Minyak kelapa sawit juga unik karena mengandung lemak jenuh dan tak jenuh dalam jumlah yang hampir sama. Alhasil, minyak itu sangat stabil secara kimiawi. Hal itu membuat makanan kemasan dapat disimpan dalam waktu lama.
Atribut-atribut tersebut membuat pencarian pengganti yang cocok menjadi sesuatu yang sangat sulit. Meski minyak mikroba, dengan profil lipid yang mirip dengan minyak kelapa sawit, mungkin dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Sejauh ini, ilmuwan mengidentifikasi lebih dari 40 alga dan 70 galur ragi yang diketahui mengandung minyak. Untuk memanen minyak tersebut di laboratorium, mikroba tersebut pertama-tama ditumbuhkan, biasanya dalam cawan petri berisi agar.
Kemudian dipindahkan ke tabung gelas atau tangki penyeduhan baja tahan karat. Mikroba diberi oksigen dan gula—mulai dari gula tebu hingga molase—yang memulai fermentasi dan menyebabkan sel-sel berkembang biak.
Ketika mikroba mencapai massa kritis, yang memakan waktu beberapa hari, mereka dibuka untuk melepaskan minyak di dalamnya.
Bagian yang sulit adalah mengoptimalkan proses untuk mengekstrak minyak sebanyak-banyaknya.
Seraphim Papanikolaou di Universitas Pertanian Athena memimpin penelitian tentang ragi berminyak. Ia mengatakan ada banyak bagian yang harus diperhatikan untuk melakukan hal itu.
Misalnya jenis mikroba, suhu kultur, kecepatan pengadukan, jumlah aerasi, jenis bahan baku dan frekuensi pemberian, dan metode lisis sel.
Jika dilakukan dengan benar, hasilnya bisa sangat memuaskan. Papanikolaou sebelumnya telah mencapai hasil minyak hingga 83 persen, atau 8,3 gram minyak untuk setiap 10 gram ragi.
Mikroba sebagai pabrik kecil
Hasil yang berpotensi tinggi tersebut sebagian membuat minyak mikroba begitu menarik sebagai alternatif minyak kelapa sawit.
Baca Juga: Mengapa Pohon Sawit Sebanyak Apa pun Tidaklah Sama dengan Hutan?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR