Nationalgeographic.co.id—Santorini memiliki sejarah panjang gempa bumi. Namun apa yang menyebabkan serangkaian gempa baru-baru ini membuat para ilmuwan bingung.
Kepulauan Aegea di Yunani biasanya dikaitkan dengan suasana yang menenangkan dan pemandangan yang tenang. Namun, beberapa di antaranya, termasuk Amorgos, Anafi, dan Santorini, saat ini “dikepung” oleh segerombolan gempa bumi hebat. Gempa bumi tersebut tampaknya tidak pernah berakhir.
Selama beberapa hari, penduduk dikejutkan oleh gempa bumi berkekuatan 5,3 skala Richter. Lebih dari dua pertiga penduduk Santorini secara sukarela memilih untuk meninggalkan pulau itu. Pihak berwenang telah memerintahkan penutupan sekolah dan mencegah pertemuan besar di dalam ruangan. “Orang-orang telah diminta untuk menjauh dari pantai dan lereng pulau yang curam,” tulis Robin George Andrews di laman National Geographic.
Keadaan darurat telah diumumkan. Meski demikian, Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis, telah menghimbau warga agar tetap tenang. Dalam pertemuan krisis, ia berkata, “Pemerintah percaya pada sains.” Di saat yang sama, ia juga menekankan bahwa para ilmuwan sedang berhadapan dengan fenomena yang sangat membingungkan.
Keriuhan suara seperti ketukan drum dari gempa bumi luar biasa kuat. Ditambah ada teka-teki geologi yang membuat para peneliti bingung.
“Tidak jelas bagi saya mengapa kita memiliki rangkaian gempa bumi yang berulang ini,” kata David Pyle. Pyle adalah seorang ahli vulkanologi di Universitas Oxford. “Ini benar-benar teka-teki.”
Santorini sendiri merupakan pulau vulkanik yang sebagian terendam dan masih aktif. Namun konsensus saat ini adalah bahwa penyebab gempa bumi ini sama sekali bukan vulkanik. Sumbernya tampaknya terkait dengan proses tektonik yang aneh dan sulit diramalkan. Proses tersebut dapat dengan cepat mereda atau meningkat secara berbahaya.
Situasinya terus berkembang dan keadaan bisa menjadi lebih buruk atau (semoga) membaik. “Untuk saat ini tidak ada alasan untuk panik,” kata Jonas Preine, seorang ahli geofisika di Woods Hole Oceanographic Institution. “Namun, pasti ada alasan untuk khawatir.”
Sejarah seismik dan vulkanik Santorini
Laut Aegea tidak asing dengan gempa bumi dan letusan. Di sebelah selatan dan barat Yunani terdapat Palung Hellenic yang dalam. Di sana, sepotong kerak samudra padat kuno ditelan oleh mantel di bawahnya. Penurunan ini tidak tenang, tetapi kacau. Tekanan yang terus-menerus pada kerak di atasnya menarik Yunani terpisah ke berbagai arah.
Kekacauan tektonik itu telah menyebabkan terbentuknya zona patahan seperti jaring laba-laba dan banyak gunung berapi. Baik di bawah maupun di atas air. Para ilmuwan, yang menyadari bahaya ini, terus mengawasi semuanya.
Baca Juga: Berkekuatan 7,7 Skala Richter, Apa Pemicu Gempa Bumi di Myanmar?
Santorini bak sebuah kuali magmatik raksasa dengan dua pulau vulkanik kecil yang bersarang di pusatnya yang terendam. Pulau ini memiliki sejarah vulkanik yang gelap dan berbahaya yang dimulai sejak 650.000 tahun yang lalu. Santorini memiliki letusan dahsyat pada tahun 1560 SM yang turut mengakhiri sebuah peradaban. Kemudian letusan signifikan pada tahun 726 M, dan bahkan letusan kecil pada tahun 1950.
Santorini masih merupakan sistem vulkanik yang aktif—dan bukan satu-satunya. Gunung berapi bawah laut di dekatnya yang disebut Kolumbo juga meletus pada tahun 1650. Letusannya menciptakan serangkaian tsunami tinggi dan awan gas beracun yang mematikan.
Badai seismik yang menjadi berita utama telah berlangsung selama beberapa waktu. “Badai ini dimulai menjelang akhir tahun 2024, mulai ada sedikit peningkatan seismik, tetapi tidak ada yang benar-benar menyadarinya,” kata Isobel Yeo, seorang ahli vulkanologi bawah laut di National Oceanography Centre di Southampton.
Pada akhir Januari 2024, terjadi peningkatan besar dalam kekuatan dan frekuensi gempa bumi ini. “Telah terjadi hampir seribu gempa per hari selama beberapa hari terakhir. Pasti sangat mengerikan untuk mengalaminya,” kata Pyle.
Mengapa gempa bumi di Santorini sangat aneh?
Gempa bumi tidak hanya terjadi di satu tempat. Kekacauan dimulai di Santorini sendiri, tetapi fokus seismik dengan cepat bergeser ke lepas pantai.
Pola gempa bumi juga tidak seperti rangkaian gempa bumi klasik. Sering kali, patahan pecah dan menghasilkan gempa terkuatnya atau gempa utama. Kemudian biasanya diikuti oleh serangkaian gempa susulan yang semakin lemah. Namun dalam kasus di Santorini, tidak ada gempa utama yang jelas.
Sebaliknya, wilayah tersebut diguncang oleh banyak gempa bumi dengan kekuatan yang hampir sama. Dan selama beberapa hari, gempa bumi tersebut tampak semakin kuat. “Hal ini sangat tidak biasa,” kata Preine.
Pola seismik yang tidak biasa ini dikenal sebagai kawanan gempa bumi. Gempa bumi terjadi di berbagai tempat di seluruh dunia, tetapi masing-masing bersifat unik. Misalnya, kawanan gempa bumi di Semenanjung Reykjanes di Islandia dikaitkan dengan migrasi magma. Beberapa di antaranya berakhir dengan letusan dramatis. Namun, kawanan gempa di bawah Taman Nasional Yellowstone Amerika belum berujung pada aktivitas vulkanik modern.
“Dibandingkan dengan gempa klasik, kawanan gempa tidak mengikuti aturan,” kata Hubbard. Dan itu membuat perkiraan masa depan mereka menjadi sulit.
Apa yang menyebabkan gempa bumi di Santorini?
Untuk berspekulasi tentang apa yang mungkin terjadi dalam beberapa hari dan minggu mendatang, pertama-tama kita perlu menjawab pertanyaan kunci. “Apakah gempa bumi ini terkait dengan aktivitas vulkanik atau aktivitas tektonik?” kata Preine.
Pada hari-hari awal kawanan gempa ini, beberapa gempa mengguncang cekungan kaldera utara Santorini, yang berbentuk mangkuk di jantung pulau. Ada kekhawatiran bahwa ini dapat mengindikasikan dimulainya injeksi magma baru ke dalam kerak. Hal ini dapat menghasilkan gempa tambahan yang merusak atau berpotensi memicu letusan.
Untungnya, gempa yang berfokus pada kaldera hanya bersifat sementara. “Saat ini, aktivitas gempa bumi berfokus ke timur laut. Gempa tidak mengelompok di bawah gunung berapi mana pun yang kita ketahui,” kata Preine. Kini, sebagian besar gempa berasal dari zona patahan Santorini-Amorgos, sepetak dasar laut yang terfragmentasi di antara kedua pulau.
Gempa lepas pantai ini juga tidak menunjukkan ciri-ciri magma yang naik, juga tidak disertai tanda-tanda pra-erupsi yang umum. Seperti tanah yang membengkak dan berubah bentuk di lereng gunung berapi. “Saat ini, gempa adalah aktivitas tektonik, yang berarti sesuatu terjadi di patahan,” kata Yeo.
Kawanan gempa sering dikaitkan dengan pergerakan cairan, seperti air atau karbon dioksida, melalui patahan. Cairan yang keluar dari satu patahan dan menyerbu patahan lain pada dasarnya dapat memaksa patahan itu terbuka dan menyebabkannya pecah. “Cairan tersebut dapat terus memicu gempa bumi hanya dengan bergerak,” kata Judith Hubbard, seorang ilmuwan gempa di Universitas Cornell.
Meramalkan bahaya di masa mendatang itu sulit
Untuk saat ini, ancaman utamanya adalah gempa bumi yang sangat kuat, dan tanah longsor atau tsunami lokal yang mungkin ditimbulkannya. “Santorini mungkin tidak akan meletus,” kata Yeo. Namun, imbuhnya, hal itu tidak berarti gempa bumi besar dapat dikesampingkan.
Memang, itulah sebabnya sekolah-sekolah di Santorini ditutup dan mengapa orang-orang didesak untuk menghindari garis pantai. Bukan karena aktivitas gunung berapi, tetapi karena potensi bahaya gempa dan tsunami.
Kawanan ini bisa tiba-tiba punah. “Namun, masih ada kekhawatiran bahwa mungkin ada percepatan gempa bumi yang jauh lebih besar,” kata Pyle. Pada tanggal 9 Juli 1956, gempa bumi Amorgos berkekuatan 7,8 skala Richter. Gempa tersebut adalah yang terbesar yang melanda Yunani pada abad ke-20. Tsunami yang diakibatkannya menyebabkan kerusakan infrastruktur di beberapa pulau dan menewaskan puluhan orang.
“Hidup dengan ketidakpastian seiring perkembangan situasi itu sangat sulit bagi orang-orang. Terutama ketika bangunan runtuh dan bumi berguncang,” kata Amy Donovan, seorang ahli vulkanologi dan peneliti bencana alam di Universitas Cambridge.
Meskipun gempa bumi dahsyat mengkhawatirkan, itu bukan satu-satunya hal yang menyebabkan rasa takut. “Saat ini, menurut saya kekhawatiran terbesar adalah jika gempa bumi mulai lebih terfokus ke rantai gunung berapi,” kata Preine. Termasuk gunung berapi bawah laut di dekatnya, Kolumbo.
“Selalu ada risiko semacam hubungan.” Dengan kata lain, “jika Anda mengguncang ruang magma, Anda dapat memicu letusan gunung berapi,” kata Yeo.
Saat ini, tidak ada indikasi bahwa ini sedang terjadi, tetapi para ilmuwan sedang mengamatinya dengan saksama. Alih-alih mengandalkan jaringan penyelidikan gunung berapi dan tektonik yang sudah ada sebelumnya, tim ilmuwan menggunakan instrumen baru. Termasuk seismometer dasar laut dan kapal selam robotik yang dapat mengemudikan sendiri. Semua instrumen memindai kedalaman untuk mencari perubahan geologis yang mencurigakan.
Pihak berwenang Yunani telah mengomunikasikan bahaya tersebut kepada publik dengan hati-hati, cepat, dan transparan. “Pemerintah mengelola krisis dengan sangat baik,” kata Pyle.
Namun, yang mengkhawatirkan adalah masa depan yang tidak jelas. “Saya tidak yakin apakah ada cara yang jelas bagi para ahli geologi untuk mengatakan, ‘Ini adalah skenario yang paling mungkin terjadi.’”
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR