"Namun, bukti anekdotal, studi kasus, dan beberapa penelitian empiris menunjukkan bahwa viktimisasi dan penderitaan juga dapat mendorong orang untuk peduli dan membantu orang lain," tulis peneliti seperti dilansir laman Fast Company.
Salah satu penulis artikel tersebut, psikolog terkemuka Ervin Staub, seorang profesor emeritus di UMass Amherst, telah menjelaskan lebih lanjut temuan ini. Beliau menunjuk pada bukti nyata dari studi perilaku sosial masyarakat setelah peristiwa traumatis, seperti gempa bumi dan tsunami dahsyat di Samudra Hindia pada tahun 2004.
Dalam tulisannya di Psychology Today, Staub mengungkapkan temuan penelitian yang menarik.
Peserta penelitian yang melaporkan pernah mengalami pelecehan atau kekerasan dalam keluarga, menjadi korban kekerasan kelompok, atau terdampak bencana alam, ternyata menunjukkan tingkat empati yang lebih tinggi dan rasa tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu korban tsunami Asia tahun 2004 beberapa bulan kemudian.
"Mereka juga lebih banyak menjadi sukarelawan untuk tujuan yang melibatkan bantuan kepada orang-orang," jelas Staub.
Mengapa kita saling menguatkan?
Dalam sebuah artikel di Fast Company, tiga ahli membahas lebih dalam mengenai respons psikologis kita terhadap trauma kolektif, bagaimana bencana mempererat identitas kelompok, dan bagaimana komunitas pulih setelah tragedi besar.
Penjelasan mereka membantu kita memahami dorongan kuat untuk berbuat baik dan berempati yang sering muncul setelah peristiwa dahsyat.
John Brekke, seorang profesor emeritus di USC School of Social Work dan juga warga Altadena yang rumahnya sendiri rusak parah akibat kebakaran hutan, memberikan perspektif yang menarik. Beliau menjelaskan bahwa komunitas seperti di Altadena, di mana orang memiliki ikatan yang kuat, memainkan peran penting dalam masa sulit.
"Tetapi ada juga jenis komunitas identitas lain ini, Anda tahu, seperti orang akan berkata, saya termasuk komunitas gay, atau saya termasuk komunitas di sekitar organisasi tertentu," jelas Brekke.
Menurut Brekke, bencana dapat menciptakan jenis komunitas unik. Orang-orang yang tiba-tiba berkumpul untuk membantu sesama korban bencana merasakan adanya ikatan dan identitas bersama. Mereka merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dengan terlibat dalam "komunitas penolong" ini.
Baca Juga: Kala Selembar Sampah Sudah Dianggap Sebagai 'Bencana' Bagi Tempat Wisata
KOMENTAR