Dalam tunggu, dapat dilihat para penari ronggeng mulai duduk bersila di tengah lingkaran besar dengan gaun berwarna hijau zamrud dan bersulam emas, serta manik-manik berwarna cerah dan payet emas yang menghiasi kepalanya berbentuk mahkota.
Lalu, terdengar satu pukulan gong yang keras dan panjang menandakan dimulainya pertunjukan. Para ronggeng telah bangkit, tampak wajah-wajahnya nampak ayu dibalur dengan rias yang menutup wajah asli mereka. Hampir seluruh tubuhnya dibalur bubuk putih.
Para penari wanita itu memegang slendang berwarna di tangannya yang terangkat dengan anggun, melangkah maju beberapa kali, perlahan, menyeret, dengan gerakan berirama. Van Maurik begitu terpana.
Dengan ayunan cepat penari itu melempar slendang ke atas dan melewati bahunya sambil berjongkok sejenak, dia menempelkan kedua tangannya yang terlipat seperti sedang berdoa ke dahinya.
Oh bukan berdoa, itu sembâhnya, salam hormat yang disampaikan kepada para penonton. Sebagai tanda dimulainya unjuk tari.
Setelah memberi hormat, penari ronggeng mulai bangkit lagi, bergoyang anggun dengan pinggulnya maju mundur, memutar lengan dan tangannya yang indah dalam berbagai macam gerak.
Jari-jarinya yang hanya memegang slendang dengan ringan, melebar menyerupai bentuk kipas dan ditekuk ke belakang, sementara kakinya melangkah kecil-kecil ke depan dan ke belakang.
Musik menjadi lebih hidup, bunyi lonceng terdengar jelas di antara suara sengau biola dan lengkingan seruling. Gendang ditabuh dengan tempo lebih cepat dan gong dengan lembut membunyikan nada dasar dengan pukulan yang lebih pendek.
Dengan putaran yang lebih cepat, dia memutar tubuh bagian atasnya maju mundur dan langkah yang diambilnya menjadi lebih besar dan lebih panjang. Ia bergerak mengitari obor dalam lingkaran yang makin melebar.
Seketika musik tiba-tiba berhenti sejenak, dan penari ronggeng telah berdiri di depan tempat landheer dan nyonyanya duduk bersama tamu-tamu mereka, termasuk van Maurik untuk memberi hormat.
Musik dimulai lagi, sambil membungkuk sedikit, sang penari mengambil sesuatu dari keranjang, diambilnya topeng putih, rona topengnya teduh dengan mata tenang.
Baca Juga: Lengking 'Ka Mate! Ka Ora!' Suku Maori dalam Tarian Perang Haka
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR