Nationalgeographic.co.id—Tahun 2024 menorehkan catatan kelam dalam sejarah Bumi. Perubahan iklim, yang selama ini menjadi ancaman nyata, kini telah menjelma menjadi kenyataan pahit yang dirasakan oleh seluruh umat manusia.
Data-data ilmiah yang tak terbantahkan menunjukkan bahwa planet kita sedang mengalami krisis iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Tahun ini diprediksi akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu global, sebuah rekor kelam yang menandakan semakin parahnya dampak pemanasan global.
Lebih mengkhawatirkan lagi, suhu rata-rata global telah melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, sebuah batas yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris sebagai upaya untuk mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim.
Pada bulan Mei, sebagaimana diukur dari Observatorium Mauna Loa milik Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional, konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer mencapai rekor tertinggi baru, yaitu 426,90 bagian per juta.
"CO2 tidak hanya berada pada level tertinggi dalam jutaan tahun, tetapi juga meningkat lebih cepat dari sebelumnya," kata Ralph Keeling, direktur Program CO2 Scripps, dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Live Science.
Peningkatan konsentrasi CO2 ini didorong oleh terus meningkatnya emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil.
Dampak dari pemanasan global telah terasa di seluruh penjuru dunia. Salah satu peristiwa iklim ekstrem yang paling menonjol pada tahun ini adalah fenomena El Niño yang sangat kuat.
El Niño telah memicu serangkaian bencana alam yang dahsyat, termasuk musim badai yang sangat aktif di Amerika Serikat. Badai-badai yang melanda wilayah ini tercatat sebagai yang paling mematikan dalam beberapa dekade terakhir.
Selain itu, El Niño juga menyebabkan kekeringan parah di kawasan hutan hujan Amazon. Kekeringan ekstrem ini telah membuat hutan hujan Amazon, yang sering disebut sebagai "paru-paru dunia", menjadi sangat rentan terhadap kebakaran. Akibatnya, terjadilah musim kebakaran hutan terburuk dalam hampir 20 tahun terakhir.
Baca Juga: Mars Terus 'Menarik' Bumi ke Arah Matahari, Apa Dampaknya bagi Kita?
Di belahan dunia lain, peristiwa cuaca ekstrem juga terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang semakin meningkat. Di Spanyol, hujan deras yang ekstrem menyebabkan banjir bandang dahsyat yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Para ilmuwan telah mengaitkan peristiwa cuaca ekstrem seperti ini dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Namun, beberapa berita paling menakutkan tentang planet ini bukanlah tentang apa yang terjadi tahun ini, melainkan tentang apa yang dapat terjadi jika kita tidak menghentikan aliran karbon ke atmosfer.
Penelitian yang diterbitkan pada Juni lalu mengungkap fakta mengejutkan: titik kritis ekologis yang selama ini dianggap sebagai skenario jauh di masa depan, ternyata bisa terjadi dalam waktu yang jauh lebih dekat dari perkiraan sebelumnya.
Jika kita gagal segera bertindak, dalam kurun waktu 15 tahun ke depan, kita berisiko menyaksikan runtuhnya lapisan es Greenland yang masif, serta transformasi hutan hujan Amazon yang subur menjadi padang sabana gersang.
Ancaman tidak berhenti sampai di situ. Pada bulan Oktober, para ilmuwan dari berbagai belahan dunia bersatu mengeluarkan peringatan keras mengenai risiko runtuhnya arus Atlantik utama.
Arus laut yang berperan krusial dalam mengatur iklim global ini, jika terus melemah dan akhirnya berhenti, akan membawa dampak yang sangat dahsyat. Suhu di Eropa akan turun drastis, pola cuaca global akan berubah secara signifikan, dan ekosistem laut akan mengalami kerusakan parah.
Krisis air juga semakin mengancam keberadaan manusia. Sebuah laporan terbaru mengungkapkan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, siklus air global berada dalam kondisi tidak seimbang.
Perubahan iklim dan pengelolaan sumber daya yang buruk telah menyebabkan pola curah hujan menjadi tidak menentu, sehingga ketersediaan air bersih semakin langka. Kondisi ini tidak hanya mengancam kelangsungan hidup manusia, tetapi juga memicu konflik sosial dan ekonomi di berbagai belahan dunia.
Namun, di tengah keprihatinan yang mendalam, masih ada secercah harapan. Para ahli iklim menegaskan bahwa kita masih memiliki waktu untuk mencegah terjadinya skenario terburuk.
Michael Mann, seorang ilmuwan terkemuka, menyatakan bahwa kita masih dapat menghentikan dampak paling parah dari perubahan iklim jika segera mengambil tindakan nyata.
"Kita [ilmuwan iklim], dalam beberapa hal, telah gagal menyampaikan bahwa kita masih dapat mencegah perubahan iklim yang dahsyat," tulisnya untuk Live Science pada bulan November.
"Kita sebenarnya yang menentukan seberapa buruk krisis iklim akan terjadi. Masih ada waktu untuk melestarikan 'momen rapuh' kita, tetapi jendela peluang semakin menyempit. Ada urgensi dalam mengurangi emisi karbon. Tetapi masih ada tindakan dari pihak kita."
KOMENTAR