Nationalgeographic.co.id—Di bawah bayang-bayang Tel Megiddo, ada bekas kamp militer Romawi di pusat perbatasan timur Kekaisaran Romawi. Para arkeolog menemukan lubang rahang babi di sirus itu. Rahang babi yang ada di tempat itu menjadi penemuan arkeologi yang luar biasa di bekas kamp itu.
Apa fungsi rahang babi itu? Apakah para prajurit Kekaisaran Romawi menyantapnya? Alih-alih menjadi santapan, rahang babi menjadi salah satu faktor penting dalam ritual Romawi.
Ternyata, penemuan rahang babi itu mengungkap bukti fisik yang kuat dari praktik pemakaman Romawi yang unik. Sebelum ditemukan, informasi tentang rahang babi dan ritual hanya ditunjukkan oleh tulisan-tulisan klasik.
Penemuan rahang babi di lahan permakaman Romawi
Legio merupakan pangkalan permanen Legio VI Ferrata selama awal abad ke-2 hingga akhir abad ke-3 Masehi. Di situs itu, para arkeolog menemukan lubang rahang babi – yang sengaja dibuang di dekat lahan permakaman Romawi.
Penemuan ini mungkin merupakan bukti arkeologi pertama di provinsi-provinsi Romawi timur tentang pengurbanan babi untuk pemakaman. Informasi ini kerap disebutkan oleh para penulis seperti Varro dan Pliny the Elder. Konon, pengurbanan babi merupakan sebuah ritual rumit yang dimaksudkan untuk membersihkan kuburan. “Selain itu, juga memberi penghormatan kepada prajurit yang tewas,” tulis Sahir di laman Ancient Origins.
Temuan ini menjadi subjek studi baru yang diterbitkan di ‘Atiqot dengan tajuk “Pig Sacrifice and Feasting in Roman Funerary Practices: A Case Study of the Roman Legionary Cemetery at Legio”.
Lubang penuh sisa-sisa babi di kamp militer
Legio VI Ferrata, pasukan legiun yang awalnya didirikan pada akhir Republik, ditempatkan secara permanen di dekat Tel Megiddo. Mereka ditempatkan di sana dari sekitar tahun 117 hingga 300 M.
Pangkalan tersebut merupakan salah satu pangkalan militer Romawi terpenting di daerah tersebut. Kamp itu mampu menampung lebih dari 5.000 pasukan dan bertindak sebagai benteng strategis di sepanjang batas timur Kekaisaran Romawi.
Penggalian di Legio telah mengungkap ciri khas perkemahan legiun Romawi—barak, bengkel, kuburan, dan tembok pertahanan. Namun, penemuan baru-baru ini berupa lubang dangkal dengan hanya sisa-sisa bagian tubuh tertentu dari babi. Para arkeolog menemukan rahang dan gigi dari sedikitnya 13 babi domestik.
Penemuan tersebut membawa dimensi yang sama sekali baru bagi pemahaman kita tentang praktik ritual Romawi.
Penemuan tersebut berjarak sekitar 50 meter dari lokasi kremasi terdekat di permakaman di lokasi kamp. Pemeriksaan zooarkeologi menunjukkan pola yang seragam: jumlah rahang bawah tiga kali lipat dari jumlah rahang atas. Sedangkan tulang babi lainnya atau sisa-sisa hewan lainnya tidak terlihat.
Tidak ada bukti babi-babi tersebut digunakan untuk memasak. Tidak ada hewan pengerat atau karnivora yang menggerogoti, dan tidak ada endapan abu yang menunjukkan kremasi. Ditemukan tanda-tanda potongan kecil menghiasi beberapa tulang. Tanda itu menjadi bukti bahwa hewan-hewan tersebut telah disembelih dan dikuliti, tetapi tidak dimakan.
Babi-babi tersebut, yang semuanya telah dijinakkan, berusia antara 6 dan 18 bulan, usia daging yang utama. Namun umur babi juga menyiratkan pilihan yang disengaja untuk ritual tersebut daripada pembuangan ternak atau kelebihan makanan.
Silicernium dan makanan suci orang mati
Jadi, apa yang disimpulkan dari semua ini?
Literatur Romawi kuno memberikan petunjuk. Penulis seperti Cicero, Varro, dan Apuleius merinci ritual pemakaman yang menampilkan babi. Terutama dalam upacara yang disebut silicernium. Silicernium adalah pesta yang diadakan di samping makam orang yang baru saja meninggal.
Menurut hukum Romawi, kuburan harus dibersihkan melalui pengurbanan hewan. Dan babi sangat dihargai baik sebagai sumber makanan maupun sebagai representasi kekuatan, kejantanan, dan kekuatan militer. Karena itu, babilah yang paling sering digunakan dalam ritual pemakaman prajurit romawi.
Dalam hal ini, rahang babi, komponen makhluk yang bersentuhan dengan altar atau pisau kurban, diberi muatan simbolis. Ritual Romawi sering kali memisahkan bagian yang “disentuh” secara ritual dari bagian yang dapat dimakan. Para pelayat mengonsumsi potongan daging yang lebih disukai. Sementara bagian yang bermakna secara ritual—seperti rahang—dianggap dekat dengan kuburan sebagai bagian dari praktik pembersihan.
Hal ini sangat sesuai dengan penemuan Legio: lubang rahang babi tampaknya merupakan sisa ritual silicernium atau cena novendialis. Cena novendialis adalah makan malam hari kesembilan yang mengakhiri periode berkabung resmi.
Ritual militer dan bukan tradisi masyarakat awam
Lubang Legio adalah pengecualian. Lubang itu adalah bukti awal dari pengurbanan babi yang hanya menggunakan rahang di permakaman tentara Romawi di provinsi timur. Lubang itu menunjukkan bahwa ritual tersebut memiliki karakter legiuner, bukan bagian dari tradisi sipil atau lokal yang lebih luas.
Upacara tersebut berpotensi memiliki fungsi simbolis dalam kohesi antara manusia dan identitas militer. Babi, dan khususnya babi hutan, memiliki nilai ikonik dalam budaya perang Romawi. Babi hutan adalah simbol Legio X. Babi juga sering kali digunakan dalam sumpah dan ritual pengurbanan. Mungkin untuk mempererat ikatan antara prajurit dan para dewa, bahkan dalam kematian.
Penemuan ini mengisi celah penting antara apa yang ditulis oleh penulis kuno dan apa yang telah digali oleh para arkeolog. Selama berabad-abad, para ilmuwan mengetahui tentang pesta pemakaman Romawi, babi kurban, dan pemakaman simbolis sisa-sisa hewan. “Namun tidak ada bukti konklusif tentang bagaimana atau di mana hal ini dilakukan yang pernah digali di Romawi Timur,” tambah Sahir.
Para peneliti memperkirakan bahwa Legio hanyalah awal dari banyak situs lain seperti itu. Dengan adanya temuan ini, para arkeolog kini dapat kembali dan mengunjungi permakaman Romawi lainnya. Mereka juga bisa menganalisis ulang tempat penyimpanan tulang yang sebelumnya disalahartikan sebagai sampah.
Warisan Ritual Perbatasan Roma
Semakin banyak permukiman militer Romawi ditemukan di seluruh Timur Dekat. Namun temuan seperti lubang rahang babi di Legio meruntuhkan gagasan bahwa pasukan perbatasan menganut sepenuhnya cara-cara lokal. Sebaliknya, penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa para legiuner secara aktif melestarikan praktik-praktik keagamaan Romawi. Bahkan di lokasi-lokasi yang jauh dari Roma. Mereka juga mempraktikkan ritual khas Romawi ke dalam lanskap-lanskap baru.
Kuburan babi ini bukan sekadar keanehan. Kuburan itu adalah simbol kesinambungan spiritual. Gema sederhana namun kuat dari upaya Romawi untuk memaksakan ketertiban, ritual, dan identitas pada wilayah-wilayah terluarnya. Bahkan dalam hal kematian.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR