Nationalgeographic.co.id—Bulu hitam-putih serta perilaku malas nan lucu menjadi ciri khas panda. Selain itu, bambu juga merupakan ciri panda raksasa (Ailuropoda melanoleuca) yang sempat terancam punah.
Seekor panda dapat mengonsumsi antara 12 hingga 38 kilogram bambu setiap hari. “Mereka dapat menghabiskan waktu hingga 16 jam setiap hari untuk memakan bambu,” tulis Emma Bryce di laman Live Science.
Pola konsumsi ini begitu intens sehingga Feng Li menggambarkan panda sebagai “penghancur bambu yang dapat bergerak”. Feng Li adalah seorang peneliti di China West Normal University.
Tapi apakah panda pernah memperluas pola makan mereka dan memakan sesuatu selain tumbuhan yang tumbuh cepat ini?
Biasanya, jawabannya adalah tidak — meskipun ada beberapa pengecualian yang jarang terjadi.
“Ada beberapa kasus di mana panda raksasa liar terkadang memakan hewan kecil,” kata Li.
Li menyebutkan beberapa kejadian langka yang terdokumentasi di wilayah Pegunungan Qinling di Tiongkok. Di sana, panda raksasa ditemukan menggerogoti tulang seekor takin (Budorcas taxicolor), hewan berkuku liar yang mirip kambing. Mereka juga kadang-kadang ditemukan memangsa tikus bambu Tiongkok (Rhizomys sinensis).
John Speakman, ketua zoologi di Aberdeen University, mengonfirmasi bahwa kasus-kasus ini bersifat oportunistik dan tidak biasa. “Ada gambar daring tentang seekor panda di kebun binatang yang menangkap dan memakan seekor merak. Namun sejauh yang saya ketahui, ini benar-benar pertemuan yang tidak disengaja.”
Selain dari penyimpangan langka yang disebutkan di atas, panda hanya memakan bambu. Namun, ada hal menarik. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa panda sebenarnya harus memiliki pola makan yang jauh lebih beragam. Faktanya, mereka tidak terlalu cocok untuk memakan bambu.
Penelitian telah menunjukkan bahwa beruang memiliki usus yang mirip dengan karnivora, seperti kerabat beruang mereka. Perut panda juga tidak memiliki struktur banyak bilik yang digunakan herbivora lain untuk memproses tanaman dalam jumlah banyak.
Terlebih lagi, mikroba yang mengisi flora usus panda lebih mirip dengan mikroba pemakan daging. Mikroba usus panda juga mampu memproses dan mengekstraksi protein.
Baca Juga: Fakta Ilmiah: Panda Ternyata Tidak Benar-Benar Panda, Kok Bisa?
Mikroba tersebut tidak cocok untuk mengurai tanaman. Kotoran panda juga mengungkap hal ini. Para peneliti dalam penelitian tersebut menemukan bahwa kotoran tersebut berisi potongan bambu yang tidak tercerna.
Kebangkitan evolusi panda
Ciri-ciri yang tidak sesuai ini tampaknya merupakan sisa evolusi dari masa lalu leluhur panda raksasa. Petunjuk dari catatan fosil menunjukkan bahwa nenek moyang panda raksasa modern tidak hanya mengonsumsi daging tetapi juga tumbuhan.
Kemudian, sekitar 7 juta tahun yang lalu, bukti fosil menunjukkan bahwa satu nenek moyang mulai mencicipi sedikit bambu. Salah satunya adalah yang disebut Ailurarctos,
“Hal ini menandai titik awal transisi dari omnivora menjadi herbivora,” menurut Li. Transisi itu mungkin dipercepat oleh perubahan ketersediaan makanan.
“Pandangan yang populer saat ini adalah bahwa perubahan lingkungan menyebabkan penurunan tajam sumber daya makanan. Nenek moyang panda raksasa bersaing ketat dengan karnivora lain,” kata Li.
Setelah mulai melengkapi makanannya dengan bambu, Ailurarctos memiliki keunggulan adaptif. Hewan itu mampu bertahan dari kelangkaan dengan menghuni ceruk ekologi ini.
“Proses evolusi panda raksasa yang berubah dari omnivora menjadi eksklusif bambu adalah kasus klasik dari bertahan hidup. Tetapi belum tentu yang terbaik dalam biologi evolusi,” kata Li.
