Sebagai upaya untuk menjaga konektivitas ekosistem dan meningkatkan keanekaragaman hayati, pemerintah Bhutan telah menciptakan koridor-koridor biologis yang menghubungkan satu kawasan lindung dengan kawasan lindung lainnya.
Dengan adanya koridor ini, berbagai jenis hewan dapat bebas bergerak di seluruh negeri. Mobilitas ini sangat penting untuk membantu mereka beradaptasi dengan lebih baik terhadap perubahan iklim dan meningkatkan populasi mereka secara alami.
Melalui kombinasi kebijakan konservasi yang ketat, investasi dalam energi bersih, dan perlindungan keanekaragaman hayati, Bhutan telah berhasil menjadi negara dengan emisi karbon negatif. Prestasi ini menjadikan Bhutan sebagai contoh inspiratif bagi negara-negara lain di dunia dalam upaya mengatasi tantangan perubahan iklim global.
Mengapa sulit ditiru?
Meskipun langkah-langkah yang telah diambil oleh Bhutan dalam menjaga kelestarian lingkungan sangat menginspirasi dan dapat menjadi contoh bagi negara lain, penerapan strategi serupa secara global menghadapi tantangan yang signifikan.
Mewujudkan emisi karbon global menjadi nol bukanlah tugas yang mudah, karena tingkat pelepasan gas di suatu negara sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Negara-negara yang berhasil mencapai tingkat emisi yang lebih rendah dari rata-rata umumnya memiliki karakteristik tertentu, seperti ketersediaan sumber tenaga air yang melimpah seperti Portugal, atau sumber panas bumi yang besar seperti Islandia.
Selain itu, infrastruktur jaringan listrik yang kokoh, tingkat ketergantungan yang rendah pada bahan bakar fosil, dan implementasi kebijakan yang secara aktif mendukung pengurangan emisi karbon juga memainkan peran krusial.
Negara-negara yang diberkahi dengan sumber daya hidroelektrik atau panas bumi, didukung oleh jaringan listrik yang mumpuni, memiliki ketergantungan yang minimal pada bahan bakar fosil, dan memiliki kebijakan yang memprioritaskan pengurangan karbon, secara alami akan menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan negara lain yang tidak memiliki karakteristik serupa.
Namun, penting untuk menyadari bahwa tidak semua negara di dunia memiliki akses yang sama terhadap sumber energi terbarukan yang melimpah dan mudah diakses.
Bhutan, sebagai negara yang terletak di wilayah pegunungan dan memiliki populasi yang relatif kecil, hanya sekitar 800.000 penduduk, memiliki kondisi yang sangat spesifik.
Sebagai negara yang bukan merupakan negara industri besar, kebutuhan energi Bhutan jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara industri maju lainnya. Walaupun investasi dalam sistem energi listrik bersih berskala global adalah hal yang mungkin dilakukan, tantangan untuk mencapai emisi karbon nol tetaplah besar.
Sumber energi bersih yang cukup kuat untuk memenuhi kebutuhan energi seluruh populasi dunia mungkin hanya dapat dipenuhi oleh tenaga atom, yang meskipun efisien, juga memiliki risiko dan kekhawatiran tersendiri terkait dengan keamanan dan limbah radioaktif.
Masa depan Bhutan
Lalu, bagaimana dengan masa depan Bhutan dalam menjaga komitmen lingkungannya? Pada konferensi COP21 yang berlangsung di Paris pada tahun 2015, Bhutan telah membuat janji yang kuat bahwa emisi gas rumah kacanya tidak akan melebihi jumlah karbon yang mampu diserap oleh hutan-hutan yang ada di negara tersebut.
Proyeksi emisi Bhutan memang menunjukkan potensi peningkatan hingga hampir dua kali lipat pada tahun 2040. Meskipun demikian, dengan mempertahankan tingkat tutupan hutan yang ada saat ini, Bhutan diperkirakan akan tetap mempertahankan statusnya sebagai negara dengan karbon negatif.
Mempertahankan status karbon negatif ini sangatlah penting bagi Bhutan, sebuah negara di kawasan Asia Selatan, di mana kesadaran lingkungan dan penghargaan yang tinggi terhadap alam merupakan bagian integral dari nilai-nilai budaya dan masyarakatnya.
Bhutan saat ini berada "di jalur pembangunan hijau dan rendah karbon," sebuah visi yang didorong oleh inisiatif pemerintah untuk menjadikan negara ini sebagai negara bebas limbah pada tahun 2030. Selain itu, Bhutan juga menerapkan kebijakan yang bijaksana dalam mengelola pariwisata.
Dengan membatasi jumlah pengunjung yang masuk ke negara tersebut dan memberlakukan biaya harian yang cukup signifikan, yaitu hingga 250 dolar AS per orang, Bhutan berupaya untuk memastikan bahwa lingkungan alamnya tidak rusak akibat dampak negatif dari pariwisata massal.
Kebijakan ini merupakan langkah proaktif untuk menjaga kelestarian lingkungan Bhutan di tengah perkembangan sektor pariwisata.
KOMENTAR