Nationalgeographic.co.id—Industri mode merupakan salah satu industri terbesar di dunia, namun ironisnya, industri ini hampir tidak memiliki regulasi yang memadai.
Industri ini memberikan ancaman serius terhadap lingkungan karena menghasilkan polusi, limbah, dan penipisan sumber daya alam. Setiap tahun, industri mode menghasilkan 92 juta ton limbah yang berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
Jumlah limbah ini sangat besar dan terus meningkat, menyumbang pada pencemaran lingkungan dan menghabiskan sumber daya yang berharga. Produksi tekstil global telah berlipat ganda dalam 15 tahun terakhir, menunjukkan tingkat pertumbuhan yang cepat.
Tanpa adanya tindakan regulasi yang kuat, seperti dilansir EarthDay.Org, industri ini diperkirakan akan terus berkembang tanpa memperhatikan dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Kebanyakan perusahaan mode saat ini beroperasi dengan pengawasan hukum yang minim, sehingga mereka memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri standar keberlanjutan dan transparansi mereka.
Langkah legislatif global menuju industri mode berkelanjutan
Pemerintah di berbagai negara di dunia mulai menyadari dampak negatif industri mode dan secara bertahap mengadopsi undang-undang baru untuk mengatasi masalah ini. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk meminimalkan dampak lingkungan dan sosial yang dihasilkan oleh industri mode.
Laporan terbaru dari EARTHDAY.ORG, berjudul "Broken Threads & Twisted Yarns: Legislating the Reform of Fashion," menyoroti dampak lingkungan dari industri mode dan berbagai upaya legislatif yang sedang diusahakan untuk membuat industri ini lebih berkelanjutan.
Laporan tersebut menyoroti beberapa contoh undang-undang yang fokus pada pengurangan limbah tekstil dan menunjukkan bagaimana pemerintah dapat berperan dalam mengatur industri yang selama ini kurang terkendali demi kebaikan planet ini.
Contoh undang-undang: Uni Eropa, California, dan Chile
Salah satu contoh regulasi penting datang dari Uni Eropa (UE). Sebagai bagian dari Regulasi Ecodesign for Sustainable Products, UE memperkenalkan larangan penghancuran pakaian dan alas kaki yang tidak terjual. Peraturan ini sangat inovatif dan bertujuan untuk mengurangi limbah dari industri mode.
Baca Juga: Sustainability: Singapura Investasikan Rp3,7 Triliun untuk Tingkatkan Efisiensi Energi
Larangan ini akan mulai berlaku pada Juli 2026 untuk perusahaan-perusahaan besar, dan Juli 2030 untuk perusahaan menengah. Aturan ini melarang praktik pemusnahan produk tekstil yang tidak terjual melalui pembakaran atau penimbunan.
Peraturan ini adalah bagian dari strategi UE yang lebih luas untuk mendorong ekonomi sirkular, yang menekankan pada penggunaan kembali, perbaikan, dan daur ulang produk serta bahan.
Di bawah aturan baru ini, perusahaan mode diwajibkan untuk mencari solusi alternatif untuk menangani stok produk yang tidak terjual, seperti menyumbangkannya ke badan amal, mendaur ulang, atau menggunakan kembali bahan tersebut untuk produk baru.
California di Amerika Serikat juga mengambil langkah maju dengan mengesahkan Undang-Undang Pemulihan Tekstil Bertanggung Jawab Tahun 2024. Undang-undang ini merupakan program pertama di AS yang mewajibkan perusahaan mode bertanggung jawab atas siklus hidup produk mereka, termasuk daur ulang, penggunaan kembali, dan pengumpulan.
Gubernur California, Gavin Newsom, mengesahkan RUU ini pada September 2024 setelah disetujui oleh senat negara bagian dengan suara mayoritas 80%. Undang-undang ini mengharuskan produsen pakaian di California untuk membentuk atau bergabung dengan organisasi tanggung jawab produsen (PRO).
Setiap PRO harus mengembangkan rencana untuk mengelola siklus hidup produk tekstil perusahaan mereka, termasuk pengumpulan, transportasi, perbaikan, penyortiran, daur ulang, dan pengelolaan yang aman.
Semua produsen harus menjadi bagian dari PRO yang disetujui oleh Departemen Sumber Daya Daur Ulang dan Pemulihan pada 1 Juli 2026. Departemen ini akan mengadopsi peraturan untuk melaksanakan program pengelolaan limbah tekstil pada 1 Juli 2028, dan PRO memiliki waktu satu tahun untuk membuat program pengumpulan, perbaikan, dan daur ulang pakaian dan tekstil setelah peraturan tersebut ditetapkan.
Pelaksanaan program ini harus dimulai paling lambat 1 Juli 2030. Untuk memastikan transparansi, PRO diwajibkan untuk melaporkan aktivitas dan kemajuan mereka setiap tahun. Departemen juga akan membuat daftar publik produsen yang patuh di California.
Perusahaan yang melanggar aturan dapat dikenai denda yang signifikan, hingga AS$10.000 (setara Rp163 juta) per hari atau AS$50.000 (setara Rp815 juta) per hari untuk pelanggaran yang disengaja.
Negara Bagian New York juga memperkenalkan proposal serupa pada tahun 2023, yang disebut Proposal New York untuk EPR Tekstil, mengikuti struktur yang sama dengan undang-undang California.
Chile juga tidak ketinggalan dalam upaya ini. Kementerian Lingkungan Hidup Chile mengusulkan Rancangan Strategi Ekonomi Sirkular untuk Tekstil pada Agustus 2024. Strategi ini adalah bagian dari inisiatif yang lebih besar untuk beralih dari ekonomi linier menuju ekonomi sirkular di Chile, sejalan dengan visi Peta Jalan untuk Chile Sirkular pada tahun 2040.
Strategi ini bertujuan untuk mengubah industri tekstil Chile menjadi lebih berkelanjutan dengan mengurangi dampak lingkungan melalui promosi praktik sirkular seperti daur ulang, penggunaan kembali, dan perpanjangan umur pakaian. Strategi ini menargetkan pengurangan limbah tekstil, peningkatan efisiensi sumber daya, dan pergeseran dari model ekonomi linier "ambil-buat-buang" ke model sirkular.
Dua masalah utama yang diatasi oleh strategi ini adalah impor tekstil bekas dalam jumlah besar ke Chile (di mana 70% berakhir di TPA atau pembuangan ilegal) dan tingkat konsumsi pakaian baru yang tinggi di negara tersebut.
Strategi ini menguraikan berbagai tindakan utama, termasuk desain produk yang lebih tahan lama dan mudah didaur ulang, peningkatan sistem pengelolaan limbah (termasuk persyaratan Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas), dan pembangunan infrastruktur daur ulang nasional.
Selain itu, strategi ini juga mendorong kesadaran konsumen dan keterlibatan bisnis dalam praktik berkelanjutan. Strategi Chile ini diharapkan dapat menjadi model bagi negara-negara lain yang berupaya untuk menyelaraskan industri mode dengan prinsip-prinsip ekonomi sirkular dan keberlanjutan.
KOMENTAR