Susunan evolusi mereka mungkin tampak kurang cocok dengan makanan intensif bambu. Namun panda raksasa juga telah mengembangkan beberapa adaptasi agar sesuai dengan situasi tersebut.
Misalnya, gen yang membuat panda bisa merasakan rasa umami dari daging telah dinonaktifkan dalam DNA panda. Hal ini berarti panda mungkin tidak memiliki selera makan alami untuk daging segar, kata Li.
Panda juga memiliki metabolisme yang sangat lambat. Hal tersebut membantu mereka bertahan hidup dengan pola makan rendah energi berupa bambu. Faktanya, panda hanya menghabiskan 38% energi harian mamalia darat lain yang berukuran sama.
Baca Juga: Diplomasi Panda, Taktik Tiongkok untuk Tingkatkan Citra Internasional
Speakman mengungkap kemungkinan akar penyebab lambatnya laju metabolisme ini. Penyebabnya adalah mutasi gen yang unik bagi panda dan mengendalikan hormon tiroid. Keduanya merupakan kunci dalam mengatur metabolisme.
“Kita semua menduga laju metabolisme panda akan rendah. Jika tidak, panda tidak akan mampu makan cukup makanan. Wawasan besarnya adalah menemukan gen yang mendasarinya,” ungkap Speakman.
“Sejak saat itu, kami menciptakan tikus dengan mutasi yang sama. Kami memastikan bahwa tikus tersebut juga memiliki laju metabolisme yang lebih rendah.”
Li mengeksplorasi bagaimana bambu memainkan peran kunci dalam membantu panda beradaptasi dengan pola makan yang tidak biasa. Li memeriksa sampel darah yang diambil dari panda. Ia mengidentifikasi molekul yang disebut mikroRNA yang beredar di sana.
MikroRNA adalah molekul yang terdapat pada hewan dan tumbuhan, yang digunakan sel untuk mengendalikan ekspresi gen. Molekul-molekul ini juga terdapat pada bambu, tempat molekul-molekul ini memasuki tubuh panda melalui makanan. Molekul tersebut dapat terakumulasi dalam jaringannya seiring waktu.
Li dan tim meneliti beberapa miRNA yang terdapat dalam darah panda. Tim tersebut menemukan bahwa miRNA tersebut menargetkan gen-gen tertentu yang terlibat dalam berbagai hal. Antara lain dalam meningkatkan nafsu makan, mengatur indra penciuman, dan menekan rasa pahit.
Mungkin saja molekul-molekul yang berasal dari bambu ini membantu mengembangkan dan mengatur nafsu makan panda terhadap bambu. Hal ini dapat menjadi penting untuk kelangsungan hidup panda.
“Memastikan bahwa bambu yang cukup dapat dikonsumsi setiap hari untuk memenuhi kebutuhan asupan energi tubuh,” jelas Li.
Di tempat lain, penelitian menemukan bahwa bakteri usus panda tidak sepenuhnya bertentangan dengan pola makan vegannya. Faktanya, flora usus panda berubah selama musim ketika rebung muncul.
Hal ini memungkinkan panda untuk menyimpan lebih banyak energi selama periode singkat ini. Selama periode singkat itu, panda tampak bertambah berat badan.
Panda juga mengembangkan “jempol semu” yang memungkinkan mereka untuk mencengkeram batang bambu dengan erat. Gigi geraham mereka lebih lebar daripada gigi beruang lainnya. Gigi tersebut penting untuk menghancurkan batang bambu yang kuat, karena rahang panda sangat kuat.
“Wajah mereka yang besar dan bulat. Hal itu disebabkan oleh otot rahang yang besar yang memberi kekuatan gigitan yang lebih besar daripada beruang kutub,” kata Speakman.
Panda dipuja. Di sisi lain, mereka juga “diejek” sebagai hewan yang tidak beradaptasi dengan baik dan tidak memiliki jalan buntu evolusi. Panda mungkin tampak seperti hanya bermalas-malasan dan memakan bambu sepanjang hari. Tapi, seperti yang dikatakan Li, “kemalasan” panda adalah kebijaksanaan untuk bertahan hidup.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR