Nationalgeographic.co.id—Bayangkan seekor dinosaurus berleher panjang sepanjang 22 meter yang hidup 150 juta tahun lalu kini berdiri megah di museum—bukan sebagai fosil yang membosankan, melainkan sebagai makhluk yang seolah-olah baru saja bangkit dari masa Jurassic.
Inilah kisah "Gnatalie", dinosaurus sauropoda yang ditemukan di Utah dan direkonstruksi oleh tim ilmuwan dari Natural History Museum of Los Angeles County (NHMLAC).
Proses "menghidupkannya kembali" memakan waktu lebih dari satu dekade, melibatkan penggalian tulang yang terkubur dalam batuan keras, menghadapi sengatan panas, serangan serangga, hingga ancaman satwa liar.
Kini, hasil kerja keras tersebut dipamerkan di museum, memberi pengunjung kesempatan langka untuk melihat langsung bagaimana sains dan seni bersatu menghidupkan kembali raksasa prasejarah ini.
Langkah 1: Menemukan dan Menggali
Kisah kebangkitan Gnatalie dimulai pada tahun 2007, ketika tim dari Natural History Museum of Los Angeles County (NHMLAC) menemukan tulang kaki dinosaurus sauropoda yang menonjol akibat erosi di sebuah tebing di tenggara Utah.
Penemuan itu menjadi awal dari sembilan musim panas berikutnya yang dihabiskan untuk menggali di lokasi yang sama. Di bawah permukaan, mereka menemukan kumpulan tulang dari berbagai jenis dinosaurus—Diplodocus, Camarasaurus, Allosaurus, Stegosaurus, dan lainnya—yang tampaknya telah tersapu dan menumpuk oleh aliran sungai purba menjadi semacam “kemacetan tulang” dinosaurus.
Spesimen yang direkonstruksi ini dipamerkan di museum musim gugur 2024 ini bukan berasal dari satu individu, melainkan gabungan dari dua atau lebih dinosaurus sejenis yang ditemukan di lokasi tersebut.
Identitas pasti spesiesnya—yang kemungkinan merupakan spesies baru bagi ilmu pengetahuan—masih diteliti. Namun, bentuknya yang berleher dan berekor panjang serta bertungkai empat menunjukkan kemiripan dengan genus Diplodocus.
Nama panggilan “Gnatalie” tidak berasal dari kisah heroik, melainkan dari kawanan serangga kecil yang sangat mengganggu selama musim penggalian pertama. Pada musim berikutnya, tim memilih menggali di tengah musim panas meski harus menghadapi risiko dehidrasi dan sengatan matahari, hanya demi menghindari gigitan gnat.
Bahaya lain di lokasi penggalian juga tidak sedikit. Jejak singa gunung ditemukan di tanah, ular derik bersembunyi di bawah terpal, dan suatu hari, petir menyambar puncak tebing hingga menyebabkan pohon juniper menyala terbakar. Seluruh tim berhamburan mencari perlindungan.
Baca Juga: Menulusuri Secara Ilmiah, Mengapa Dinosaurus Dinamai ‘Dinosaurus’?
Karena lokasi penggalian cukup mudah diakses—hanya sehari perjalanan dari Los Angeles—tim museum memanfaatkannya sebagai kesempatan edukatif, mengajak relawan, donatur, dan mahasiswa terlibat langsung dalam pekerjaan keras memahat dan menggali.
Suatu malam saat hendak makan malam, mereka menghitung jumlah orang di kamp dan sadar bahwa sudah ada 50 orang yang ikut serta. Bagi beberapa peserta, ini adalah kali pertama mereka tidur di tenda.
Namun melimpahnya temuan justru membuat pekerjaan makin rumit. “Seperti bermain pick-up sticks dengan tulang dinosaurus,” kata paleontolog NHMLAC, Alyssa Bell. “Semuanya saling bertumpuk dan terkunci satu sama lain.”
Proses penggalian mencakup menggali parit di sekitar blok batu tempat fosil berada dan menyisakan penyangga sementara di bawahnya. Fosil kemudian dibungkus dengan lapisan kain goni dan plester untuk melindunginya.
Awalnya, mereka menjaga agar bobot “jaket” pelindung itu tetap ringan agar bisa diangkat manual. Tapi tak lama kemudian, mereka berhadapan dengan fosil-fosil yang perlu jaket seberat lebih dari satu ton dan harus diangkat dengan alat berat.
Saat tiba waktunya mengangkat fosil panggul raksasa, “kami pakai tali di kedua sisi, tim orang menggoyangnya ke kiri dan kanan,” kata Stephanie Abramowicz, ilustrator museum yang ikut dalam penggalian.
Ketika fosil itu berhasil diangkat, terdengar gelegar petir. “Seakan Gnatalie berbicara pada kami—akhirnya bebas dari tanah dan siap hidup dalam bentuk baru,” ujar Abramowicz.
Langkah 2: Menyiapkan Tulang
Setelah dikeluarkan dari lokasi penggalian, tulang-tulang Gnatalie dikirim ke laboratorium preparasi milik Natural History Museum of Los Angeles County di Los Angeles. Di sinilah pekerjaan rumit dimulai. Menurut Doug Goodreau, kepala lab preparasi, fosil-fosil ini sangat menantang karena material batu yang menyelubunginya sekeras semen.
Baca Juga: Bukan T.rex, Terungkap Siapa Sebenarnya Dinosaurus Tercepat
Para preparator menggunakan berbagai alat untuk membebaskan tulang dari cangkangnya: angle grinder (gerinda sudut) untuk memecah batu besar hingga percikan api dan serpihan beterbangan, serta palu, pahat, dan alat kedokteran gigi untuk pekerjaan yang lebih halus. Namun, alat terpenting adalah kejelian mata dalam menemukan yang tak terduga.
“Setiap jaket fosil bisa jadi seperti lokasi tambang mini,” kata Goodreau. Tulang, gigi, dan bagian kecil lainnya harus dikeluarkan dengan penuh kesabaran dari matriks batu tempat mereka terjebak. Mengolah satu fosil panggul dan tulang-tulang di sekitarnya saja bisa memakan waktu hampir satu tahun.
Tahap akhir dari proses ini adalah menambal celah atau bagian tulang yang hilang dengan dempul epoksi berwarna mirip tulang, tapi tetap cukup berbeda agar bagian yang direstorasi bisa dibedakan dari fosil asli.
Langkah 3: Merekonstruksi Kerangka
Pada musim panas 2023, di sebuah kota kecil di tepi utara Danau Ontario, Kanada—sekitar 4.200 kilometer dari museum di Los Angeles—tulang-tulang Gnatalie terbaring dalam kotak kayu dangkal di ruang belakang Research Casting International (RCI), sebuah perusahaan spesialis rekonstruksi dinosaurus untuk museum.
Beberapa tulang disusun di atas bantalan busa, lainnya di atas pasir, masing-masing disertai kartu manila yang mencatat posisi mereka dalam kerangka yang akan dirakit.
Di ruang rapat di lantai atas, staf dari museum dan RCI membahas secara detail bagaimana kerangka raksasa ini akan dipasang. Panjang totalnya akan mencapai sekitar 22 meter dan akan dipajang di aula utama sayap baru museum. Namun saat itu, rancangan awal menunjukkan bahwa bagian kepala dan leher sepanjang hampir dua meter akan menembus dinding ke ruangan sebelah.
Mereka mempertimbangkan berbagai opsi, tetapi setiap perubahan terhambat oleh batasan arsitektur. Jika terlalu digeser ke satu arah, kepala bisa kehilangan titik penyangga di langit-langit. Bila ke arah sebaliknya, ekor bisa menghalangi pintu darurat.
“Sebuah kerangka dinosaurus bukan sekadar model yang bisa dibentuk sesuka hati,” kata Luis Chiappe, ahli paleontologi sekaligus Direktur Dinosaur Institute di museum tersebut, yang sejak awal memimpin penggalian (dan menjadi kepala koki bagi tim di lapangan).
Untungnya, salah satu staf kemudian mengumumkan, meskipun agak malu-malu, bahwa ternyata perangkat lunak desain yang digunakan saling salah membaca ukuran, dan kepala Gnatalie sebenarnya tidak akan menembus dinding seperti yang dikhawatirkan.
Baca Juga: Punya Nama Mirip, Apa yang Membedakan Dinosaurus dan Nondinosaurus Seperti Pterosaurus?
Meski demikian, banyak masalah nyata lainnya yang harus dihadapi. Salah satunya adalah bagian tulang belakang yang hancur dan terpelintir akibat tertimbun selama lebih dari 150 juta tahun di dalam tanah. Jika dipasang begitu saja, kerusakan ini bisa menyebabkan kelengkungan yang mengganggu tampilan keseluruhan kerangka.
Akhirnya, Chiappe memutuskan untuk memindai bagian tulang belakang tersebut dan membuat replika versi utuhnya menggunakan cetakan 3D, demi tampilan yang lebih alami.
Langkah 4: Kerangka Pajang
Setelah ribuan keputusan kecil dan berbulan-bulan kerja keras, tim Research Casting International (RCI) akhirnya mulai menyusun peta penempatan tulang dan membangun rangka baja penyangga.
Sebuah tiang baja berdinding tebal untuk menopang panggul dan kaki belakang dipasang terlebih dahulu. Selanjutnya, rangka baja horizontal dibentuk mengikuti lengkungan alami tulang belakang dinosaurus.
Proses rekonstruksi ini memakan waktu berbulan-bulan dan dilakukan dengan sangat teliti—namun tetap dirancang tidak permanen. Setiap bagian rangka saling terhubung melalui sistem soket dan sambungan yang dapat dilepas dengan rapi.
Penahan baja dipasang ke masing-masing tulang, bahkan lebih kokoh daripada saat dinosaurus itu masih hidup.
Setelah seluruh struktur selesai, tulang-tulang dan rangkanya dibongkar kembali, dikemas dalam peti pengiriman, dan diangkut dengan truk menyeberangi benua kembali ke Los Angeles.
Di sana, pada pijakan yang dirancang khusus untuk momen ini, bagian-bagian tersebut mulai disusun kembali. Hampir dua dekade sejak pertama kali ditemukan, tulang-tulang dinosaurus yang dipadukan dalam kerangka ini akhirnya berdiri megah di ruang pameran yang akan mereka kuasai.
Kehidupan baru Gnatalie pun resmi dimulai—sebagai simbol keagungan masa lalu dan guru yang menantang generasi manusia modern untuk terus belajar dari jejak purba.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR