Nationalgeographic.co.id—Dibuat dari jutaan potongan kecil batu dan mineral, Mosaik Alexander Agung bukan sekadar karya seni yang luar biasa. Mosaik ini adalah bukti pertemuan budaya dari berbagai penjuru dunia kuno.
Menurut sebuah studi, mosaik Alexander Agung yang ditemukan di Pompeii tersusun dari sekitar dua juta potongan kecil batu dan mineral yang berasal dari tambang-tambang di luar wilayah kekaisaran Alexander. Potongan batu mosaik itu dikenal sebagai tesserae.
Meskipun wilayah kekuasaan Alexander membentang dari Balkan hingga wilayah yang sekarang menjadi Pakistan, tesserae ini berasal dari tambang-tambang di berbagai penjuru Eropa. Lokasinya termasuk Italia dan Semenanjung Iberia, serta dari Tunisia.
Kajian Giuseppina Balassone dan timnya itu berjudul “From tiny to immense: Geological spotlight on the Alexander Mosaic (National Archaeological Museum of Naples, Italy) using non-invasive in situ analyses” yang terbit di jurnal PLOS One.
Mosaik yang berusia sekitar 2.000 tahun ini terkubur saat Gunung Vesuvius meletus pada tahun 79 M. Mosaik ditemukan pada 1831, ketika para arkeolog menggali sebuah rumah mewah bernama House of the Faun di Pompeii. Saat ini, mosaik tersebut dipajang di Museum Arkeologi Nasional Naples.
Para penulis menyebut Mosaik Alexander sebagai “mosaik terpenting dari zaman Romawi.” Mosaik ini menggambarkan Alexander yang memerintah dari tahun 336 hingga 323 SM bersama pasukan Makedonia yang mengalahkan Raja Persia Darius III dan pasukannya.
Dilansir dari laman Live Science, petunjuk dari kisah mosaik ini ada pada gambar sebuah pohon tunggal di latar belakang. Menurut para peneliti, adegan pada mosaik menggambarkan Pertempuran Issus yang terjadi pada 333 SM, di wilayah yang kini berada di perbatasan Turki-Suriah.
Berdasarkan teks Arab dan abad pertengahan, termasuk dari Marco Polo, pertempuran ini dikenal oleh masyarakat setempat sebagai “pertempuran pohon kering” atau “pohon yang sunyi”.
Asal-usul Tesserae Mosaik Alexander Agung
Pada tahun 2020, Museum Arkeologi Nasional Naples memulai proyek restorasi dengan melakukan studi non-invasif terhadap mosaik tersebut. Tim peneliti menggunakan berbagai teknik, termasuk portable X-ray fluorescence (pXRF), yang memanfaatkan sinar-X untuk mengidentifikasi elemen dalam suatu objek.
Baca Juga: Ketika Alexander Agung Jadi Murid Aristoteles di Sejarah Yunani Kuno
Source | : | Live Science,PLOS ONE |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR