Nationalgeographic.co.id—Upacara pemakaman Mesir kuno telah dipraktikkan sejak Periode Pradinasti di Mesir (sekitar 6000 - 3150 SM). Jenazah tertua yang diawetkan dari sebuah makam adalah yang disebut 'Ginger', ditemukan di Gebelein, Mesir. Jenazah itu berasal dari tahun 3400 SM, yang berisi barang-barang kuburan untuk kehidupan setelah kematian.
Menurut sejarawan Herodotus (413 SM), upacara pemakaman Mesir sangat dramatis dalam berkabung atas kematian, meskipun diharapkan bahwa orang yang meninggal akan menemukan kebahagiaan di tanah abadi setelah kematian.
Dalam tulisannya mengenai acara berkabung dan pemakaman, Herodotus mengatakan ketika seorang pria terhormat meninggal, semua wanita di rumah itu akan menutupi kepala dan wajah mereka dengan lumpur, kemudian meninggalkan jenazah di dalam rumah, berkeliling kota bersama kerabat jenazah, dengan pakaian mereka diikat dengan ikat pinggang, dan memukul-mukul dada mereka yang terbuka.
Para pria juga mengikuti prosedur yang sama, mengenakan ikat pinggang dan memukul-mukul diri mereka sendiri seperti para wanita. Setelah upacara selesai, mereka membawa jenazah untuk dimumikan.
Dilansir laman World History Encyclopedia, mumifikasi dipraktikkan di Mesir sejak 3500 SM dan diperkirakan muncul karena adanya pengawetan mayat yang dikubur di pasir kering.
Konsep Mesir tentang jiwa (mungkin telah berkembang cukup awal) menyatakan bahwa perlu ada tubuh yang diawetkan di bumi agar jiwa memiliki harapan akan kehidupan kekal.
Setelah seseorang meninggal, keluarga akan membawa jenazah ke pembalsem di mana para profesional membuat model spesimen dari kayu, yang dinilai berdasarkan kualitasnya. Setelah menyepakati kualitas bahan yang digunakan dan harga, keluarga jenazah membiarkan pembalsem melakukan tugas mereka.
Ada tiga tingkatan kualitas dan harga yang sesuai dalam pemakaman Mesir. Pembalsem profesional akan menawarkan ketiga pilihan tersebut kepada keluarga yang berduka.
Menurut Herodotus, yang terbaik pertama dan termahal dikatakan mewakili Osiris, yang terbaik kedua agak lebih rendah dan lebih murah, sedangkan yang ketiga adalah yang termurah.
Ketiga pilihan dalam penguburan ini menentukan jenis peti jenazah yang akan digunakan, tata cara pemakaman yang tersedia, dan juga cara penanganan jenazah.
Baca Juga: Mengapa Para Ilmuwan Sulit Menjawab Berapa Jumlah Piramida Mesir Kuno?
Menurut sarjana Salima Ikram, bahan utama dalam mumifikasi adalah natron (atau netjry), garam suci. Natron merupakan campuran natrium bikarbonat, natrium karbonat, natrium sulfat, dan natrium klorida yang terdapat secara alami di Mesir, paling umum ditemukan di Wadi Natrun.
Natron memiliki sifat mengeringkan dan menghilangkan lemak dan merupakan bahan pengering yang lebih disukai, meskipun garam biasa juga digunakan dalam penguburan yang lebih ekonomis.
Jenis-jenis mumifikasi
Dalam jenis pemakaman paling mahal, jenazah diletakkan di atas meja, dan otaknya dikeluarkan melalui lubang hidung dengan kait besi. Bagian-bagian yang tidak dapat dijangkau oleh kait itu dicuci dengan obat-obatan.
Selanjutnya panggul dibuka dengan pisau batu api dan seluruh isi perut dikeluarkan. Rongga itu kemudian dibersihkan dan dicuci secara menyeluruh, pertama-tama dengan tuak dan sekali lagi dengan campuran rempah-rempah yang dihaluskan.
Setelah itu, rongga itu diisi dengan mur murni, kayu manis, dan setiap zat aromatik lainnya, kecuali kemenyan, dan dijahit lagi. Setelahnya tubuh itu ditempatkan dalam natron, ditutupi seluruhnya selama tujuh puluh hari (tidak pernah lebih lama).
Ketika periode ini berakhir, tubuh itu dimandikan dan dibungkus dari kepala sampai kaki dengan kain linen yang dipotong-potong dan diolesi bagian bawahnya dengan getah, yang umumnya digunakan oleh orang Mesir sebagai pengganti lem. Dalam kondisi ini, tubuh itu dikembalikan kepada keluarga yang telah membuat peti kayu, berbentuk seperti figur manusia, tempat tubuh itu dimasukkan.
Pada jenis pemakaman termahal kedua, tidak ada sayatan yang dibuat dan usus tidak dikeluarkan, tetapi minyak cedar disuntikkan dengan jarum suntik ke dalam tubuh melalui anus yang kemudian ditutup untuk mencegah cairan keluar.
Tubuh kemudian diawetkan dalam natron selama beberapa hari, pada hari terakhir minyak dikeringkan. Efeknya begitu kuat sehingga saat meninggalkan tubuh, minyak membawa serta isi perut dalam keadaan cair. Karena daging telah dilarutkan oleh natron, tidak ada bagian tubuh yang tersisa kecuali kulit dan tulang. Setelah perawatan ini, tubuh dikembalikan kepada keluarga tanpa perawatan lebih lanjut.
Sementara metode pemakaman yang paling murah, adalah hanya dengan mencuci isi perut dan menyimpan tubuh selama tujuh puluh hari dalam natron.
Organ-organ dalam dikeluarkan untuk membantu mengawetkan mayat, tetapi, karena diyakini bahwa orang yang meninggal masih membutuhkannya, isi perut ditempatkan dalam toples kanopik untuk disegel di dalam makam. Hanya jantung yang tertinggal di dalam tubuh karena dianggap mengandung aspek Ab (jantung dianggap sebagai sumber kebaikan dan kejahatan) dari jiwa.
Baca Juga: Beda dari Mumi Mesir Kuno, Pembalseman Mumi Ini Gunakan Metode yang Sangat Aneh
Pembuangan organ-organ juga melambangkan pembuangan dosa-dosa yang telah menodai organ-organ tersebut yang sekarang dibersihkan dan ditempatkan dalam toples-toples. Menurut beberapa sarjana, penghakiman jiwa dimulai selama pembalsaman tubuh.
Pemakaman orang miskin Mesir
Bahkan orang Mesir yang paling miskin pun diberi semacam upacara karena diyakini bahwa, jika orang yang meninggal tidak dikuburkan dengan benar, jiwanya akan kembali dalam bentuk hantu untuk menghantui orang yang masih hidup.
Hantu dianggap sebagai ancaman yang nyata dan serius, dan keluarga yang sedang berduka sering kali kesulitan membayar upacara pemakaman yang menurut para pemilik jasa pemakaman adalah yang terbaik untuk menjaga arwah orang yang meninggal tetap tenang dan melindungi keluarga yang ditinggalkan dari gangguan roh.
Karena mumifikasi bisa sangat mahal, orang miskin memberikan pakaian bekas mereka kepada pembalsem untuk digunakan membungkus jenazah keluarga mereka. Hal ini memunculkan frasa “Kain Linen dari Masa Lalu” yang merujuk pada kematian.
Orang miskin kemudian dimakamkan di kuburan sederhana dengan artefak yang mereka nikmati semasa hidup atau benda apa pun yang mampu diberikan oleh keluarga.
Setiap makam berisi semacam bekal untuk kehidupan setelah kematian. Makam-makam di Mesir pada awalnya adalah makam sederhana yang digali ke dalam tanah yang kemudian berkembang menjadi mastaba persegi panjang, makam yang lebih berhias yang dibangun dari batu bata lumpur.
Mastaba akhirnya berkembang dalam bentuk menjadi struktur yang dikenal sebagai 'piramida berundak' dan kemudian menjadi 'piramida sejati'.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR