Berdasarkan analisis tim, gumpalan kapur dalam sampel mereka tidak sesuai dengan metode ini.
Sebaliknya, beton Romawi mungkin dibuat dengan mencampur kapur tohor secara langsung dengan pozzolana dan air pada suhu yang sangat tinggi, baik tunggal maupun sebagai tambahan kapur padam, suatu proses yang disebut tim sebagai 'pencampuran panas' yang menghasilkan gumpalan kapur.
Masic mengatakan bahwa manfaat pencampuran panas ada dua.
Pertama, ketika beton secara keseluruhan dipanaskan hingga suhu tinggi, hal itu memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang tidak mungkin terjadi jika Anda hanya menggunakan kapur mati, menghasilkan senyawa yang terkait dengan suhu tinggi yang tidak akan terbentuk jika tidak dipanaskan.
Kedua, peningkatan suhu ini secara signifikan mengurangi waktu pengerasan dan pengerasan karena semua reaksi dipercepat, sehingga memungkinkan konstruksi yang jauh lebih cepat.
Selain itu, ada manfaat lainnya yakni gumpalan kapur dapat memberikan beton kemampuan perbaikan otomatis yang baik.
Ketika retakan terbentuk di beton, retakan tersebut akan menuju ke gumpalan kapur, yang memiliki luas permukaan lebih tinggi daripada partikel lain di dalam matriks.
Ketika air masuk ke dalam retakan, air akan bereaksi dengan kapur untuk membentuk larutan kaya kalsium yang mengering dan mengeras sebagai kalsium karbonat, yang kemudian dapat merekatkan kembali retakan dan mencegah retakan menyebar lebih jauh.
Hal serupa telah diamati pada beton dari situs lain yang berusia 2.000 tahun, Makam Caecilia Metella, di mana retakan pada beton telah diisi dengan kalsit.
Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa beton Romawi dari tembok laut yang dibangun 2.000 tahun lalu tetap utuh selama ribuan tahun meskipun dihantam ombak laut yang terus-menerus.
Tim kemudian menguji temuan mereka dengan membuat beton pozolan dari resep kuno dan modern menggunakan kapur tohor.
Mereka juga membuat beton kontrol tanpa kapur tohor dan melakukan uji retak.
Benar saja, beton kapur tohor yang retak pulih sepenuhnya dalam waktu dua minggu, tetapi beton kontrol tetap retak.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR