Setelah dewasa, ia akan menikah dan tinggal di tempat keluarga istrinya tanpa memiliki kuasa di rumah tersebut. Apabila bercerai, suami itulah yang harus membawa barang-barang dan keluar dari rumah.
Laki-laki yang tidak punya istri dianggap hina karena harus kembali tinggal dan menetap di surau, harus menunggu istri lagi untuk bisa tinggal di rumah. Laki-laki yang sudah bercerai akan sangat merasa malu apabila tinggal dan menetap di rumah ibu atau saudara perempuannya.
"Beberapa pernyataan Hamka pada waktu itu mendapatkan reaksi yang keras dari berbagai kalangan, namun apa yang diperjuangkan Hamka dulu, saat ini sangat relevan," ungkap Jonson.
Adat saat ini lebih fleksibel dari sebelumnya, mamak merupakan pusat dan inti dari sistem kekerabatan matrilineal dan rumah gadang sebagai basis tempat tinggal anggota keluarga secara luas.
Di dalam rumah gadang inilah eksistensi mamak akan diakui oleh semua anggota keluarga. Seorang mamak mempunyai tanggung jawab sebagai pemelihara dan pemberi kesejahteraan kepada anggota rumah gadang tersebut.
Semua aktivitas yang berhubungan dengan rumah gadang akan selalu melibatkan mamak. Namun, peranan dan wewenang mamak dalam sistem kekerabatan matrilineal di Minangkabau ini telah mengalami pergeseran
Seiring dengan berjalannya waktu peran ayah benar-benar utuh dan relasi paman dengan keponakan pada saat ini lebih mengarah ke relasi kasih sayang dan penghormatan.
Dalam novel-novelnya, Hamka konsisten menempatkan outsider sebagai protagonis, di mana pada awalnya para outsider (orang luar) seperti Zainuddin, Hamid, dan Poniem mengalami kesedihan yang sangat mendalam selama konflik terjadi.
Meski begitu di akhir cerita, merekalah peran dan tokoh yang paling bersahaja dan beruntung, outsiders di ketiga novel tersebut diakhiri dengan cerita happy ending.
Zainuddin sukses dengan karya bukunya, Poniem menikah lagi dengan lelaki yang mencintainya dan bisnisnya berjalan lancar, dan akhirnya Hamid bisa sampai ke Kota Mekkah.
Hal itu menunjukkan pandangan progresif Hamka bahwa keterbukaan terhadap pengaruh luar dan kemampuan untuk beradaptasi adalah kunci untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
"Buya Hamka menunjukkan bahwa adat masih memiliki nilai yang penting, asalkan mampu beradaptasi dan berkembang seiring dengan perubahan zaman," tegas Jonson.
Baca Juga: Tan Malaka, Bangsawan dari Tanah Minang yang 'Bunuh Diri Kelas'
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR