutan yang ketat.
Melalui MSPO, perusahaan-perusahaan dilarang melakukan deforestasi dan wajib melindungi kawasan Nilai Konservasi Tinggi (HCV), hutan primer, dan wilayah dengan stok karbon yang signifikan.
Batas waktu "Tidak Ada Deforestasi" yang ditetapkan pada 31 Desember 2019 semakin menegaskan komitmen Malaysia terhadap praktik-praktik yang bertanggung jawab.
Konservasi keanekaragaman hayati telah menjadi fokus utama dalam industri minyak sawit Malaysia. Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOC) melaporkan bahwa semakin banyak perusahaan yang mengintegrasikan praktik-praktik konservasi ke dalam operasi mereka.
Hal ini menunjukkan adanya pemahaman yang semakin mendalam bahwa ekosistem yang sehat merupakan kunci keberhasilan pertanian berkelanjutan. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan minyak sawit menyadari bahwa kelestarian lingkungan bukanlah sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang untuk memastikan keberlangsungan bisnis mereka.
Dengan mematuhi standar MSPO, perusahaan-perusahaan minyak sawit Malaysia telah menunjukkan komitmen mereka untuk mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab. Mereka telah membuktikan bahwa produktivitas pertanian dapat dicapai tanpa mengorbankan lingkungan.
Baca Juga: Industri Kelapa Sawit Tengah Dihantam 'Karma', Dipicu Perubahan Iklim?
Hal ini merupakan langkah penting dalam mengubah persepsi global terhadap industri minyak sawit, yang selama ini sering diidentikkan dengan praktik-praktik yang merusak lingkungan.
Beberapa langkah inisiatif yang telah dilakukan Malaysia
Dalam lanskap industri minyak sawit yang seringkali dikaitkan dengan deforestasi dan kerusakan lingkungan, Sawit Kinabalu Group (SKG) muncul sebagai pelopor dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati.
Melalui inisiatif konservasi yang komprehensif, SKG telah berhasil mengintegrasikan praktik-praktik pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan ke dalam operasi perkebunan mereka.
Salah satu contoh nyata dari komitmen SKG terhadap konservasi adalah pendirian Kawasan Konservasi Sungai Pin (SPnCA). Dengan luas mencapai 2.632 hektar, atau setara dengan 42% dari total luas Perkebunan Sungai Pin, SPnCA merupakan salah satu kawasan konservasi sukarela terbesar di Sabah.
Kawasan ini menjadi semacam oase bagi flora dan fauna endemik, sekaligus sebagai laboratorium alam bagi para ilmuwan dan pemerhati lingkungan.
SKG telah mengembangkan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi (CAMP) yang komprehensif untuk SPnCA. Dirancang bekerja sama dengan Departemen Kehutanan Sabah pada 2019, "CAMP memastikan bahwa setiap langkah konservasi yang dilakukan memiliki dasar ilmiah yang kuat dan terkoordinasi dengan baik."
Melalui CAMP, SKG tidak hanya melindungi hutan primer, lahan basah, dan zona sensitif ekologis lainnya, tetapi juga aktif memulihkan habitat yang telah terdegradasi.
Reboisasi menjadi salah satu pilar utama strategi berikutnya. Melalui proyek-proyek ambisius, perusahaan-perusahaan ini tidak hanya mengembalikan fungsi ekologis lahan yang terdegradasi, tetapi juga berkontribusi secara signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Reboisasi tidak sekadar menanam pohon, melainkan merupakan proses restorasi ekosistem yang kompleks. Dengan memilih spesies tumbuhan asli yang sesuai, perusahaan minyak sawit menciptakan habitat baru yang mendukung kehidupan berbagai satwa liar.
Baca Juga: Industri Sawit Masih Picu Deforestasi, Lahan Gambut Tak Luput Jadi Sasaran
Hutan-hutan yang tumbuh kembali ini juga berperan sebagai penyerap karbon yang efektif, membantu mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.
Salah satu contoh nyata keberhasilan reboisasi dalam industri minyak sawit adalah proyek yang dilakukan oleh Otoritas Konsolidasi dan Rehabilitasi Lahan Sarawak (SALCRA) di Perkebunan Kelapa Sawit Lemanak.
Bekerja sama dengan WWF-Malaysia dan Malesiana Tropicals, SALCRA telah memulai program penanaman pohon skala besar di zona penyangga riparian yang kritis. Tujuan utama proyek ini adalah untuk mencegah erosi tanah dan memulihkan ekosistem sungai yang merupakan sumber kehidupan bagi banyak organisme.
Sejak diluncurkan pada Oktober 2022, proyek reboisasi di Lemanak telah menunjukkan perkembangan yang sangat positif. Dimulai dengan penanaman 43 bibit, proyek ini terus berkembang pesat dengan penambahan 110 bibit pada Mei 2023.
Beragam spesies pohon buah-buahan dan kayu asli yang ditanam tidak hanya akan memberikan manfaat ekologis, tetapi juga memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat setempat.
Fragmentasi habitat akibat perluasan perkebunan kelapa sawit telah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup berbagai spesies satwa liar. Untuk mengatasi masalah ini, banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit, termasuk para pelaku industri di Malaysia, telah menginisiasi pembangunan koridor satwa liar.
Koridor ini berperan sebagai jembatan hijau yang menghubungkan fragmen-fragmen hutan yang terisolasi, memungkinkan hewan-hewan untuk berpindah, mencari makan, dan berkembang biak secara bebas.
Dengan demikian, koridor satwa liar tidak hanya menjaga kelangsungan hidup populasi satwa liar, tetapi juga menjaga keragaman genetik yang sangat penting untuk kelangsungan jangka panjang suatu spesies.
Salah satu contoh sukses dari inisiatif pembangunan koridor satwa liar adalah proyek yang dilakukan di Tawau, Sabah. Proyek ini bertujuan untuk menghubungkan Hutan Tawau, salah satu hutan hujan tropis tertua di Asia Tenggara, dengan Bukit Quoin.
Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi dampak negatif fragmentasi hutan terhadap keanekaragaman hayati di kawasan tersebut.
Dalam upaya menciptakan koridor satwa liar yang fungsional dan menarik bagi berbagai spesies, proyek di Tawau ini menempatkan tanaman ara sebagai komponen utama. "Dengan lebih dari 160 spesies ara yang tumbuh di Borneo, tanaman ini memiliki peran yang sangat penting dalam ekosistem hutan hujan tropis," ungkap laporan tersebut.
Baca Juga: Minyak Mikroba, Calon Penantang Minyak Sawit yang Diklaim Lebih Ramah Lingkungan
Buah ara merupakan sumber makanan yang kaya nutrisi bagi berbagai jenis satwa liar, mulai dari serangga kecil hingga mamalia besar seperti beruang. Selain itu, pohon ara juga menyediakan tempat berteduh dan bersarang bagi banyak spesies burung.
Aspek penting lain dari konservasi keanekaragaman hayati di perkebunan kelapa sawit Malaysia adalah integrasi area HCV ke dalam rencana pengelolaan perkebunan.
Area HCV, yang diidentifikasi berdasarkan nilai ekologis, sosial, dan budaya yang unik, memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi spesies langka.
Dengan demikian, integrasi area HCV ke dalam rencana pengelolaan perkebunan menjadi langkah penting untuk memastikan keberlanjutan industri minyak sawit.
Johor Plantations Group Bhd (JPG) merupakan salah satu contoh perusahaan yang telah menunjukkan komitmen kuat terhadap pelestarian area HCV.
Dengan lokasi perkebunan yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Endau-Rompin dan Cagar Alam Labis, JPG menyadari pentingnya menjaga keutuhan ekosistem yang ada.
Sebagai operator yang bertanggung jawab, JPG telah menerapkan berbagai praktik pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan memastikan kelestarian habitat alami.
Dengan mengidentifikasi dan melindungi area HCV di dalam wilayah konsesinya, JPG tidak hanya berkontribusi pada pelestarian keanekaragaman hayati, tetapi juga menjaga jasa ekosistem yang penting bagi masyarakat sekitar.
Area HCV yang dilindungi dapat berfungsi sebagai penyangga alami, mencegah erosi tanah, dan menjaga kualitas air. Selain itu, keberadaan area HCV juga dapat memberikan manfaat ekonomi melalui kegiatan ekowisata dan pengembangan produk-produk berbasis hutan yang berkelanjutan.
Selain inisiatif-inisiatif ini, Malaysia juga telah mengambil langkah proaktif dengan meluncurkan proyek Central Forest Spine (CFS). CFS merupakan sebuah inisiatif ambisius yang bertujuan untuk menghubungkan kembali hutan-hutan yang terfragmentasi di Semenanjung Malaysia, menciptakan koridor ekologis yang luas dan terintegrasi.
Proyek ini bukan hanya sekadar upaya pelestarian hutan, melainkan sebuah visi jangka panjang untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan bagi negara.
Baca Juga: Mungkinkah Konsep Minyak Sawit Berkelanjutan Benar-benar Bisa Terwujud?
Dengan menghubungkan kembali fragmen-fragmen hutan yang terisolasi, CFS memungkinkan pergerakan satwa liar secara bebas, sehingga meningkatkan konektivitas genetik populasi dan mengurangi risiko kepunahan.
Inisiatif ini memiliki arti yang sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies-spesies ikonik seperti harimau Malaya, yang membutuhkan wilayah jelajah yang luas untuk bertahan hidup. Selain itu, CFS juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, melindungi sumber daya air, dan mengatur iklim mikro.
Keberhasilan proyek CFS tidak terlepas dari komitmen kuat pemerintah Malaysia dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi non-pemerintah, masyarakat adat, dan sektor swasta. Kolaborasi yang erat antar berbagai pihak ini menjadi kunci dalam mengatasi tantangan kompleks yang dihadapi dalam upaya konservasi hutan.
Investasi jangka panjang
Keanekaragaman hayati berperan sebagai fondasi yang kokoh bagi ekosistem pertanian yang sehat. Serangga penyerbuk seperti lebah dan kupu-kupu, misalnya, memainkan peran krusial dalam proses penyerbukan tanaman.
Dengan memfasilitasi pembuahan bunga, penyerbuk secara langsung berkontribusi pada peningkatan hasil panen. Selain itu, predator alami seperti burung dan serangga tertentu membantu mengendalikan populasi hama tanaman, mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia yang berbahaya bagi lingkungan.
Lingkungan yang kaya akan keanekaragaman hayati juga memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menjaga kesuburan tanah. Berbagai jenis mikroorganisme dalam tanah bekerja sama dalam siklus nutrisi, menguraikan bahan organik menjadi nutrisi yang dibutuhkan tanaman.
Akar tanaman yang dalam dan beragam juga membantu mencegah erosi tanah, sehingga menjaga kualitas tanah dalam jangka panjang.
Perusahaan minyak sawit yang memprioritaskan keanekaragaman hayati tidak hanya memperoleh manfaat ekologis, tetapi juga meraih keuntungan bisnis yang signifikan.
Konsumen saat ini semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan dan cenderung memilih produk yang berasal dari perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Dengan demikian, perusahaan yang memiliki reputasi baik dalam hal pelestarian lingkungan akan lebih mudah menarik konsumen dan investor.
Selain itu, regulator dan pemerintah juga semakin memberikan perhatian pada praktik-praktik bisnis yang berkelanjutan. Perusahaan yang dapat menunjukkan komitmen mereka terhadap pelestarian lingkungan akan lebih mudah memenuhi persyaratan peraturan yang berlaku.
Dengan kata lain, pelestarian keanekaragaman hayati merupakan investasi jangka panjang yang dapat meningkatkan daya saing dan reputasi perusahaan di pasar global.
Tantangan dan peluang
Industri minyak sawit, yang seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan terkait dengan pelestarian lingkungan, telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan positif.
Melalui adopsi teknologi mutakhir dan pembentukan kemitraan strategis, sektor ini telah berhasil mencapai kemajuan signifikan dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati.
Perkembangan pesat di bidang teknologi telah memberikan angin segar bagi upaya pelestarian keanekaragaman hayati dalam industri minyak sawit. Pemetaan satelit, penginderaan jauh, dan analisis data yang canggih memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi, memonitor, dan mengelola area HCV dengan lebih presisi.
Dengan memanfaatkan teknologi ini, perusahaan dapat melacak perubahan tutupan lahan, mengidentifikasi spesies langka, dan mengevaluasi efektivitas upaya konservasi secara real-time.
Kolaborasi antara perusahaan minyak sawit, pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal menjadi kunci keberhasilan dalam upaya konservasi.
Kemitraan ini memungkinkan berbagi pengetahuan, sumber daya, dan pengalaman, sehingga menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Melalui kemitraan, perusahaan dapat mengakses keahlian teknis yang diperlukan untuk mengelola area HCV, serta membangun dukungan sosial yang kuat bagi inisiatif konservasi mereka.
Integrasi prinsip-prinsip ESG ke dalam strategi bisnis telah menjadi semakin penting bagi perusahaan minyak sawit.
Dengan memprioritaskan keanekaragaman hayati dalam kerangka ESG, perusahaan tidak hanya memenuhi tanggung jawab sosial mereka, tetapi juga meningkatkan daya saing bisnis mereka.
Investor institusional, konsumen, dan pemangku kepentingan lainnya semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas dari perusahaan terkait dengan praktik lingkungan dan sosial.
Meskipun masih banyak tantangan yang harus diatasi, masa depan konservasi keanekaragaman hayati dalam industri minyak sawit tampak cerah.
"Upaya berkelanjutan untuk mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang akan membentuk masa depan industri, memastikan bahwa budidaya minyak sawit dan konservasi lingkungan berjalan beriringan," tutup laporan tersebut.
KOMENTAR