Kisah oleh Aditya Indra Pratama, Pelajar SMK Negeri 26 Jakarta
Nationalgeographic.co.id—Setiap pagi, ketika matahari terbit dan menyoroti kota Jakarta dengan cahaya keemasan, saya sering terjebak dalam rutinitas harian yang monoton. Di tengah kemacetan dan hiruk-pikuk kehidupan kota, terkadang saya lupa bahwa setiap tindakan kita berdampak besar terhadap lingkungan.
Berbagai berita tentang krisis iklim dan peningkatan suhu global seolah menjadi bagian dari latar belakang, tidak terlalu menggugah kesadaran. Namun, semua itu berubah ketika saya mulai menyadari peran saya dalam menjaga bumi ini, dimulai dari kebiasaan sehari-hari.
Masalah limbah plastik, salah satu penyebab utama pencemaran lingkungan, menjadi perhatian utama. Di Indonesia, tercatat bahwa sekitar 3,2 juta ton limbah plastik dihasilkan setiap tahun, dan hanya 9% yang didaur ulang.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), "Sampah plastik merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia, terutama di wilayah pesisir dan lautan." Dengan mengetahui angka ini, hati saya bergetar.
Seperti banyak orang, saya sering kali menganggap sampah plastik adalah masalah yang jauh dari kehidupan saya. Namun, semakin saya menggali, semakin saya menyadari bahwa setiap botol plastik yang saya gunakan dan setiap kantong belanja sekali pakai yang saya terima menjadi bagian dari masalah yang lebih besar.
Sebagai langkah awal, saya memutuskan untuk mengganti kebiasaan kecil dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dengan membawa botol minum sendiri, yang bisa diisi ulang.
Menurut data dari World Economic Forum, "Setiap orang yang mengganti satu botol plastik dengan botol reusable dapat mengurangi 167 plastik per tahun." Tindakan ini tidak hanya mengurangi jumlah botol plastik yang terbuang, tetapi juga mengingatkan saya untuk menjaga hidrasi.
Di tempat kerja dan sekolah, saya mengajak teman-teman untuk melakukan hal yang sama. Ketika satu orang mengambil tindakan, itu dapat memicu perubahan di sekitar mereka.
Selanjutnya, saya mulai mengganti produk rumah tangga dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Mencari sabun batang, sikat gigi bambu, dan sampo tanpa plastik menjadi tantangan tersendiri. Namun, seiring waktu, saya menemukan banyak pilihan yang tidak hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga lebih ekonomis.
Baca Juga: Peneliti BRIN dan Inggris Berkolaborasi Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik di Indonesia
Menurut penelitian dari European Environmental Agency (EPA), satu orang yang beralih ke produk ramah lingkungan bisa mengurangi produksi sampah hingga 25 kg per tahun per orang. Tentu saja, itu bukan angka kecil. Ketika saya berbagi informasi ini dengan teman-teman dan keluarga, banyak dari mereka yang mulai tertarik untuk mencoba.
Melalui pengalaman ini, saya memahami bahwa edukasi adalah kunci. Saya mulai membuat poster dan materi edukasi sederhana tentang dampak negatif dari penggunaan plastik dan alternatif yang lebih baik.
Saya menempelkan poster-poster ini di sekitar lingkungan rumah dan sekolah. Selain itu, saya mengorganisir sesi diskusi di kelas, di mana kami berbagi pengalaman dan tips tentang bagaimana mengurangi penggunaan plastik. Sesi ini ternyata sangat menarik perhatian teman-teman, dan banyak yang mulai berkomitmen untuk mengubah kebiasaan mereka.
Menurut Dr. Jane Goodall, "Apa yang kita lakukan untuk diri kita sendiri, kita lakukan untuk orang lain. Kita memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan bumi."
Di luar tindakan individu, saya menyadari pentingnya keterlibatan komunitas. Saya mulai mengajak teman-teman untuk berpartisipasi dalam kegiatan bersih-bersih lingkungan.
Kami berkumpul setiap akhir pekan untuk membersihkan area sekitar sekolah dan taman. Dalam satu momen, saat melihat tumpukan sampah yang berhasil kami kumpulkan, saya merasa bangga. Ternyata, kontribusi kecil ini dapat membawa perubahan yang nyata.
Selain itu, kegiatan ini juga mempererat hubungan antara siswa dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh aktivis lingkungan Greta Thunberg, "Kami tidak memiliki planet lain untuk pergi. Kami hanya memiliki satu bumi."
Namun, satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah peran pemerintah dan sektor swasta. Tanpa dukungan mereka, upaya individu dan komunitas akan terasa tidak maksimal.
Oleh karena itu, saya aktif berpartisipasi dalam forum-forum diskusi mengenai lingkungan yang diadakan di sekolah dan komunitas. Di sana, saya berkesempatan untuk menyuarakan harapan akan adanya kebijakan yang lebih ketat terhadap penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam alternatif yang ramah lingkungan.
Menurut laporan dari Greenpeace, "Negara-negara yang memberlakukan pajak pada kantong plastik telah berhasil mengurangi penggunaannya hingga 90%." Saya percaya bahwa tindakan kolektif dari masyarakat dapat memaksa pemerintah untuk bertindak.
Tentu saja, perjalanan ini tidak selalu mudah. Ada kalanya saya merasa lelah dan putus asa melihat sekeliling saya, di mana plastik masih mendominasi.
Namun, melihat teman-teman yang semakin sadar dan berkomitmen untuk berbuat lebih baik memberi saya harapan. Kita tidak hanya berbicara tentang pengurangan limbah plastik, tetapi juga menciptakan budaya yang lebih peduli terhadap lingkungan.
Saya juga menemukan bahwa dunia maya adalah alat yang sangat efektif untuk menyebarluaskan informasi. Media sosial memungkinkan kami menjangkau lebih banyak orang, terutama generasi muda.
Dengan membuat konten kreatif seperti video pendek dan infografis, kami bisa menarik perhatian banyak orang. Dengan menampilkan fakta-fakta mengejutkan tentang dampak plastik dan memberikan tips praktis untuk menguranginya, kami berharap bisa memotivasi lebih banyak orang untuk beraksi. "Kita harus mengubah cara kita berpikir dan bertindak, karena hanya dengan demikian kita bisa menyelamatkan bumi," kata Wangari Maathai, pemenang Nobel Perdamaian.
Melalui pengalaman ini, saya belajar bahwa setiap langkah kecil menuju kehidupan berkelanjutan memiliki makna. Setiap keputusan yang kita ambil, meskipun tampak sepele, bisa membawa dampak besar jika dilakukan bersama-sama. Dari membawa botol minum sendiri hingga berpartisipasi dalam kegiatan komunitas, semuanya berkontribusi pada gerakan yang lebih besar dalam melawan krisis iklim.
Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga bumi ini agar tetap lestari. Setiap tindakan kecil, setiap kebiasaan yang diubah, dapat menambah kekuatan untuk mencapai tujuan besar.
Melalui edukasi dan kesadaran, kita bisa mendorong orang lain untuk mengikuti jejak kita. Mari kita mulai dari diri kita sendiri, mengubah kebiasaan sehari-hari menjadi lebih ramah lingkungan. Dengan demikian, kita tidak hanya berkontribusi untuk hari ini, tetapi juga untuk masa depan generasi yang akan datang.
Dengan bersama-sama, kita bisa mengurangi jejak karbon dan menyelamatkan kehidupan bumi dari ancaman krisis iklim. Setiap langkah kecil kita adalah bagian dari perubahan besar.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR