Kemudian bintoeng bola keppang yang digambarkan memiliki rumah dengan tiang yang satu lebih pendek dari tiang lainnya, sehingga rasi bintang ini terlihat pincang.
Menurut pemahaman masyarakat suku Bugis, bintoeng bola keppang dilambangkan dengan dengan seorang tukang kayu yang membangun rumah dan berkali-kali memotong tiang rumahnya secara tidak rata.
Tukang kayu tersebut tidak pernah menyelesaikan pekerjaan rumahnya sebab wanita cantik atau janda cantik (bintoeng balue) tetangganya selalu mengganggunya.
Bintoeng bola keppang dalam navigasi suku Bugis digunakan sebagai petunjuk arah selatan. Rasi bintoeng bola keppang digunakan oleh nelayan suku Bugis apabila dalam pelayaran Bintoeng Balue tidak terlihat posisinya selama pelayaran.
Keberadaan bintoeng bola keppang tidak jauh dengan bintoeng balue sehingga bintoeng bola keppang dapat dijadikan alternatif untuk menentukan arah selatan dalam navigasi masyarakat suku Bugis. Bintoeng bola keppang juga dapat digunakan sebagai tanda perubahan cuaca.
Lalu ada bintoeng bole mangngiweng dan bintoeng lambarue, dua rasi bintang yang berdekatan, yaitu bintoeng bole mangngiweng berarti bintang hiu, dan bintoeng lambarue yang berarti bintang pari.
Kedua rasi bintang ini tidak digunakan oleh masyarakat suku Bugis sebagai sistem navigasi, tetapi kedua rasi bintang ini digunakan oleh masyarakat suku Bugis sebagai penentu posisi pelabuhan dengan jarak jauh dan dapat digunakan sebagai bintang pedoman dalam mempertahankan haluan kapal pada saat aktivitas pelayaran.
Bintoeng kappala dan bintoeng balu mandara merupakan dua rasi bintang yang saling berdekatan. Bintoeng kappala atau biasa disebut dengan bintang biduk di mana rasi bintoeng kappala digambarkan sebagai kapal.
Bintoeng balu mandara atau biasa disebut dengan janda Mandar. Kedua rasi bintang ini dapat digunakan sebagai sistem navigasi untuk menunjukkan arah Utara.
Berdasarkan penggunaannya, bintoeng kappala banyak digunakan untuk menentukan arah utara sedangkan bintoeng balu mandara digunakan untuk penentuan secara spesifik.
Baca Juga: 'Di Lao Denangdaku' Mantra Suku Bajo untuk Menjaga Laut dari Kerusakan
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR