Selain itu, minyak mikroba menjanjikan lebih ramah lingkungan daripada minyak kelapa sawit. Mikroorganisme dapat dibudidayakan secara independen dari kondisi iklim dan tanpa memerlukan lahan yang luas, ungkap ilmuwan pangan William Chen di Universitas Teknologi Nanyang Singapura.
“Pada dasarnya Anda memerlukan bioreaktor…begitulah mudahnya,” katanya. “Membesarkan mikroba yang memakan bahan limbah dapat lebih meningkatkan keberlanjutan."
Ia menjajaki apakah media kultur tradisional yang digunakan untuk menumbuhkan mikroalga dapat digantikan oleh biji-bijian bekas pembuat bir atau residu kedelai.
Peneliti dari NextVegOil di Jerman dilaporkan memproduksi minyak dari jamur Ustilago maydis yang diberi makan sisa panen jagung. Sementara minyak dari perusahaan rintisan NoPalm yang berbasis di Belanda berasal dari ragi yang memfermentasi kulit kentang dan sayuran yang tidak laku.
Christopher Chuck adalah insinyur kimia di University of Bath. Ia menghabiskan hampir satu dekade bekerja pada minyak mikroba. Chuck mengatakan mereka mendapatkan hasil terbaik, dari sudut pandang keberlanjutan dan efisiensi, menggunakan limbah makanan seperti sisa roti.
Salah satu daya tarik terbesar minyak mikroba adalah bahwa organisme yang memproduksinya dapat didesain ulang menggunakan rekayasa dan alat komputasi biologi sintetis. Namun rasio lemak jenuh terhadap lemak tak jenuh harus dijaga mendekati 50-50. Tujuannya adalah meniru sifat minyak kelapa sawit.
Para peneliti memiliki keleluasaan untuk bermain dengan jenis lemak dalam setiap kategori. Misalnya, ilmuwan mengganti asam palmitat yang memicu kolesterol dengan asam lemak jenuh yang relatif lebih sehat, seperti asam stearat.
Akhirnya, mereka dapat menciptakan minyak yang lebih diinginkan untuk pasar konsumen. Lebih cepat juga, karena semuanya terjadi dalam hitungan minggu di laboratorium.
Jalan menuju menggunakan alternatif minyak kelapa sawit
Sebagian besar perusahaan rintisan minyak mikroba menargetkan produk pertama mereka berada di sektor kecantikan dan kosmetik, bukan makanan. Pasalnya, di industri itu, mereka dapat menerapkan harga lebih tinggi.
Tapi apakah minyak baru ini dapat menyamai harga minyak kelapa sawit, terutama jika digunakan dalam makanan? Chuck berkata, “Kita seharusnya berada dalam jarak yang dekat dengan pasar minyak nabati. Dengan catatan, produksi dilakukan dalam skala yang cukup besar untuk menurunkan harga.”
Jika tidak dilakukan dengan cepat, tahun 2050, produksi minyak kelapa sawit diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat menjadi 240 juta ton. Populasi dunia yang diprediksi akan membengkak hingga hampir 10 miliar saat itu.
Chuck mengatakan tentang minyak mikroba, “Kami memiliki mandat untuk bergerak sangat cepat untuk memperkenalkan solusi ini ke dunia.”
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR