Tampak musik mulai mengalun pelan dan ragu. Dengan malu-malu dan jinjit, ronggeng melangkah maju, tangannya bergerak anggun dan perlahan dengan kekuatan terkendali. Menyiratkan diri yang tenang dan santun. Lebih pada sikap penuh malu yang tampil.
"GONGGG!"
Bunyi keras sebuah gong mengagetkan penonton. Seketika itu juga penari itu merobek topeng putihnya. Dengan cepat, diambilnya topeng berwarna hijau dengan pupil dan putih mata yang tampak jelas.
Gamelan mulai bertabuh kencang, memainkan irama-irama liar. Kini penari itu menyibakkan selendangnya, hingga terlihat jelas kemolekan tubuhnya tergambar. Pinggulnya bergeol-geol erotis dan musik terus berderu semakin liar.
Sang penari pun semakin mengekspresikan gairahnya melalui gerakan-gerakan, tangan dan kaki yang bergerak maju mundur dalam lilitan seperti ular. Kepalanya bergerak ke atas dan ke bawah tanpa henti, menoleh ke kiri dan ke kanan dengan sentakan sesuai irama.
Setelahnya musik berhenti, ia mengganti topengnya. Sekarang warnanya merah dengan mata kuning tajam dan bersinar terang, di bawah alis hitam yang melengkung. Suara penari menjadi lebih kuat, lebih tajam, dan lebih tajam membelah udara.
Dia bangkit dengan sikap memerintah. Sikapnya menjadi anggun. Kepalanya menengadah ke arah gerbang, tangan kanannya terentang memberi komando, tangan kirinya ditekuk anggun di pinggulnya.
Dengan topeng itu, sang penari telah menyiratkan bahwa dirinya seorang Raden Ayu yang berkuasa dan memerintah. Melepas bebannya yang sebenarnya penyanyi ronggeng yang tak memiliki daya apa pun selain berpesan lewat gerak tubuhnya.
Kemudian segera setekah selesai menggerak-gerakkan tubuh bagian atasnya, penari kembali berjongkok dan menundukkan kepalanya, mulai mengangkat sembâh dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dahinya. Tarian sudah selesai.
Menyenangkan!
Tepuk tangan para tamu bergema keras dan bergema sepanjang malam. Pesta-pesta ini barangkali umum di tanah Preangan (Sunda) dan tarian ronggeng adalah yang terbaik yang dapat dinikmati oleh para Eropa dan penduduk aslinya.
***
Tulisan ini disadur dari buku gubahan Justus van Maurik berjudul Indrukken van een 'Tòtòk' yang terbit pada tahun 1897 dari halaman 259 pada bab In de Préanger.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR