Nationalgeographic.co.id - Hujan tidak akan selamanya mengguyur lingkungan Anda terus menerus. Ada kalanya dia reda. Namun pada musim-musim tertentu, hujan reda kala malam membawa tantangan baru: laron yang terbang entah dari mana menuju lampu sebelum akhirnya mati dan menjadi bangkai yang mengotorkan halaman.
Sebelum merasa terganggu, cobalah memahami siklus hidup laron yang dramatis. Mereka bisa bertahan hidup satu hingga dua tahun dari sarangnya. Kemudian keluar mencari pasangan hidup. Lalu, hidup mereka berakhir tragis dengan "kelelahan" di langit malam setelah mencari sumber cahaya--lampu rumah Anda.
Laron yang suka keluar setelah hujan reda
Ada alasan biologis di balik laron yang muncul setelah hujan reda. Mereka adalah serangga yang rapuh dan penerbang yang payah. Kulit atau rangka luar laron sangat tipis dan lembut, membuatnya harus selalu berada di tempat yang lembap dan tertutup dari panas matahari.
Dengan demikian, kulit mereka yang tipis memiliki toleransi yang rendah terhadap perubahan kelembapan. Hal ini yang menjadikan kita jarang melihat laron muncul di luar rumah dan pada siang hari. Belum lagi, predator dapat mengintai kehidupan laron yang sangat rapuh seperti kadal, burung, dan cecak.
Dalam tatanan sosial laron, kelas penyerbu adalah yang paling rentan karena kelangsungan hidup yang mengharuskan mereka sering keluar dari sarangnya. Laron kasta ini punya peran dalam perkembangbiakan untuk memulai koloni laron baru. Karena kondisi lingkungan yang berbahaya di luar sana, hanya sedikit laron penyerbu yang sukses untuk melanjutkan kehidupan.
Ketika hujan reda, kelembapan udara sangat cocok bagi laron penyerbu untuk keluar dan mencari pasangan berkembang biak. Jika mereka tidak mendapatkan pasangan, mereka hanya bisa bertahan semalam saja sebelum fajar menyingsing. Laron yang berhasil mendapatkan pasangan akan menanggalkan sayap dan berjalan bersama pasangannya untuk kawin dan bertelur.
Laron menuju sumber cahaya
Sarang atau koloni laron di bawah tanah punya suhu yang hangat untuk menjaga kulit mereka yang rentan. Hujan menjadikan sarang mereka jadi lebih lembap dan dingin. Ketika hujan reda di malam hari, mereka akan keluar mencari sumber kehangatan seperti lampu dan televisi.
Puncaknya adalah ketika malam setelah hujan dengan langit yang cerah. Laron akan keluar bergerombol mencari kehangatan sembari berkembang biak. Tanah yang basah memberi waktu lebih lama bagi mereka untuk kawin dan menemukan tempat sarang yang cocok.
Ada pun laron memiliki orientasi positif terhadap cahaya atau fototaksis seperti serangga lainnya. Secara biologis, fitur ini mendorong laron untuk tebang dengan cahaya sebagai navigasi mereka mencari pasangan.
Baca Juga: Apakah Serangga Pemakan Plastik Bisa Jadi Solusi Daur Ulang Alami?
Dorongan keluar mencari sumber cahaya semakin bertambah berkat insting alami untuk kawin. Bagi laron, cahaya adalah tanda lingkungan stabil yang bebas dari ancaman predator.
Sayangnya, cahaya yang kita buat seperti lampu mengganggu proses alami laron untuk bernavigasi. Cahaya buatan menyebabkan mereka berkerumun ke sumber cahaya dan terjebak di sekitarnya. Beberapa ahli serangga berpendapat bahwa perilaku ini mengalami evolusi dari awalnya laron menjalani proses reproduksi dengan cahaya alami, terkadang membingungkan mereka dengan cahaya buatan.
Laron memang kerap mengganggu karena sering menjadi bangkai di sembarang tempat sekitar rumah. Mereka juga adalah rayap yang sering memakan kayu dan bahan-bahan organik lainnya. Meski demikian, laron punya peran ekologis dalam proses daur ulang, sehingga membantu dekomposisi dan mengembalikan unsur hara ke tanah.
Kehidupan laron yang rentan berkontribusi dalam rantai makanan bagi spesies predator. Tanpa laron, burung-burung dan kadal tidak dapat singgah untuk menghidupi lingkungan secara berkelanjutan.
Source | : | Gramedia.com,Rentokill |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR