Para preparator menggunakan berbagai alat untuk membebaskan tulang dari cangkangnya: angle grinder (gerinda sudut) untuk memecah batu besar hingga percikan api dan serpihan beterbangan, serta palu, pahat, dan alat kedokteran gigi untuk pekerjaan yang lebih halus. Namun, alat terpenting adalah kejelian mata dalam menemukan yang tak terduga.
“Setiap jaket fosil bisa jadi seperti lokasi tambang mini,” kata Goodreau. Tulang, gigi, dan bagian kecil lainnya harus dikeluarkan dengan penuh kesabaran dari matriks batu tempat mereka terjebak. Mengolah satu fosil panggul dan tulang-tulang di sekitarnya saja bisa memakan waktu hampir satu tahun.
Tahap akhir dari proses ini adalah menambal celah atau bagian tulang yang hilang dengan dempul epoksi berwarna mirip tulang, tapi tetap cukup berbeda agar bagian yang direstorasi bisa dibedakan dari fosil asli.
Langkah 3: Merekonstruksi Kerangka
Pada musim panas 2023, di sebuah kota kecil di tepi utara Danau Ontario, Kanada—sekitar 4.200 kilometer dari museum di Los Angeles—tulang-tulang Gnatalie terbaring dalam kotak kayu dangkal di ruang belakang Research Casting International (RCI), sebuah perusahaan spesialis rekonstruksi dinosaurus untuk museum.
Beberapa tulang disusun di atas bantalan busa, lainnya di atas pasir, masing-masing disertai kartu manila yang mencatat posisi mereka dalam kerangka yang akan dirakit.
Di ruang rapat di lantai atas, staf dari museum dan RCI membahas secara detail bagaimana kerangka raksasa ini akan dipasang. Panjang totalnya akan mencapai sekitar 22 meter dan akan dipajang di aula utama sayap baru museum. Namun saat itu, rancangan awal menunjukkan bahwa bagian kepala dan leher sepanjang hampir dua meter akan menembus dinding ke ruangan sebelah.
Mereka mempertimbangkan berbagai opsi, tetapi setiap perubahan terhambat oleh batasan arsitektur. Jika terlalu digeser ke satu arah, kepala bisa kehilangan titik penyangga di langit-langit. Bila ke arah sebaliknya, ekor bisa menghalangi pintu darurat.
“Sebuah kerangka dinosaurus bukan sekadar model yang bisa dibentuk sesuka hati,” kata Luis Chiappe, ahli paleontologi sekaligus Direktur Dinosaur Institute di museum tersebut, yang sejak awal memimpin penggalian (dan menjadi kepala koki bagi tim di lapangan).
Untungnya, salah satu staf kemudian mengumumkan, meskipun agak malu-malu, bahwa ternyata perangkat lunak desain yang digunakan saling salah membaca ukuran, dan kepala Gnatalie sebenarnya tidak akan menembus dinding seperti yang dikhawatirkan.
Baca Juga: Punya Nama Mirip, Apa yang Membedakan Dinosaurus dan Nondinosaurus Seperti Pterosaurus?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR