Dalam kondisi cuaca yang bersahabat, Pulau Um bisa ditempuh sekitar sepuluh menit menggunakan perahu bermesin tunggal dari Pantai Malaumkarta.
Bagi masyarakat Malaumkarta, Pulau Um memiliki nilai tersendiri. Pada masa perjuangan kemerdekaan, terutama saat masa konflik, Pulau Um menjadi tempat pengungsian bagi masyarakat suku Moi untuk bersembunyi dari ancaman.
Hal ini mengubah pola permukiman suku Moi, yang semula bermukim di sekitar pegunungan, menjadi lebih mengarah ke daerah pesisir.
Nama "Malaumkarta" sendiri merupakan gabungan dari kata "mala" yang berarti gunung dalam bahasa suku Moi, "um" merujuk kepada Pulau Um, dan "karta" dari nama ibu kota negara, Jakarta.
Pascakemerdekaan, pulau kebanggaan masyarakat Malaumkarta tersebut benar-benar tidak berpenghuni dan hanya sesekali dikunjungi oleh nelayan dan wisatawan.
Baca Juga: Sejarah Kecil Kemelut Rumah Tangga Eropa di Soerabaia Tahun 1913
Selain menikmati lanskap alam dan menjelajahi Pulau Um, wisatawan juga dapat menyelami keindahan bawah lautnya.
Di perairan Kampung Malaumkarta terdapat bangkai pesawat tempur peninggalan Jepang dari era Perang Dunia ke-2.
Pesawat milik Dai Nippon yang karam itu, kini menjadi rumah bagi berbagai biota laut dan menjelma "magnet" bagi pegiat keindahan bawah air.
Karena potensi wisatanya, Kampung Malaumkarta masuk ke dalam 75 desa terbaik Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Giat konservasi di balik rekreasi
Penulis | : | Yasmin FE |
Editor | : | Sheila Respati |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR