Nationalgeographic.co.id—Lumut laut yang juga dikenal sebagai Irish moss atau Chondrus crispus, saat ini sedang menjadi sorotan di media sosial. Selebriti dan kreator TikTok ramai-ramai mempromosikannya sebagai rahasia pencernaan yang lebih lancar hingga kulit yang lebih bercahaya.
Kini lumut laut dijual dalam berbagai bentuk—mulai dari serpihan kering, gel, bubuk, permen gummi, hingga kapsul. Industri lumut laut telah berkembang pesat menjadi bisnis bernilai miliaran dolar.
Menurut Virtue Market Research, nilainya diperkirakan mencapai 2,18 miliar dolar AS pada tahun 2024 dan diproyeksikan tumbuh hingga 2,60 miliar dolar AS pada 2030.
Namun, meskipun lumut laut dipasarkan sebagai “superfood”, kenyataannya banyak produk yang sampai di tangan konsumen sudah sangat berbeda dari bentuk alaminya.
Salah satu bentuk olahan lumut laut yang paling umum adalah karagenan—zat pengental dan pengemulsi yang banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman.
Menurut Danielle Gaffen, ahli gizi dan nutrisionis bersertifikat yang berbasis di San Diego, karagenan adalah hasil pemrosesan tinggi yang telah kehilangan sebagian besar nutrisi aslinya, termasuk serat larut. Bahkan, ia menyebutkan bahwa konsumsi karagenan bisa mengganggu keseimbangan mikrobioma usus.
Jadi, apakah semua klaim itu didukung penjelasan ilmiah? Apakah klaim kesehatan tentang lumut laut memang benar?
“Saya belum sepenuhnya yakin dengan semua manfaat kesehatan yang diklaim, tapi secara teori, memang ada beberapa potensi manfaat,” kata Nicholas Generales, dokter spesialis pengobatan keluarga bersertifikat di Los Angeles.
Berikut ini penjelasan ilmiah sejauh yang telah diketahui.
Potensi Manfaat Kesehatan dari Lumut Laut
Beberapa studi menunjukkan bahwa lumut laut bisa memberikan manfaat bagi kesehatan, meskipun sebagian besar bukti masih bersifat awal.
Baca Juga: Bakteri dan Lumut Buat Tembok Besar Tiongkok Kokoh Selama 2 Milenium?
Ekstrak dari Chondrus crispus diketahui memiliki sifat antimikroba dan kandungan antioksidan yang dapat membantu tubuh melawan stres oksidatif, menurut sebuah tinjauan ilmiah pada tahun 2024.
“Lumut laut kaya akan antioksidan dan polifenol—senyawa yang membantu melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif penyebab penyakit,” kata Danielle Gaffen, ahli gizi bersertifikat yang berbasis di San Diego.
Sebuah studi pada 2021 juga menemukan bahwa Chondrus crispus dari Laut Merah mengandung tanin, flavonoid, dan fenol—komponen yang memiliki efek antioksidan sekaligus antiinflamasi.
Selain itu, lumut laut juga dipercaya dapat mendukung kesehatan saluran pencernaan, terutama karena mengandung serat dan prebiotik. “Lumut laut berpotensi membantu kesehatan usus karena merupakan sumber serat yang baik,” ujar Nicholas Generales, dokter spesialis pengobatan keluarga di Los Angeles.
Gaffen menambahkan bahwa lumut laut yang belum diolah masih mengandung serat prebiotik. “Serat prebiotik ini bisa ‘memberi makan’ bakteri baik dalam mikrobioma usus kita,” katanya.
Namun, para ahli tidak menyarankan mengandalkan lumut laut sebagai sumber utama serat. “Kita bisa mendapatkan sumber serat yang lebih baik dan jauh lebih murah, misalnya dari sayuran organik segar,” kata Generales. “Rasio manfaat terhadap biayanya belum tentu sebanding.”
Seperti jenis alga lainnya, lumut laut juga mengandung yodium—mineral penting bagi kesehatan kelenjar tiroid. “Tiroid adalah kelenjar kecil yang punya peran besar,” ujar Gaffen. “Ia mengatur metabolisme, suhu tubuh, detak jantung dan tekanan darah, serta kecepatan proses pencernaan.”
Meski begitu, sebagian besar orang—terutama di Amerika Serikat—sudah mendapatkan cukup yodium dari makanan sehari-hari. Yodium secara rutin ditambahkan ke garam beryodium, roti, serta terkandung secara alami dalam makanan laut, telur, dan produk susu.
Namun, bagi mereka yang menjalani pola makan vegan atau diet ketat yang menghindari makanan tersebut, risiko kekurangan yodium bisa meningkat. Karena itu, Terry Davies, direktur bersama The Thyroid Center di Mount Sinai Union Square, menyarankan agar kadar yodium diperiksa terlebih dahulu sebelum menambah asupan dari suplemen seperti lumut laut.
“Kalau asupan yodium dari makanan sudah 150 mikrogram per hari, lalu ditambah lumut laut, kita bisa dengan cepat mengalami kelebihan yodium,” jelasnya.
Manfaat Lumut Laut Mungkin Tidak Sebanding dengan Risikonya
Meskipun lumut laut memiliki potensi manfaat kesehatan, ada juga risiko yang perlu diperhatikan. Seperti alga lainnya, lumut laut dapat menyerap zat kimia atau logam berat dari lingkungan dengan cepat—lebih cepat dari kemampuannya untuk mengeluarkannya. Akibatnya, logam berat bisa menumpuk di dalam jaringan lumut laut.
“Logam berat menumpuk dalam lumut laut, jadi siapapun yang mengonsumsinya—baik manusia maupun ikan—semakin banyak dikonsumsi, semakin besar pula penumpukannya,” kata Gaffen. “Arsenik, merkuri, timbal, atau zat apapun yang ada di dalam air bisa ikut masuk,” tambahnya.
Logam berat seperti ini bisa mengganggu kemampuan tubuh dalam menyerap dan memproses mineral, serta menyebabkan berbagai dampak negatif.
Sebuah studi yang akan diterbitkan dalam Journal of Agriculture and Food Research pada Juni 2025 menunjukkan bahwa konsumsi produk rumput laut dapat menyebabkan akumulasi logam berat dalam tubuh yang berdampak buruk terhadap kesehatan, termasuk gangguan ginjal, kerusakan saraf, peningkatan risiko kanker, dan penurunan fungsi kognitif.
Lumut Laut Bisa Berisiko bagi Kondisi Kesehatan Tertentu
Meskipun tampaknya menjanjikan, lumut laut tidak cocok untuk semua orang. “Orang dengan gangguan tiroid, mereka yang rentan terhadap keracunan logam berat, serta individu yang sensitif terhadap karagenan perlu berhati-hati,” ujar Danielle Gaffen.
Ia juga menambahkan bahwa ibu hamil dan menyusui sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi lumut laut, dan mereka yang sedang mengonsumsi pengencer darah sebaiknya menghindarinya sama sekali.
Hal ini karena lumut laut secara alami mengandung senyawa antikoagulan (pengencer darah). Tinjauan ilmiah dalam Marine Drugs tahun 2024 mencatat bahwa ekstrak Chondrus crispus memiliki sifat antikoagulan yang berpotensi mencegah penggumpalan darah.
Bahkan untuk orang yang umumnya sehat, suplemen lumut laut tetap memunculkan pertanyaan. “Suplemen bisa saja berinteraksi dengan obat-obatan farmasi,” kata Nicholas Generales.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) tidak mengatur suplemen dengan standar yang sama seperti obat-obatan resep. “Produsen bisa menulis hampir apa saja di label, dan isinya belum tentu sesuai dengan yang tertulis,” lanjutnya.
Selain itu, tidak semua produk lumut laut dibuat dengan kualitas yang sama. “Produk lumut laut yang tersedia secara komersial sangat bervariasi,” kata Terry Davies. “Dan hanya sedikit yang mencantumkan secara jelas berapa kandungan yodiumnya.”
Ia menambahkan, banyak orang bahkan tidak menyadari bahwa lumut laut mengandung yodium, sehingga bisa mengonsumsi yodium tambahan tanpa sengaja.
Gaffen juga mengingatkan bahwa “Suplemen bisa saja mengandung kadar yodium yang tidak konsisten, terkontaminasi logam berat, atau memiliki bahan tambahan seperti pemanis buatan dan zat pengisi.”
Jadi, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?
Daripada mengikuti tren tanpa dasar ilmiah yang kuat, para ahli menyarankan untuk kembali pada prinsip dasar pola makan sehat. “Konsumsilah makanan utuh. Makanlah sayur dan buah segar,” saran Generales.
Gaffen pun menekankan bahwa lumut laut bukanlah ‘superfood ajaib’ Meski ada potensi manfaat, konsumsinya tetap harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing dan dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR