Nationalgeographic.co.id—Oceans 2050, sebuah lembaga swadaya masyarakat di bawah kepemimpinan Presiden Alexandra Cousteau, telah mengumumkan sebuah terobosan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui penelitian yang dipublikasikan di Nature Climate Change.
Studi yang berjudul "Carbon burial in sediments below seaweed farms matches that of Blue Carbon habitats" ini menyajikan penilaian empiris komprehensif pertama mengenai tingkat penguburan karbon di bawah ladang rumput laut di seluruh dunia, membuka jalan bagi pemahaman yang lebih baik tentang potensi rumput laut dalam memerangi krisis iklim global.
Penelitian inovatif yang dipimpin langsung oleh Cousteau dan Kepala Ilmuwan Profesor Carlos Duarte ini dilakukan di 20 ladang rumput laut yang tersebar di lima benua, sebuah upaya kolaboratif yang melibatkan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu.
Hasilnya sangat menggembirakan, karena penelitian ini berhasil mengonfirmasi bahwa budidaya rumput laut tidak hanya menjanjikan dalam memenuhi tujuan ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi, tetapi juga memiliki peran yang signifikan dalam memajukan upaya mitigasi perubahan iklim.
Lebih dari itu, studi ini menunjukkan bahwa ladang rumput laut mampu menyerap karbon dalam sedimen di bawahnya pada tingkat yang sebanding dengan ekosistem pesisir bervegetasi lainnya yang telah lama diakui karena manfaat iklimnya, seperti hutan bakau, rawa asin, dan padang lamun.
Temuan-temuan utama dari penelitian ini memberikan dasar yang kuat untuk optimisme dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Pertama, ladang rumput laut terbukti mengubur karbon pada tingkat yang mirip dengan hutan bakau dan padang lamun, dua ekosistem yang telah lama dikenal karena kemampuannya dalam menyimpan karbon.
Kedua, penelitian ini menemukan bahwa ladang rumput laut yang lebih tua dan lebih besar menyimpan lebih banyak karbon, sebuah indikasi bahwa pertanian rumput laut yang berkelanjutan dapat memberikan dampak jangka panjang yang signifikan dalam mitigasi perubahan iklim.
Dan yang paling menarik, jika budidaya rumput laut diperluas di seluruh dunia, diperkirakan dapat menghilangkan hingga 140 juta ton CO2 dari atmosfer setiap tahunnya pada tahun 2050, sebuah kontribusi yang sangat besar dalam upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Penelitian ini memberikan bukti kuat tentang peran penting budidaya rumput laut dalam mengatasi krisis iklim,” kata Cousteau, dengan penuh semangat, seperti dilansir dari Business Wire.
“Dengan mengkuantifikasi potensi sekuestrasi karbonnya, kami berharap dapat membuka jalan baru bagi investasi dalam akuakultur berkelanjutan sebagai solusi iklim.”
Baca Juga: Te Moana-nui-a-Kiwa, Kawasan 'Blue Carbon' Terbesar Dunia yang Dijaga Suku Maori
Duarte dengan penuh keyakinan menyoroti implikasi yang jauh lebih luas dari penelitian yang baru-baru ini dilakukan.
“Budidaya rumput laut menawarkan solusi berbasis alam yang terukur untuk menghilangkan karbon sambil memberikan manfaat tambahan seperti peningkatan keanekaragaman hayati, peluang ekonomi, dan ketahanan pangan," ujarnya. "Penelitian ini merupakan langkah penting menuju pengintegrasian akuakultur rumput laut ke dalam strategi iklim global.”
Temuan dari penelitian ini juga menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan kerangka kerja yang kuat dan terstruktur dengan baik untuk mengembangkan sistem kredit karbon yang spesifik untuk budidaya rumput laut. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa strategi Karbon Biru yang sangat menjanjikan ini dapat diintegrasikan secara efektif ke dalam pasar karbon yang ada.
Dengan memprioritaskan perencanaan tata ruang laut yang matang dan berkelanjutan, budidaya rumput laut memiliki potensi besar untuk menjadi landasan yang kokoh bagi Ekonomi Biru yang regeneratif, yang tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi semata, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan sosial.
Penelitian ini merupakan bagian dari Global Seaweed Project dari Oceans 2050, sebuah inisiatif penting yang diluncurkan pada bulan September 2020. Proyek ini menandai tonggak penting dalam kemajuan industri rumput laut secara global, karena menyediakan landasan ilmiah yang kuat dan valid untuk pembuatan metodologi kredit karbon yang terverifikasi dan terpercaya.
Dengan mengkuantifikasi potensi sekuestrasi karbon dari ladang rumput laut, Proyek Rumput Laut Global secara meyakinkan menunjukkan kelayakan pembentukan pasar karbon biru baru.
Pasar ini diharapkan dapat mendukung baik mitigasi perubahan iklim yang mendesak maupun pengembangan Ekonomi Biru yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Selain itu, proyek ini juga menyoroti dampak sosial yang signifikan dari budidaya rumput laut. Lebih dari 99% petani yang berpartisipasi dalam proyek ini, yang sebagian besar adalah perempuan, berasal dari masyarakat pesisir yang tinggal di negara berkembang.
Hal ini menggarisbawahi potensi besar budidaya rumput laut untuk mempromosikan kesetaraan gender, meningkatkan ketahanan pangan di wilayah pesisir, dan memperkuat ketahanan masyarakat lokal terhadap dampak negatif perubahan iklim.
Pada tahun 2021, Global Seaweed Project menerima penghargaan bergengsi Keeling Curve Award. Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas inisiatif luar biasa mereka dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan.
Proyek ini telah menerima pendanaan yang sangat besar dari berbagai sumber, termasuk World Wildlife Fund (WWF), Bezos Earth Fund melalui WWF, Grantham Foundation, dan Climateworks Foundation.
Dukungan finansial yang kuat ini memungkinkan penelitian inovatif dan inisiatif berdampak yang dilakukan oleh proyek ini untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi upaya mitigasi perubahan iklim global.
KOMENTAR